Sukses

PM Australia Klaim Berkomunikasi dengan RI soal Bebasnya Abu Bakar Baasyir

PM Australia Scott Morrison mengaku berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia perihal pembebasan Abu Bakar Baasyir.

Liputan6.com, Cairns - Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengaku telah berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia perihal pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.

Merespons pembebasan Baasyir baru-baru ini, Canberra menolak 'keringanan' hukum terhadap ulama itu.

"Kami telah sangat jelas tentang perlunya memastikan bahwa sebagai bagian dari upaya bersama kami melawan terorisme ... bahwa Abu Bakar Baasyir tidak akan berada dalam posisi apa pun atau dengan cara apa pun dapat mempengaruhi atau menghasut apa pun," Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan kepada wartawan di Cairns, timur laut Queensland pada Senin 21 Januari 2019, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (22/1/2019).

"Kami telah konsisten ... tentang keprihatinan kami tentang Abu Bakar Baasyir dan bahwa ia harus menjalankan apa yang telah disampaikan oleh sistem peradilan Indonesia kepadanya sebagai hukumannya," tambahnya.

"Orang Australia mati secara mengerikan pada malam itu dan saya pikir orang Australia di mana pun akan mengharapkan bahwa masalah ini diperlakukan dengan sangat serius."

"Kami juga berharap bahwa pemerintah Indonesia akan sangat menghormati Australia dalam cara mereka mengelola masalah ini," kata Morrison.

Tanggapan Presiden Jokowi

Dalam komentar terpisah yang tampak ditujukan untuk menanggapi komentar PM Scott Morrison, Presiden Joko Widodo memberikan penjelasan tentang pertimbangan aspek kemanusiaan untuk pembebasan Abu Bakar Baasyir. Presiden menegaskan bahwa dirinya tidak akan bertindak dengan menyalahi prosedur hukum dalam proses yang dilakukan soal Ustaz Abu Bakar Baasyir.

"Ustaz Abu Bakar Baasyir sudah sepuh dan kesehatannya sering terganggu. Ya bayangkan kalau kita sebagai anak melihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu. Itulah (sebelumnya) yang saya sampaikan secara kemanusiaan," kata Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.

Presiden Joko Widodo saat akan foto bersama perwakilan nelayan seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/1). Jokowi mengingatkan para nelayan serta pengusaha perikanan untuk menggunakan Bank Mikro Nelayan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Meski demikian, dalam prosesnya, terdapat aspek lain yang harus tetap ditaati, yaitu prosedur hukum yang sesuai dengan perundang-undangan.

"Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Syaratnya itu harus dipenuhi. Contohnya setia pada NKRI, setia pada Pancasila. Itu sangat prinsip sekali," tuturnya.

Saat ini, pembebasan bersyarat Abu Bakar Baasyir tengah dikaji oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. Untuk sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, Presiden menyerahkannya kepada pihak Abu Bakar Baasyir.

"Ini ada sistem dan mekanisme hukum yang harus kita tempuh. Saya disuruh menabrak (sistem) kan enggak bisa. Apalagi sekali lagi ini sesuatu (persyaratan) yang basic, setia NKRI, setia Pancasila. Itu basic sekali," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak mempertimbangkan keberatan Australia dalam proses pembebasan Abu Bakar Baasyir. Pemerintah hanya memperhatikan aspek hukum dan kemanusiaan.

"Kita tidak mempertimbangkan keberatan atau tidak keberatannya negara lain," tegas JK di kantornya, Selasa 22 Januari 2019.

JK lalu mencontohkan kebijakan dalam negeri Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, saat itu Indonesia telah melayangkan keberatan kepada Australia.

"Sama juga Australia tidak menjadikan protes Indonesia soal Yerussalem harus dipenuhi. Permintaan juga soal Yerussalem tapi tetap diakui," ucap JK.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Pengacara Baasyir

Sementara itu, pengacara Abu Bakar Baasyir sebelumnya mengatakan, kliennya telah memenuhi syarat untuk dibebaskan lebih awal karena sudah menjalani lebih dari sepertiga hukumannya, tetapi dia menolak menandatangani dokumen yang merinci persyaratan untuk masa percobaannya.

Baasyir dianggap sebagai pemimpin kelompok Jemaah Islamiyah (JI). Ia divonis penjara 15 tahun pada 2010 di bawah undang-undang anti-terorisme karena terkait dengan kamp pelatihan militan di Aceh.

Meskipun disebut terkait dengan tragedi Bom Bali 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang --dengan banyak di antaranya warga negara Australia-- Abu Bakar Baasyir tidak dijatuhi pidana atas kejadian tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.