Sukses

Aung San Suu Kyi Batal Hadir dalam Konferensi PBB di Jenewa

Hubungan pemerintah Myanmar dengan PBB tegang akibat krisis Muslim Rohingya. Mungkinkah itu penyebab Aung San Suu Kyi tak hadir di konferensi di Jenewa?

Liputan6.com, Jenewa - Myanmar akan diwakili oleh dua menteri dalam konferensi PBB di Jenewa pekan depan, bukan Pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, demikian menurut agenda terbaru konferensi itu, Kamis 21 Februari 2019.

Aung San Suu Kyi mantan tahanan politik dan penerima hadiah Nobel Perdamaian yang reputasinya belakangan ini terpuruk.

Hubungan pemerintahnya dengan PBB tegang akibat krisis Muslim Rohingya, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (23/2/2019).

Myanmar melarang pelapor khusus PBB bidang hak asasi manusia, Yanghee Lee datang ke negeri itu dan tidak mau menaikkan profil kordinator PBB setempat.

Misi pencari fakta yang ditugaskan PBB mengatakan militer Myanmar melancarkan pembunuhan masal dan perkosaan berkelompok terhadap Rohingya dengan tujuan genosida dan meminta para jenderal Myanmar yang bertanggungjawab diadili. Myanmar menolak temuan misi itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sembilan Negara Minta Sidang PBB Bahas Myanmar

Sebelumnya mencuat kabar bahwa Amerika, Inggris, Prancis bersama enam negara anggota Dewan Keamanan PBB meminta diadakan sidang untuk membahas masalah Myanmar. Sidan itu diperkirakan akan mendapat tentangan dari China, kata beberapa diplomat, Rabu 20 Februari seperti dilaporkan kantor berita AFP.

Kesembilan negara itu minta sidang diadakan pekan depan. Sidang juga digelar untuk mendengar laporan Utusan PBB Christine Schraner Burgener yang berada 12 hari di Myanmar bulan lalu membahas nasib pengungsi Rohingya. Ia sudah empat kali berkunjung ke Myanmar, tetapi tiap kali selalu pulang tanpa hasil.

Saat ini, ada 740 ribu Muslim Rohingya yang tinggal di kamp di Bangladesh. Mereka terusir dari negara bagian Rakhine, Myanmar oleh operasi militer pada 2017 yang oleh PBB digambarkan sebagai pembersihan etnis.

Myanmar bersedia menerima kembali sebagian dari pengungsi dalam kesepakatan dengan Bangladesh. Tetapi PBB bersikukuh keselamatan Rohingya itu harus menjadi kondisi bagi kepulangan mereka.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengkritik upaya Myanmar mengatasi krisis Rohingya yang dinilainya “terlalu lambat” dan menggambarkan kurangnya kemajuan dalam soal itu menimbulkan “frustrasi yang luar biasa”.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.