Sukses

Bumi Adalah Versi Lain Matahari yang Tidak Mudah Menguap, Betulkah?

Secara kimiawi, Bumi pada dasarnya adalah versi matahari yang tidak mudah menguap.

Liputan6.com, Jakarta - Matahari adalah bola gas berapi tak bernyawa yang dipicu oleh inferno nuklir. Bumi, sementara itu, adalah planet berbatu berlapis-lapis, yang tertutup oleh air dan penuh dengan kehidupan. Namun demikian, komposisi unsur dari kedua benda langit ini sangat mirip, menurut ilmuwan.

Elemen-elemen yang ada di matahari dan Bumi disebut hampir sama, meskipun Bumi punya lebih sedikit unsur yang lebih mudah menguap pada suhu tinggi ketimbang matahari, sebuah analisis baru mengungkapkan.

Ini menunjukkan bahwa Bumi terbentuk dari material di nebula matahari --awan debu dan gas yang menciptakan matahari. Akan tetapi, zat-zat yang mudah menguap seperti helium, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, terlepas selama pembentukan Bumi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini juga dapat membantu mengungkapkan komposisi planet ekstrasurya yang mengorbit bintang jauh.

Pertama, para peneliti menganalisis kandungan yang muncul dalam meteor yang jatuh ke Bumi, meteorit yang dikenal sebagai chondrites. Chondrites, yang terbentuk dalam nebula protosolar, sering digunakan sebagai proksi untuk memahami susunan kimiawi matahari.

Selain itu, para ahli pun mengevaluasi komposisi unsur matahari dari pengamatan radiasi di fotosfer matahari dan memasukkan data dari turbulensi matahari dan model teoritis.

Meskipun elemen yang paling melimpah di matahari adalah hidrogen dan helium, namun para peneliti menemukan total 60 unsur di meteorit dan fotosfer. Zat-zat ini mungkin jumlahnya juga membludak di nebula protosolar sebelum matahari lahir, menurut penelitian.

Kemudian, para ilmuwan membandingkan hasilnya dengan komposisi unsur inti dan mantel Bumi yang dapat dikumpulkan melalui kombinasi model matematika, data seismik, dan sampel batuan.

Mereka menemukan bahwa meskipun Bumi mengandung sebagian besar unsur yang senada dengan chondrites dan matahari, namun di satu sisi planet ini telah mengalami devolatilisasi, yakni kehilangan unsur-unsur yang mudah menguap dari waktu ke waktu.

"Perbandingan ini menghasilkan banyak informasi tentang cara Bumi terbentuk," kata salah satu penulis studi Trevor Ireland, profesor geokimia dan kosmokimia di Research School of Earth Sciences, Australian National University (ANU) di Canberra.

Temuan ini telah diterbitkan pada 14 Maret di jurnal pracetak arXiv, dan akan diterbitkan dalam edisi mendatang di jurnal Icarus.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selain Menjadi Sumber Energi, Matahari Juga Jadi Ancaman Bumi?

Sementara itu, bidang penelitian tata surya di Institut Max Planck telah lama mempelajari matahari. Para peneliti ingin mengetahui asal mula kemunculan erupsi dari pusat Tata Surya ini. Selain itu juga siklus puncak aktivitas, di mana ejeksi korona terjadi lebih sering dan lebih dahsyat setiap sepuluh atau 12 tahun. 

Pakar astronomi, Prof. Sami Solanki, mengungkapkan, "Kami menduga, fenomena itu diakibatkan oleh semacam dinamo yang berada di bagian dalam matahari. Tapi cara berfungsinya, kami belum tahu," katanya.

Obyek yang diteliti berlokasi sejauh 150 juta kilometer dari Bumi dan bersuhu panas luar biasa di dalam intinya, yakni 15 juta derajat Celsius. Bila digambarkan, ini bisa meleburkan atom hidrogen menjadi atom helium. Fusi inti ini adalah sumber radiasi, kehangatan dan cahaya matahari sejak 4,7 miliar tahun. 

Medan magnet amorph

Matahari, massa gas raksasa yang berotasi itu, menimbulkan bidang magnet yang tak beraturan. Dari setiap garis medan magnet, terbentuk ejeksi korona berupa gas panas yang mencuat hingga sejarak 80.000 km ke luar permukaan matahari.

Pada lingkaran ini terdapat plasma atau gas bersuhu tinggi.

"Medan magnet matahari berubah-ubah setiap saat dan berputar. Garis-garis medan magnet juga bisa saling silang. Suatu saat, itu bisa menyebabkan matahari menjadi tidak stabil. Akibatnya, bisa dibayangkan, seperti jika karet gelang tertarik dan akhirnya terlempar", papar Sami Solanki dengan membuat perumpamaan sederhana.

Erupsi matahari yang dahsyat seperti ini kerap terjadi. Jutaan ton gas dari matahari dan plasma sepanas jutaan derajat, terlontar ke angkasa luar.

Sebuah badai plasma elektrik mencapai planet Bumi dalam waktu 12 jam. Medan magnet Bumi melindungi manusia dari bombardemen (pengeboman) partikel kosmik.

Tapi di bagian kutub, di mana perisai pelindung Bumi paling lemah, molekul oksigen dan nitrogen tampak menyala di atmosfer, membentuk pendar cahaya kutub. Fenomena yang memukau dan tidak berdampak merugikan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.