Sukses

Hari Ini, Thailand Gelar Pemilu Terbuka Pertama Pasca-kudeta 2014

Warga Thailand memberikan hak suara mereka dalam pemilu pasca-kudeta pertama.

Liputan6.com, Bangkok - Sekitar 50 juta pemilih terdaftar --lebih dari tujuh juta orang berusia antara 18-26 tahun-- di Thailand berbondong-bondong menuju ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk 'mencoblos' di pemilu tahun ini, Minggu (24/3/2019).

Pemilu kali ini merupakan pemilihan umum pertama yang diselenggarakan sejak kudeta 2014. Menjelang pemilu, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mengeluarkan pernyataan yang mendesak terbentuknya "perdamaian dan ketertiban" selama proses pemungutan suara.

Pernyataan itu, yang ditayangkan di televisi nasional pada Sabtu malam, menegaskan kepada para pemilih di seantero negeri yang dipimpinnya untuk "mendukung orang-orang baik", menyusul ketidakstabilan politik yang terjadi selama bertahun-tahun.

Negeri Gajah Putih diketahui telah 'kacau', setelah persaingan antara pendukung militer dan mantan PM Thaksin Shinawatra yang digulingkan.

Thaksin dimakzulkan dalam kudeta tahun 2006 dan hidup di pengasingan untuk menghindari hukuman karena penyalahgunaan kekuasaan. Namun, dia masih memiliki pengikut yang signifikan, sebagian besar di antaranya adalah orang-orang di pedesaan dan wilayah yang kurang makmur.

Sementara itu, para kritikus menilai bahwa pemilu 2019 merupakan ajang pamer kekuatan antara partai-partai pro-militer dan sekutu Thaksin.

Setelah merebut kekuasaan, tentara berjanji untuk memulihkan ketertiban dan demokrasi di negara itu. Tetapi mereka telah berulang kali menunda pemungutan suara.

Pengamat juga menyebut, konstitusi baru yang diperkenalkan oleh tentara akan tetap berpengaruh dalam sistem pemerintahan Thailand, apa pun hasilnya.

Prayut Chan O-Cha (Ist)

Partai-partai yang condong mendukung Thaksin telah memenangkan setiap pemilu sejak 2001. Pheu Thai adalah salah satu partai yang loyal kepada Thaksin Shinawatra, yan turut berkampanye pada pemilu tahun ini.

Di antara partai-partai terkemuka lainnya adalah Demokrat yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Abhisit Vejjajiva, dan partai baru Future Forward yang dipimpin oleh miliarder muda Thanatorn Juangroongruangkit.

Menyibak Tujuan Utama Militer Thailand

Di satu sisi, melumpuhkan gerakan partai-partai tersebut merupakan tujuan utama dari militer.

Jenderal Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta penggulingan saudara perempuan Thaksin, Yingluck Shinawatra pada tahun 2014, telah dinominasikan sebagai satu-satunya kandidat perdana menteri dari Palang Pracha Rath Party (PPRP). Partai yang menaunginya merupakan pro-militer.

Pada saat kudeta, militer mengatakan ingin memulihkan ketertiban dan stabilitas politik di Thailand dan mencegah aksi protes turun ke jalan yang telah berulang kali terjadi selama bertahun-tahun.

Namun junta telah dituduh mengambil pendekatan otoriter terhadap kekuasaan, secara ketat mengontrol media dan sewenang-wenang menggunakan undang-undang seperti lese majeste (larangan mengritik militer) untuk membungkam lawan.

Selain itu, junta juga disebut telah memperkenalkan konstitusi --yang disetujui oleh referendum-- yang menurut para kritikus haal tersebut sudah dirancang untuk memastikan junta tetap sentral dalam politik Thailand.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Memilih Anggota Parlemen

Pada pemilu tahun ini, masyarakat Thaliand akan memilih 500 anggota parlemen majelis rendah (lower house of parliament). Namun di bawah konstitusi, militer telah menunjuk 250 kursi senat. Kemudian, militer dan majelis rendah nantinya --bersama-sama-- akan memilih seorang perdana menteri.

Sedangkan kandidat yang lebih disukai militer, yaitu Jenderal Prayuth, secara teori hanya membutuhkan 126 suara majelis rendah untuk menjabat. Partai yang memerintah atau koalisi juga dapat menunjuk non-MP (bukan anggota parlemen) sebagai perdana menteri.

Konstitusi baru juga memberlakukan batasan pada jumlah kursi yang dapat diambil oleh satu partai, terlepas dari jumlah suara yang dimenangkan. Setiap pemerintahan di masa depan pun akan terikat secara konstitusional untuk mengikuti rencana 20 tahun militer terhadap Thailand.

Pemungutan suara akan berlangsung di lebih dari 93.000 TPS, mulai pukul 08.00 hingga 17.00 waktu setempat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.