Sukses

Donald Trump Kembali Membantah Kasus Dugaan Campur Tangan Rusia di Pilpres AS 2016

Membantah soal keterkaitannya dalam kasus dugaan campur tangan Rusia di Pilpres AS 2016, Donald Trump 'menyerang' penyelidik khusus Kementerian Kehakiman AS Robert Mueller.

Liputan6.com, Maryland - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah melancarkan serangan besar-besaran terhadap penyelidik khusus Kementerian Kehakiman AS untuk kasus dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres 2016, Robert Mueller.

'Kecaman' dari Trump muncul menjelang Mueller menyerahkan laporan final investigasinya --yang telah berjalan selama lebih-kurang dua tahun-- kepada Kejaksaan Agung AS dalam beberapa hari mendatang.

Penyelidikan itu telah menyeret beberapa orang dekat Donald Trump ke meja dakwaan, dan banyak yang menduga bahwa pada akhirnya, Mueller akan ikut mendakwa sang presiden nantinya.

Tapi, Trump telah mengkritik penyelidikan penasihat khusus itu sebagai "perburuan penyihir" dan sengaja mencari-cari 'kesalahan' untuk menjatuhkannya.

"Sayangnya, kamu menempatkan orang yang salah dalam beberapa posisi dan mereka meninggalkan orang untuk waktu yang lama yang seharusnya tidak ada di sana dan tiba-tiba mereka mencoba mengeluarkanmu dengan omong kosong," kata presiden menyerang Mueller dalam sebuah pidato terbarunya pada Sabtu 2 Maret 2019, seperti dikutip dari BBC (3/3/2019).

Pidato --yang berlangsung lebih dari dua jam-- juga termasuk serangan tajam terhadap mantan Jaksa Agung Jeff Sessions, mantan kepala FBI James Comey, Partai Demokrat dan mereka yang mengkritik terhadap pendekatan kebijakan luar negerinya ke Korea Utara.

Presiden berulang kali mengatakan bahwa Mueller "tidak pernah menerima pemungutan suara", begitu pula Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein, yang menunjuk Mueller untuk posisinya.

Rosenstein berencana mundur pada Maret 2019 karena kerap menerima serangan kritik dari Trump.

Trump juga menuduh Mueller sebagai "teman baik" mantan kepala FBI James Comey, dan mengejek mantan jaksa agung Jeff Sessions, yang dipecatnya pada November 2018 lalu.

Dia mengatakan Sessions "lemah dan tidak efektif dan dia tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan."

Presiden Donald Trump juga membela pertemuan puncaknya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, mengatakan kepada orang banyak bahwa mereka telah membuat "banyak kemajuan" dan mengatakan negara itu memiliki "masa depan yang luar biasa, cemerlang".

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Terima Dikritik, Donald Trump Mendamprat Eks Kepala FBI

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menghujat mantan kepala Dinas Penyidikan Federal Amerika (FBI), Andrew McCabe, pada Senin 18 Februari 2019.

Hal itu menanggapi pernyataan McCabe dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi CBS pada Minggu 17 Februari 2019.

Dalam kesempatan itu, McCabe merujuk lagi pada diskusi yang pernah terjadi di antara para pejabat administrasi tingkat tinggi, tentang apakah Trump dapat dilengserkan dari jabatannya berdasarkan amandemen ke-25 UUD Amerika Serikat.

Amandemen yang dimaksud memungkinkan wakil presiden dan mayoritas kabinet untuk melucuti kekuasaan sang presiden jika dianggap tidak dapat melaksanakan tugas, dikutip dari The Irish Times pada Selasa (19/2/2019).

McCabe juga sempat menyinggung terkait tindakan presiden yang dianggap menghalangi penyelidikan terkait intervensi Rusia dalam pemilihan 2016 dengan memecat sejumlah kepala FBI.

Menanggapi hal tersebut, Donald Trump menyerang McCabe melalui Twitter pada Senin 18 Februari 2019.

"Wow, banyak kebohongan yang dikatakan oleh mantan pejabat kepala FBI Andrew McCabe," Kata Trump.

"McCabe dipecat karena ia berbohong, dan kini pernyataan yang dibuatnya semakin aneh. Dia dan Rosenstein tampaknya waktu itu sedang merencanakan tindakan yang sangat tidak sah, dan ketahuan," lanjutnya.

Trump seolah melempar tuduhan balik bahwa McCabe saat itu didapati melakukan sebuah tindakan tidak sah, yang dapat disebut sebagai "pengkhianatan" meskipun tidak dijelaskan secara lebih rinci.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.