Sukses

AS Mendakwa Huawei dan Kepala Keuangan Meng Wanzhou

Kementerian Kehakiman AS mendakwa perusahaan raksasa telekomunikasi China, Huawei dan kepala keuangannya (CFO) Meng Wanzhou.

Liputan6.com, Washington DC - Kementerian Kehakiman Amerika Serikat mendakwa perusahaan raksasa telekomunikasi China, Huawei dan kepala keuangannya (CFO) Meng Wanzhou.

AS mendakwa Huawei dan putri bos perusahaan itu, Meng dengan tuduhan penipuan bank, menghalangi proses hukum, dan pencurian teknologi, demikian seperti dilansir BBC, Selasa (29/1/2019).

Kasus ini disebur-sebut dapat meningkatkan ketegangan antara China dan AS, dan berdampak pada upaya ekspansi global Huawei. Sejauh ini Meng Wanzhou dan Huawei membantah tuduhan AS.

Meng Wanzhou ditangkap di Kanada bulan lalu atas permintaan AS yang menuduh putri pendiri Huawei itu menghindari sanksi Amerika terhadap Iran.

"Selama bertahun-tahun, perusahaan-perusahaan China telah melanggar undang-undang ekspor kami dan merusak sanksi, seringkali menggunakan sistem keuangan AS untuk memfasilitasi kegiatan ilegal mereka. Ini akan berakhir," kata Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengumumkan dakwaan itu.

Dalam sebuah pernyataan, Huawei menolak tuduhan itu, dengan mengatakan pihaknya tidak melakukan "salah satu dari pelanggaran yang dinyatakan" dan bahwa "tidak mengetahui adanya kesalahan oleh Nona Meng."

Dikatakan tuduhan itu sudah menjadi subjek gugatan perdata yang diselesaikan, di mana juri menemukan "tidak ada kerusakan atau tindakan yang disengaja dan jahat atas klaim dagang rahasia."

Dakwaan AS

Surat dakwaan tersebut menuduh Huawei telah menyesatkan AS dan bank global tentang hubungannya dengan dua anak perusahaan, Huawei Device USA dan Skycom Tech, untuk melakukan bisnis dengan Iran.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan kembali semua sanksi terhadap Iran yang dulu sempat dihapus berdasarkan perjanjian nuklir JCPOA 2015. Pada 2018, ketika Amerika resmi keluar dari JCPOA, Washington kembali memberlakukan sanksi yang lebih keras, memukul ekspor minyak, pengiriman dan bank.

Dakwaan kedua menuduh Huawei mencuri teknologi T-Mobile yang digunakan untuk menguji ketahanan ponsel pintar, serta menghalangi keadilan dan melakukan wire manipulation.

Teknologi T-Mobile yang dimaksud dikenal sebagai Tappy, robot yang meniru mekanis jari manusia untuk menguji ketahanan ponsel --mensimulasikan bagaimana jari manusia menekan-nekan ponsel itu.

Secara keseluruhan, AS telah mengajukan 23 dakwaan terhadap perusahaan.

"Dakwaan ini menyatakan dugaan terang-terangan Huawei karena telah mengabaikan hukum negara kita dan praktik standar bisnis global," kata Direktur FBI Christopher Wray.

Direktur Wray mengatakan perusahaan seperti Huawei "menimbulkan ancaman ganda bagi keamanan ekonomi dan nasional kita."

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kisruh AS dan Huawei

Huawei adalah salah satu penyedia peralatan dan layanan telekomunikasi terbesar di dunia, baru-baru ini menyalip Apple untuk menjadi pembuat smartphone terbesar kedua berdasarkan volume setelah Samsung.

Tetapi AS dan negara-negara Barat lainnya khawatir bahwa pemerintah China dapat menggunakan teknologi Huawei untuk memperluas kemampuan mata-matanya, meskipun perusahaan itu menegaskan tidak ada kontrol pemerintah pada setiap produk firma itu.

Penangkapan Meng Wanzhou, putri pendiri Huawei, di Kanada atas prakarsa AS pada 2018 lalu juga telah membuat marah Tiongkok.

Tuduhan datang saat AS dan China bersiap untuk mengadakan pembicaraan perdagangan tingkat tinggi di Washington minggu ini guna meredakan perang dagang kedua negara.

Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyatakan bahwa tuduhan Huawei "sepenuhnya terpisah" dari negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung dengan China.

Namun, dakwaan tersebut berfokus pada dugaan pencurian teknologi AS, yang telah menjadi titik penting dalam negosiasi perdagangan.

Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengenakan tarif barang-barang Tiongkok senilai US$ 250 miliar, mendorong Beijing untuk merespons dengan tarifnya sendiri.

Kedua negara sepakat pad Desember 2018 lalu untuk menangguhkan tarif baru selama 90 hari untuk memungkinkan pembicaraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.