Sukses

Kemlu RI Serah Terima WNI yang Bebas dari Penyanderaan di Filipina kepada Keluarga

Kementerian Luar Negeri RI menyerahterimakan Samsul Saguni (39), WNI yang dibebaskan dari penyanderaan di Filipina Selatan kepada keluarga.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI, pada Jumat 18 Januari 2019, telah memulangkan dan menyerahterimakan Samsul Saguni (39), WNI yang dibebaskan dari penyanderaan oleh kelompok bersenjata diduga terafiliasi Abu Sayyaf di Filipina Selatan pada 15 Januari 2019.

Serah terima dilakukan oleh Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir dan disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Filipina, Sonny Sarundajang, serta Wakil Bupati Majene, H. Hidayat. Samsul diserahkan langsung kepada keluarga.

"Pembebasan ini melibatkan proses yang sangat sulit dan berbahaya. Namun hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah demi melindungi nyawa WNI-nya. Karena itu, rasa syukur kita dengan hal ini agar diekspresikan sebaik mungkin. Apalagi masih ada 2 sandera yang belum bebas", ujar A.M. Fachir dalam sambutannya di depan keluarga, dalam rilis yang dimuat Liputan6.com, Jumat (18/1/2019).

Samsul Saguni, WNI asal Majene, diculik di perairan Pulau Gaya, Semporna, Sabah, pada 11 September 2018. Ia disandera oleh kelompok kriminal bersenjata di pulau Sulu, Filipina Selatan selama 4 bulan 4 hari.

(kredit: Kementerian Luar Negeri RI)

Ia adalah nelayan WNI keempat asal Majene, Sulawesi Barat, yang diculik di perairan Sabah dan dibebaskan dari penyanderaan. Sebelumnya Sawal dan Saparudin yang diculik pada November 2016 dan dibebaskan pada September 2017. Selain itu juga ada Usman Yunus yang diculik September 2018 dan dibebaskan Desember 2018.

Sementara itu, Wakil Bupati Majene menjelaskan bahwa Pemda Kabupaten Majene dan Provinsi Sulawesi Barat tidak lagi mengijinkan warganya untuk bekerja sebagai nelayan di Sabah, Malaysia. Sebagai alternatif, Pemda mendorong pengembangan industri penangkapan ikan laut di daerahnya.

"Kami tidak ingin mereka kembali bekerja di Sabah, Malaysia. Kami bersama Pemerintah Provinsi sudah membeli kapal dan mempekerjakan para nelayan eks Sabah ini, termasuk Saparudin yang bebas tahun 2017. Insya Allah Samsul juga akan bekerja disitu", papar H. Hidayat, Wakil Bupati Majene, yang sejak kasus penyanderaan WNI asal Majene pertamakalinya tahun 2016 selalu bekerjasama dengan Kemlu menangani keluarga.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kelompok Kriminal Terafiliasi Abu Sayyaf?

Sementara itu, menurut Kementerian Luar Negeri RI, salah satu alasan yang pada awalnya membuat otoritas sulit untuk mengidentifikasi pelaku penculikan dan penyanderaan dua WNI pada 11 September 2018 lalu, disebabkan oleh banyaknya kelompok kecil yang 'mengaku-ngaku atau menjadi grup sempalan' dari Abu Sayyaf.

"Sejak Isnilon Hapilon tewas, Abu Sayyaf telah terpecah menjadi puluhan hingga ratusan sub-kelompok dan sempalan yang tersebar di Filipina selatan. Bahkan ada juga beberapa kelompok kecil yang baru muncul yang kemudian mengatasnamakan diri mereka sebagai afiliasi Abu Sayyaf," kata Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kemlu RI, dalam dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jakarta, Rabu 19 September 2018.

"Jadi, ketika media asing telah menyebut bahwa pelaku kasus penculikan terbaru adalah Abu Sayyaf, ya, karena memang kelompok itulah yang dikenal merambah di Filipina selatan."

"Di sisi lain, para kelompok kriminal di Filipina selatan telah memandang nama Abu Sayyaf sebagai sebuah brand, sebuah trademark. Semua penculik kemudian mengambil nama Abu Sayyaf dalam melakukan aksinya."

Sementara itu, Duta Besar RI untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang, pada September 2018, mendeskripikan bahwa Abu Sayyaf adalah kelompok kriminal "yang kerjaannya menculik orang untuk minta tebusan, karena mereka butuh uang."

"Mereka ini murni kelompok kriminal. Banyak yang menghubungkan mereka dengan gerakan garis keras, radikal, atau terafiliasi ISIS. Tapi saya kira tidak. Mereka motifnya murni kriminal, ingin ambil sesuatu, betul-betul kriminal."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.