Sukses

AS dan Taliban Akan Lanjut Berunding soal Perdamaian Afghanistan Bulan Depan

Setelah mencapai hasil positif dalam dialog di Doha pekan lalu, Amerika Serikat dan Taliban Afghanistan sementara dijadwalkan akan bertemu lagi pada 25 Februari.

Liputan6.com, Doha - Setelah mencapai hasil positif dalam dialog di Doha pekan lalu, Amerika Serikat dan Taliban Afghanistan sementara dijadwalkan akan bertemu lagi pada 25 Februari untuk menindaklanjuti pembicaraan mereka.

Perkembangan terbaru ini dilaporkan oleh seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Qatar pada Minggu 27 Januari 2019.

Pejabat itu menjelaskan, rancangan persetujuan dimaksud dicapai pekan lalu setelah perundingan enam hari di Doha.

Di situ disebut bahwa pasukan Amerika akan keluar 18 bulan setelah persetujuan ditandatangani yang berpotensi mengakhiri perang lebih dari 17 tahun setelah pasukan pimpinan Amerika menginvasi Afghanistan, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (28/1/2019).

Menurut Taliban, kelompok itu memberi jaminan bahwa Afghanistan tidak akan dibiarkan digunakan oleh militan al-Qaeda dan ISIS untuk menyerang Amerika bersama sekutunya – yang merupakan tuntutan awal Amerika.

Kemajuan dalam pembicaraan antara kedua pihak ini terbetik sementara Taliban hampir setiap hari terus melancarkan serangan terhadap pemerintah Afghanistan dan pasukan keamanannya yang didukung Barat.

Di samping kehadiran pasukan asing di bawah pimpinan Amerika untuk melatih, membimbing dan membantu pasukan Afghanistan, Taliban menguasai hampir separuh wilayah negeri itu.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Capai Kemajuan, tapi...

Perwakilan Amerika Serikat dan Taliban mengatakan telah mencapai kemajuan dalam perundingan perdamaian Afghanistan yang mereka lakukan selama enam hari di Doha, Qatar, pada pekan lalu.

Akan tetapi, pertemuan itu tidak diiringi dengan pembuatan kesepakatan oleh kedua pihak, meninggalkan kesan bahwa dialog di Doha hanya berjalan di tempat.

Kendati demikian, Utusan Khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilizad mengatakan pada Sabtu, 26 Januari 2019 bahwa pembicaraan dengan Taliban telah "lebih produktif daripada sebelumnya," dan bahwa "kemajuan signifikan pada masalah-masalah vital" telah dibuat, demikian seperti dikutip dari CNN, Senin (28/1/2019).

Dalam serangkaian pesan yang di-posting ke Twitter, Khalilzad juga mengatakan dia akan terbang ke Afghanistan untuk berkonsultasi dengan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani dan untuk "membangun momentum serta melanjutkan pembicaraan segera."

Khalilzad memperingatkan bahwa masih ada "sejumlah masalah yang tersisa untuk diselesaikan."

"Tidak ada yang disepakati sampai semuanya disepakati, dan 'semuanya' harus mencakup dialog intra-Afghanistan dan gencatan senjata komprehensif," kata Khalilzad, mereferensi agar pemerintahan Presiden Ghani harus dilibatkan dalam berbagai kesepakatan yang akan dibuat.

Taliban telah sejak lama menyatakan enggan berdialog dengan pemerintahan Ghani.

Para negosiator Amerika menyadari sekat di antara kedua belah pihak, dan oleh karenanya, mereka dikabarkan tengah mengupayakan agar AS menjadi penengah terkait prospek pertemuan Taliban-Kabul yang vital--kata pejabat Amerika anonim yang memahami jalannya perundingan.

Negosiasi yang diupayakan AS juga mencakup gencatan senjata dan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan sebagai prasyarat bagi Taliban untuk melanjutkan dialog ke tahap selanjutnya, tambah pejabat itu.

Namun, sumber itu juga menambahkan bahwa negosiator AS turut mempertimbangkan kemungkinan dampak buruk dari prospek penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan.

Satu kekhawatiran, kata sumber itu, adalah bahwa jika AS menyetujui gencatan dan menarik pasukan tanpa mendulang kesepakatan berarti dari Taliban, pemerintah Afghanistan akan jatuh dan berpotensi memicu al-Qaeda kembali menjamur.

Kehadiran al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden medio 2001 pascateror 9/11 menjadi salah satu alasan bagi AS untuk menginvasi negara itu--membuat mereka tetap bertahan di sana selama hampir dua dekade dan menjadikannya perang terpanjang yang pernah dilakukan oleh militer Amerika. Baca selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini