Sukses

25-3-1911: Tragedi Kelam Kebakaran Pabrik Baju Triangle Shirtwaist, 146 Orang Tewas

Kebakaran di pabrik baju Triangle Shirtwaist, New York City, menewaskan 146 orang.

Liputan6.com, New York - 25 Maret 1911 menjadi hari terkelam dalam dunia perindustrian di Amerika. Seratus delapan tahun lalu, kebakaran hebat melanda pabrik baju Triangle Shirtwaist Company yang terletak di New York City.

Panik. Seluruh pekerja mulai berhamburan mencoba mencari jalan keluar untuk lolos dari maut. Namun malangnya, seisi gedung sudah terkepung si jago merah dan petugas pemadam kebakaran terlambat menjinakkan kobaran api.

Akibatnya, 146 buruh tewas terpanggang di dalam gedung terdiri dari 123 wanita dan 23 pria. Sebagian besar korban adalah wanita imigran Italia dan Yahudi dan usia mereka berkisar antara 14 hingga 23 tahun.

Kejadian bermula saat jam kerja usai pada hari Sabtu, sekitar pukul 16.40 waktu setempat, demikian Today in History dikutip dari History.com pada Minggu (24/3/2019).

 

Api berkobar dari sebuah tempat sampah yang ada di bawah salah satu meja pemotong di sudut timur laut lantai 8. Alarm darurat pertama dinyalakan pada pukul 16.45 oleh seorang pejalan kaki di Washington Place. Ia melihat kepulan asap tebal dari lantai 8 gedung itu.

Kepala Pemadam Kebakaran menyimpulkan bahwa kemungkinan penyebab kebakaran adalah pembuangan korek api atau puntung rokok yang masih menyala ke tempat sampah.

Sementara itu, di bawah meja tersebut ada tong kayu yang berisi ratusan pon potongan kain sisa produksi. Dugaan kuat, api mulai menjalar ke kain-kain perca itu dan dengan cepat merambat ke kain lain yang digantung di dalam tempat produksi.

Triangle Shirtwaist Company memiliki empat lift yang bisa digunakan untuk mengakses ke lantai dasar bangunan. Namun anehnya pada saat kebakaran terjadi, hanya satu lift yang beroperasi dan cuma sanggup menampung 12 orang dalam satu waktu.

Sedangkan akses keluar menuju Greene Street dan Washington Place yang melalui dua tangga darurat, juga lumpuh. Api mencegah para pekerja menuruni tangga ke Greene Street, dan pintu keluar ke Washington Place sengaja dikunci oleh mandor pabrik.

Hal ini dilakukan untuk mencegah pencurian dan penjarahan yang dilakukan oleh para pekerja saat jam kerja berlangsung.

Mandor Pemegang Kunci Kabur Terlebih Dahulu

Mandor yang memegang kunci pintu tangga sudah kabur dengan rute lain. Akibatnya, para buruh terjebak di dalam ruangan penuh api, asap dan gas karbon monoksida.

Nekat, banyak dari mereka akhirnya memilih untuk melompat dari jendela-jendela gedung yang menjulang tinggi.

Begitulah para korban tewas. Sebagian besar karena luka bakar, sesak napas, cedera akibat benda tumpul, kombinasi dari ketiganya atau jatuh dari ketinggian.

Ini adalah salah satu bencana industri paling mengerikan yang tercatat sepanjang sejarah Negeri Paman Sam. Triangle Shirtwaist Company adalah pabrik yang memproduksi blus wanita, yang dikenal sebagai "shirtwaists."

Triangle dimiliki oleh duo pengusaha Max Blanck dan Isaac Harris, terletak di tiga lantai teratas Asch Building yang memiliki 10 tingkat di pusat kota Manhattan.

Gedung tersebut merupakan sweatshop atau sebuah pabrik (sektor pakaian) di mana karyawannya dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah selama berjam-jam dan dalam kondisi yang buruk.

Ada sekitar 500 buruh kala itu, sebagian besar merupakan perempuan muda imigran yang bekerja sembilan jam sehari pada weekdays, ditambah tujuh jam pada hari Sabtu.

Para buruh tidak diperhatikan kesejahteraannya dan nyawa mereka dianggap murah. Banyak di antara mereka yang tidak dapat berbicara bahasa Inggris.

Upah mereka selama 52 jam banting tulang hanya mencapai antara US$ 7 dan US$ 12 seminggu, setara dengan Rp 100 ribu hingga Rp 171,7 dalam konversi tahun 2018.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sengaja Dibakar Pemilik

Tragedi ini menyebabkan para aktivis mendesak pemerintah AS untuk mengesahkan serangkaian rancangan undang-undang dan peraturan terkait perlindungan keselamatan pekerja pabrik. Di satu sisi, International Ladies' Garment Workers' Union (ILGWU) juga terbentuk guna menyuarakan hak-hak buruh wanita.

Blanck dan Harris sudah memiliki riwayat kebakaran pabrik yang mencurigakan. Triangle Shirtwaist Company sudah dua kali hangus, yakni pada tahun 1902 dan 1911. Sementara itu, perusahaan lain mereka, Diamond Waist Company, pun terbakar dua kali, yaitu pada tahun 1907 dan 1910.

Polisi curiga bahwa kedua pengusaha ini sengaja membakar tempat kerja mereka sebelum jam kerja untuk mengumpulkan kebijakan asuransi kebakaran yang mereka beli. Ini adalah praktik yang tidak biasa di awal Abad ke-20.

Meskipun hal tersebut bukan menjadi penyebab utama insiden nahas di Triangle Shirtwaist Company pada 1911, namun rupanya akal bulus mereka berkontribusi pada musibah itu, karena Blanck dan Harris menolak untuk menginstal sistem sprinkler (alat yang otomatis menyemburkan air ketika mendeteksi asap atau api) dan akan mengambil langkah-langkah keamanan lain jika mereka harus membakar kembali toko mereka.

Max Blanck dan Isaac Harris, yang selamat dari bencana itu dengan melarikan diri ke atap gedung ketika kebakaran terjadi, didakwa atas tuduhan pembunuhan berencana tingkat pertama dan kedua pada pertengahan April; persidangan keduanya dimulai pada 4 Desember 1911.

Namun, karena kurangnya bukti yang kuat, juri membebaskan dua pria ini dari tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan kedua, meski mereka dinyatakan bertanggung jawab atas kematian para karyawannya dalam gugatan sipil berikutnya pada tahun 1913.

Kala itu, penggugat diberikan kompensasi sejumlah US$ 75 per korban yang meninggal. Perusahaan asuransi pun membayar Blanck dan Harris sekitar US$ 60.000 lebih banyak dari kerugian yang dilaporkan, atau sekitar $ 400 per korban.

Pada 1913, Blanck, sekali lagi, ditangkap karena ketahuan dengan sengaja mengunci pintu pabriknya selama jam kerja berlangsung. Dia hanya didenda US$ 20.

Sementara itu, pada tanggal yang sama tahun 1975, Raja Faisal dari Arab Saudi ditembak mati oleh keponakannya, Pangeran Faisal.

Dan pada 1967, Martin Luther King memimpin aksi unjuk rasa untuk melawan perang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.