Sukses

Ahli Saraf Kuak Cara Terbaik Menghapus Ingatan Buruk di Otak

Ahli saraf mengungkap apa yang dibutuhkan otak manusia untuk benar-benar bisa menghapus memori buruk.

Liputan6.com, California - Ketika hal-hal buruk terjadi, sebagian orang berpendapat bahwa mereka tidak ingin mengingatnya. Kita mencoba untuk menghalangi, melawan, mengabaikan ingatan tersebut, tetapi para peneliti menyarankan agar kita melakukan sebaliknya.

Sebuah studi baru yang dipimpin oleh para ilmuwan di Texas menunjukkan, tindakan sengaja melupakan sesuatu terkait dengan peningkatan keterlibatan otak dengan informasi yang tidak diinginkan tersebut. Dengan kata lain, untuk melupakan sesuatu, kita benar-benar harus fokus padanya.

"Tingkat aktivitas otak yang moderat sangat penting untuk mekanisme melupakan ini," jelas psikolog Tracy Wang dari University of Texas di Austin, seperti dikutip dari Science Alert, Rabu (13/3/2019). "Terlalu kuat, dan itu akan memperkokoh ingatan; terlalu lemah, dan kamu tidak akan memodifikasinya."

Berusaha untuk secara aktif melupakan ingatan yang tidak diinginkan, tidak hanya membantu mencegah otak kita dari kelebihan beban. Hal ini juga memungkinkan kita untuk bangkit (move on) dari pengalaman dan emosi yang menyakitkan.

"Kita mungkin ingin membuang ingatan yang memicu respons maladaptif (bersifat kekanakan meski sudah dewasa), seperti ingatan traumatis, sehingga kita dapat merespons pengalaman baru dengan cara yang lebih adaptif," kata salah satu peneliti, Jarrod Lewis-Peacock.

"Riset yang telah dilakukan selama beberapa dekade menunjukkan bahwa kita memiliki kemampuan untuk secara sukarela melupakan sesuatu, tetapi cara otak melakukannya, itu yang masih dipertanyakan," imbuhnya.

Banyak penelitian tentang 'melupakan yang sengaja' yang berfokus pada aktivitas otak di korteks prefrontal, dan pusat memori otak: hippocampus.

Dalam studi baru, para ilmuwan memantau bagian otak yang berbeda, yang disebut ventral temporal cortex. Area ini membantu kita untuk memproses dan mengkategorikan rangsangan visual.

Dalam sebuah eksperimen dengan 24 orang dewasa muda yang sehat, para peserta diperlihatkan gambar-gambar pemandangan dan wajah orang-orang. Selain itu, mereka juga diminta untuk mengingat atau melupakan setiap gambar.

Selama uji coba, aktivitas otak masing-masing peserta dipantau oleh functional magnetic resonance imaging atau mesin pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).

Ketika para peneliti memeriksa aktivitas di korteks temporal ventral, mereka menemukan bahwa 'tindakan melupakan' --bila dibandingkan dengan mengingat-- secara efektif menggunakan lebih banyak kekuatan otak.

"Gambar yang diikuti dengan dorongan instruksi untuk melupakan, menghasilkan tingkat pemrosesan yang lebih tinggi di korteks temporal ventral dibandingkan dengan yang diikuti oleh instruksi untuk mengingat," tulis para penulis dalam makalah mereka.

"Peningkatan dalam pemrosesan ini menyebabkan lebih banyak menuntun otak untuk melakukan kegiatan melupakan, terutama untuk hal yang menunjukkan aktivasi sedang," papar para author.

Tentu saja, melupakan foto pada percobaan laboratorium itu sangat berbeda dengan move on dari kenangan menyakitkan atau traumatis dari peristiwa yang dialami di dunia nyata.

Tetapi mekanisme di tempat kerja bisa sama, menurut para peneliti. Di samping itu, menemukan cara untuk mengaktifkannya bisa menjadi manfaat besar bagi orang-orang yang berniat melupakan sesuatu, tetapi tidak tahu caranya.

"Yang penting adalah niat untuk melupakan yang bisa meningkatkan aktivasi memori," kata Wang. Temuan ini telah dilaporkan dalam jurnal ilmiah JNeurosci.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ini yang Dilakukan Otak Ketika Tubuh Sedang Tertidur Lelap

Sementara itu, manusia sewajarnya memanfaatkan sepertiga waktu dalam satu hari untuk tidur. Namun di satu sisi, pertanyaan seperti: Apakah mungkin kita bisa memanfaatkan waktu ini dan mempelajari keterampilan baru atau bahkan sebuah bahasa? Dengan kata lain, apakah pembelajaran saat tidur (sleep learning) bisa otomatis terjadi?

Jawabannya adalah "ya" dan "tidak", tergantung pada apa yang kita maksud dengan "belajar" (learning).

Menyerap informasi kompleks atau mengambil keterampilan baru dari awal dengan mendengarkan rekaman audio saat tidur, hampir pasti mustahil. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa ketika kita tidur, otak tidak menganggur (masih tetap bekerja) dan beberapa bentuk pembelajaran dapat terjadi.

Sleep learning: dari tipuan hingga ke sains

Konsep sleep learning, atau hypnopedia, memiliki sejarah panjang. Studi pertama yang menunjukkan tentang sebuah memori dan manfaat pembelajaran dari tidur, diterbitkan pada tahun 1914 oleh psikolog Jerman, Rosa Heine.

Dia menemukan bahwa mempelajari materi baru di malam hari sebelum tidur menghasilkan ingatan yang lebih baik dibandingkan dengan belajar di siang hari.

Berkat banyak penelitian yang dilakukan sejak saat itu, kita sekarang tahu bahwa tidur sangat penting untuk membentuk ingatan jangka panjang dari apa yang telah kita temui pada siang hari.

Otak yang tidur memutar ulang pengalaman yang dialami kita pada hari itu, kemudian menstabilkannya dengan memindahkannya dari hippocampus --tempat pertama kali ingatan terbentuk-- ke area-area di seluruh otak.

Mengingat begitu banyak yang terjadi pada ingatan selama tidur, lantas apakah ingatan itu dapat diubah, ditingkatkan atau bahkan dibentuk lagi?

Salah satu pendekatan populer untuk mempelajari sleep learning adalah Psycho-phone, perangkat yang cukup tenar pada tahun 1930-an. Alat ini memberikan pesan motivasi untuk kita saat tidur, seperti "Aku memancarkan kasih sayang," yang seharusnya membantu kita dalam menyerap ide-ide di alam bawah sadar dan bangun dengan kepercayaan diri yang besar.

Pada awalnya, penelitian ini tampak mendukung gagasan di balik perangkat seperti Psycho-phone. Beberapa studi awal menemukan bahwa orang-orang mempelajari materi yang mereka temui selama tidur. Tetapi temuan itu dibantah pada 1950-an, ketika para ilmuwan mulai menggunakan EEG (elektroensefalografi) untuk memantau gelombang otak saat kita tidur.

Periset menemukan bahwa jika pembelajaran telah terjadi, itu dikarenakan rangsangan (stimuli) telah membangunkan saraf-saraf lain di dalam tubuh. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah studi mengungkapkan bahwa otak mungkin tidak bekerja dengan penuh selama kita tidur.

Temuan ini menunjukkan bahwa saat tidur, otak masih tetap menyerap informasi dan bahkan membentuk ingatan baru. Namun memori tersebut bersifat implisit. Dengan kata lain, bentuk pembelajaran ini sangat mendasar, jauh lebih sederhana daripada apa yang harus dicapai otak ketika kita ingin belajar bahasa Jerman atau mekanika kuantum.

"Selama beberapa dekade, literatur ilmiah mengatakan sleep learning tidak mungkin terjadi," kata Thomas Andrillon, seorang ahli saraf di Monash University, Melbourne, Australia, demikian seperti dikutip dari Live Science, Senin 11 Maret 2019. "Tetapi orang-orang tidak benar-benar tertarik pada bentuk pembelajaran dasar ini."

Bagi para ilmuwan, penemuan baru-baru ini telah membangkitkan harapan tentang penerapan yang mungkin dilakukan, imbuh Andrillon kepada Live Science. Misalnya, sifat implisit sleep learning membuat fenomena tersebut bermanfaat bagi orang yang ingin melepaskan kebiasaan buruk mereka, seperti merokok, atau membentuk kebiasaan baru yang baik.

3 dari 3 halaman

Indra Penciuman dan Pendengaran

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa bentuk dasar pembelajaran, yang disebut pengkondisian (conditioning), dapat terjadi selama kita tidur.

Dalam sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience, misalnya, para peneliti Israel mengungkapkan bahwa seseorang dapat belajar mengaitkan suara dengan bau selama ia tidur.

"Ini adalah temuan yang jelas menunjukkan manusia dapat membentuk ingatan baru saat tidur," kata Andrillion lagi.

Meskipun ingatan tersebut tersirat, namun ini dapat memengaruhi perilaku pribadi dari orang itu, menurut temuan para peneliti yang dipublikasikan dalam studi 2014, Journal of Neuroscience.

Dalam riset itu, perokok berhasil mengurangi konsumsi sigaret mereka setelah menghabiskan satu malam terpapar aroma rokok yang disandingkan dengan telur busuk atau ikan asin.

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa bentuk dasar pembelajaran, yang disebut pengkondisian (conditioning), dapat terjadi selama kita tidur. Dalam sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience, misalnya, para peneliti Israel mengungkapkan bahwa seseorang dapat belajar mengaitkan suara dengan bau selama ia tidur.

"Ini adalah temuan yang jelas menunjukkan manusia dapat membentuk ingatan baru saat tidur," kata Andrillion lagi.

Meskipun ingatan tersebut tersirat, namun ini dapat memengaruhi perilaku pribadi dari orang itu, menurut temuan para peneliti yang dipublikasikan dalam studi 2014, Journal of Neuroscience.

Dalam riset itu, perokok berhasil mengurangi konsumsi sigaret mereka setelah menghabiskan satu malam terpapar aroma rokok yang disandingkan dengan telur busuk atau ikan asin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.