Sukses

17 Orang Tewas Akibat Listrik Padam Empat Hari di Venezuela

Sekitar 17 orang tewas akibat krisik listrik di Venezuela, yang telah berlangsung sejak Kamis sore pekan lalu.

Liputan6.com, Caracas - Tujuh orang dinyatakan tewas akibat pemadaman listrik besar-besaran di Venezuela selama empat hari, sejak Kamis sore pekan lalu.

Ketiadaan akses listrik pada 70 persen wilayah Venezuela telah menghalangi beroperasinya rumah sakit. Hal itu secara otomatis meningkatkan risiko pasien tidak tertolong.

Juan Guaido, pemimpin oposisi pemerintah menyatakan tragedi itu sebagai "pembunuhan" oleh Nicolas Maduro. Jumlah korban tewas juga didapatkan dari data oposisi.

Pemadaman listrik juga telah berimbas pada kerugian materil, yakni setidaknya US$ 400 juta (sekira Rp 5,7 triliun) yang harus ditanggung oleh pihak swasta.

"Venezuela benar-benar sudah runtuh," kata Guaido dalam sebuah wawancara di sebuah kamar hotel, sebagaimana dikutip dari CNN pada Senin (11/3/2019).

"Tidak ada layanan di rumah sakit. Ini adalah sebagian rumah sakit terbaik di negara ini. Jika kita berada di ibukota seperti beberapa kilometer di pusat Venezuela, tidak ada atau hanya sangat sedikit BBM, ditambah dengan pemadaman listrik, tidak ada barang pokok, serta transportasi umum yang tidak efisien. Anda dapat mengatakan, secara penuh tanggung jawab, bahwa Venezuela telah runtuh,"kata Guaido menjelaskan.

"Bayangkan jika di negara Anda, Anda bangun dengan berita bahwa sudah ada empat hari tanpa listrik, karena mereka mencuri dari pembangkit listrik dan 17 orang tewas karenanya. Itu pembunuhan," lanjutnya mengecam tindakan pemerintah.

 

Simak pula video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Maduro Salahkan AS

Di lain pihak, Nicolas Maduro justru menyalahkan Amerika Serikat (AS) terkait pemadaman listrik massal tersebut. Ia mengatakan di depan para pendukungnya pada Sabtu, bahwa jaringan listrik telah disabotase oleh Negeri Paman Sam.

Dalam kesempatan yang sama ia juga mengatakan bahwa secara sengaja AS telah menghubungkan pemadaman itu terhadap citra "ketidakmampuan" rezim Maduro. Hal itu khususnya dalam menyelesaikan permasalahan dalam negeri, yang menyangkut kebutuhan vital dan pokok warga negara.

Pernyataan ini mengundang tanggapan Guaido. Pimpinan oposisi itu mengatakan bahwa tuduhan pemerintah Maduro terhadap serangan AS sangat tidak masuk akal. Menurutnya, pembangkit listrik utama Venezuela cenderung telah usang. Mesin analog juga disebut tidak terhubung ke jaringan apapun.

"Kami berada di tengah-tengah bencana yang bukan karena bencana badai, bukan juga akibat tsunami," kata Guaido.

"Ini adalah produk dari ketidakefisienan, ketidakmampuan, (serta) korupsi rezim yang tidak peduli dengan kehidupan rakyat Venezuela."

Pada konferensi pers hari Minggu, Guaido mengatakan dia akan menyerukan "keadaan darurat nasional" dalam sesi khusus parlemen pada hari Senin.

Dia mengatakan pembicaraan telah diadakan dengan Jerman, Jepang, Brasil dan Kolombia untuk mendapatkan bantuan dari mereka, khususnya terkait krisis listrik yang tengah dihadapi.

Guaido mengatakan bahwa terdapat sekitar US$ 1,5 miliar (sekira Rp 21,4 triliun) akan didapatkan dari organisasi multilateral untuk memberikan layanan vital dan pokok di Venezuela. Meskipun demikian, Guaido tidak merinci terkait dari mana uang itu akan didapatkan dan di mana uang itu berada.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.