Sukses

Lebah di Austria dan Ikan di Swiss Kini Bisa Berbincang, Bagaimana Caranya?

Lebah dan ikan sekarang bisa berkomunikasi dalam jarak jauh. Bagaimana bisa?

Liputan6.com, Jakarta - Lebah dan ikan kini dapat saling berkomunikasi berkat teknologi robotika baru yang dirancang oleh para peneliti di Eropa

Para ilmuwan mengembangkan robot untuk menerjemahkan dan mengirimkan sinyal dari kelompok lebah dan kelompok ikan. Robot-robot itu saling bertukar sinyal melintasi perbatasan internasional, memungkinkan lebah di Austria berbincang dengan ikan di Swiss, yang jaraknya beberapa ratus mil.

"Kami menciptakan jembatan yang belum pernah dibuat sebelumnya antara dua komunitas hewan, memungkinkan mereka untuk menukar beberapa dinamika mereka," ujar Frank Bonnet, seorang insinyur robotika di Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne, atau EPFL, Jumat (23/3/2019).

Sebelumnya, para peneliti di EPFL's Mobile Robots Group telah merancang dan menggunakan robot "mata-mata" yang berbaur dengan kelompok hewan. Baru-baru ini, tim menggunakan sebuah robot untuk menyusup ke kawanan ikan zebra dan memengaruhi arah berenangnya.

Untuk percobaan terbaru ini, para ahli memutuskan untuk menggunakan robot mata-mata ikan untuk membantu berbagai spesies berkomunikasi.

Di Austria, sekelompok lebah berkerumun di sekitar sepasang terminal robot di dalam sebuah wadah besar. Para ilmuwan menggunakan terminal itu dan robot mata-mata ikan untuk mengirimkan sinyal dan memengaruhi perilaku kelompok yang berbeda.

Dalam sarang eksperimental, terminal mengirimkan sinyal dalam bentuk getaran, variasi suhu dan pergerakan udara. Sinyal yang berbeda menyebabkan lebah berkerumun secara eksklusif di sekitar satu terminal atau yang lain. Sinyal dari robot mata-mata ikan menyebabkan kawanan itu berenang ke arah yang berbeda. 

Setiap robot merekam pergerakan kelompok dan kemudian menerjemahkannya, lalu mengirimkannya ke robot lain yang membagikan pesan dengan kelompok lainnya lagi. 

"Robot bertindak seolah-olah mereka negosiator dan juru bahasa dalam konferensi internasional," kata Francesco Mondada, seorang profesor di Laboratorium Biorobotik EPFL.

"Melalui berbagai pertukaran informasi, kedua kelompok hewan tersebut secara bertahap mengambil keputusan bersama," lanjutnya. 

Pada awalnya, percakapan antara kedua kelompok itu tidak teratur, tetapi setelah 25 menit, kedua kelompok mulai menyinkronkan gerakan mereka, dengan ikan berenang secara eksklusif berlawanan arah jarum jam dan lebah berkerumun di sekitar terminal tunggal. 

"Spesies ini bahkan mulai mengadopsi beberapa karakteristik masing-masing. Lebah menjadi sedikit lebih gelisah dan cenderung berkerumun daripada biasanya, dan ikan mulai berkelompok lebih dari biasanya pula," kata Bonnet. 

Para peneliti menggambarkan komunikasi antarspesies minggu ini di jurnal Science Robotics.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

1 Juta Ikan Air Tawar Mati di Australia, tapi...

Di lain cerita, hampir satu juta ekor ikan air tawar mati massal di sungai Darling River di Australia pada Januari kemarin. Namun jenis ikan gurame justru mampu bertahan dan selamat.

Tapi hal tersebut bukannya disambut gembira. Pasalnya, orang Australia menganggap ikan gurame sebagai hama yang merusak ekosistem ikan asli.

Kemampuan ikan gurame bertahan dari kematian massal ikan air tawar di sungai yang terletak di Kota Menindee saat ini justru menimbulkan kekhawatiran baru.

Gurame bahkan menjadi pembahasan politik pada tahun 2015 ketika Wakil Perdana Menteri Barnaby Joyce saat itu, menjulukinya sebagai "pemakan lumpur menjijikkan". Dia menyerukan perlunya pemusnahan gurame.

Yang terjadi, baik kematian massal maupun upaya-upaya para politisi tidaklah mampu mengurangi jumlah populasi gurame di Darling River.

Menurut badan National Carp Control Plan (NCCP), spesies ikan asli mengalami kematian massal akibat menjamurnya ganggang yang menyedot oksigen dari air.

Namun diperkirakan tidak banyak spesies gurame yang jadi korban.

"Mereka ini hama yang sangat berhasil, lebih tahan daripada kebanyakan spesies ikan asli," kata Koordinator NCCP Jamie Allnutt.

Ikan gurame, katanya, mampu bertahan hidup pada suhu ekstrem, kualitas air buruk, serta lingkungan dengan oksigen rendah.

Beberapa kali ikan-ikan gurame ini bahkan terlihat muncul ke permukaan sungai untuk menghirup udara.

Menurut Travis Casey, nelayan di daerah Broken Hill, Australia hama ikan gurame selama ini dikendalikan oleh predator alami, yaitu ikan kod.

Kematian ikan kod serta jenis ikan lainnya di perairan Darling River, akan menyebabkan spesies gurame yang invasif mendominasi sungai setempat.

"Ikan kod menjadi predator utama selama 15 tahun dan jumlahnya mulai berkembang," ujar Casey.

"Tanpa predator utama, maka ikan hama seperti gurame pasti berkembang biak dengan cepat," tambahnya.

Koordinator NCCP Jamie Allnutt mengatakan gurame adalah spesies destruktif dan agresif yang jika dibiarkan berkembang akan mendominasi 80 persen biomassa di ekosistem air tawar.

Casey sendiri pada akhir pekan lalu melihat banyak ikan gurame yang bertahan di antara ribuan ikan lainnya yang mati massal.

"Mereka nantinya akan jauh lebih sulit ditangani," katanya.

Ketua Asosiasi Pariwisata Menindee, Rob Gregory, mengaku sedih jika Darling River menjadi rumah bagi ikan-ikan gurame.

"Hanya akan ada ikan gurame yang tersisa," ujar Gregory.

"Untuk bisa kembali seperti semula akan butuh waktu seumur hidup. Tidak diragukan lagi," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.