Sukses

Membelotnya Gadis 18 Tahun Bikin Arab Saudi Selidiki Penyalahgunaan Sistem Wali Pria

Kasus membelotnya seorang gadis remaja 18 tahun membuat pemerintah Arab Saudi selidiki penyalahgunaan sistem wali pria di negaranya.

Liputan6.com, Riyadh - Pemerintah Arab Saudi tengah menyelidiki bagaimana sistem perwalian pria yang berlaku di negaranya disalahgunakan, media Saudi melaporkan pada Senin, 4 Februari 2019.

Kebijakan itu dilakukan menyusul membelotnya seorang gadis 18 tahun di Thailand, bulan lalu, di mana memicu perhatian global atas tudingan pelanggaran HAM. Remaja itu kini mendapat suaka di Kanada.

Dikutip dari Channel News Asia pada Selasa (5/4/2018), setiap wanita di Arab Saudi harus ditemani oleh kerabat laki-laki untuk melakukan banyak hal, mulai dari bepergian hingga mengambil keputusan.

Biasanya wali pria diserahkan kerabat dekat, seperti ayah atau suami. Namun, juga terkadang wewenang itu diserahkan kepada paman, saudara lelaki, atau bahkan seorang putra kandung.

Menurut banyak kelompok pemerhati HAM, kebijakan itu mengubah wanita Arab Saudi menjadi warga negara kelas dua, merampas kebebasan sosial dan ekonomi mereka, serta menjadikan kaum Hawa lebih rentan terhadap kekerasan.

Tanpa sistem hukum yang dikodifikasikan untuk pergi dengan teks-teks yang membentuk syariah, atau hukum Islam, polisi dan pengadilan Saudi telah lama mengutip kebiasaan sosial dalam menegakkan larangan tertentu terhadap wanita.

Banyak aspek perwalian berasal dari praktik-praktik informal dan bukan undang-undang khusus.

Jaksa penuntut umum Saudi, Saud al-Mojeb mengatakan, kantornya tidak akan "berusaha keras melindungi individu, baik wanita, anak-anak atau orang tua, dari perlakuan tidak adil oleh mereka yang menyalahgunakan kekuasaan perwalian," lapor harian berbahasa Inggris, Saudi Gazette.

Kantornya hanya menerima sedikit keluhan tentang perwalian, ucapnya, tanpa memberikan perincian.

Kantor komunikasi pemerintah Arab Saudi tidak segera tersedia untuk memberikan komentar terkait laporan tersebut.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banyak Wanita Saudi Takut Melaporkan Pelecehan

Di lain pihak, para aktivisi HAM mengatakan banyak wanita Saudi takut untuk melaporkan pelecehan yang dialaminya kepada polisi. Mereka berpikir bahwa hal itu akan semakin membahayakan hidup mereka.

Melihat fakta tersebut, para aktivis menyerukan diakhirinya perwalian, yang meskipun telah terkikis secara perlahan selama bertahun-tahun, tetapi praktik nyatanya tetap berlaku.

Beberapa kebebasan telah diberikan di bawah reformasi yang digerakkan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang beberapa di antaranya adalah mengakhiri larangan mengemudi bagi wanita, dan mengurangi pembatasan pada pencampuran gender di ruang publik.

Meski begitu, otoritas Arab Saudi masih melakukan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, termasuk penangkapan dan dugaan penyiksaan terhadap aktivis hak-hak wanita serta ulama muslim.

MBS mengindikasikan tahun lalu bahwa dia lebih suka mengakhiri sistem perwalian, tetapi kemudian secara tiba-tiba berhenti mendukung rencana tersebut.

Nasib Rahaf Mohammed al-Qunun, yang menyelinap pergi dari keluarganya bulan lalu saat berlibur di Kuwait, dan kemudian rentetan twit memintan bantuan dari bandara Bangkok, memicu kampanye online yang berakhir dengan suaka di Kanada.

Arab Saudi, salah satu negara dengan pemisahan gender terbanyak di dunia, berada di peringkat 138 dari 144 negara dalam daftar Global Gender Gap 2017, yang dirilis dari hasil studi Forum Ekonomi Dunia tentang bagaimana kaum wanita berperan dalam partisipasi ekonomi dan politik, kesehatan serta pendidikan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.