Sukses

Polisi Sudan Tembaki Ribuan Demonstran yang Menuntut Presiden Mundur

Polisi Sudan dilaporkan menembaki ribuan demonstran yang menuntut mundurnya penguasa setempat, Omar Al Bashir.

Liputan6.com, Khartoum - Ribuan orang turun ke jalan-jalan di banyak kota d Sudan, termasuk ibu kota Khartoum, tempat di mana para aktivis mengatakan dua orang tewas terbunuh dalam bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa, yang mendesak diakhirinya pemerintahan Presiden Omar al-Bashir selama 30 tahun terakhir.

Protes hari Kamis itu menandai meluasnya aksi kekerasan sejak kerusuhan dimulai pada 19 Desember 2018 lalu.

Dikutip dari The Guardian pada Jumat (18/1/2019), aksi protes dipicu oleh kenaikan harga bahan pokok dan krisis uang tunai, namun dengan cepat berkembang menjadi demonstrasi melawan Bashir.

Dalam bentrokan paling kejam di Sudan dalam satu dekade terakhir, polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan demonstran di distrik Burri, Khartoum. Pihak keamanan juga dilaporkan mengejar dan menangkapi para beberapa pengunjuk rasa dengan tongkat.

Sementara itu, ratusan pria dan wanita muda memblokir banyak jalan dan gang di ibu kota Khartoum dengan membakar ban, dan beberapa melemparkan batu ke pasukan keamanan, kata saksi mata.

Banyak yang meneriakkan "turun, hanya itu" untuk mengirim pesan bahwa satu-satunya permintaan mereka adalah pengunduran diri Bashir dari jabatan presiden Sudan.

Sebuah rekaman video langsung (live) yang diunggah ke media sosial oleh kantor berita Reuters, menunjukkan pasukan keamanan mengarahkan senjata ke pengunjuk rasa di Burri. Suara tembakan bisa didengar dalam siaran itu.

Dalam video tersebut, seorang demonstran meneriakkan "mengapa Anda menembak?". Sementara beberapa pengunjuk rasa lainnya mengenakan topeng untuk berlindung dari gas air mata. Mereka juga berlarian merunduk untuk menghindari tembakan polisi.

Tidak jelas apakah karet atau peluru hidup yang ditembakkan polisi Sudan ke arah demonstran.

"Ada orang yang menembaki kami," kata seorang pengunjuk rasa. "Mereka menembakkan peluru karet."

Pihak Keamanan Serang Ruang Medis Darurat

Dia mengatakan melihat lima orang jatuh ke tanah, menambahkan dia tidak yakin apakah mereka terkena peluru karet atau peluru tajam.

Selain itu, dia juga mengatakan telah melihat beberapa orang terluka lainnya dibawa pergi, tetapi pasukan keamanan Sudan memblokir daerah itu, dan yang terluka tidak dapat mencapai rumah sakit.

Sebaliknya mereka dirawat di instalasi gawat darurat yang didirikan di dalam rumah dan bangunan terdekat.

Pada titik tertentu, pasukan keamanan mendekati klinik sementara itu dan menembakkan gas air mata ke dalamnya, ketika orang yang terluka tengah dirawat, lapor tiga orang saksi.

 

Simak video pilihan berikut: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

40 Orang Dilaporkan Tewas Sejauh Ini

Ratusan orang juga terlibat unjuk rasa serupa di beberapa kota lainnya di Sudan, seperti di al-Qadarif, Atbara, Port Sudan, al-Dueim dan al-Ubayyid.

Di sana, menurut para saksi mata, kerumunan demonstran juga "dihajar mundur" oleh polisi menggunakan tembakan gas air mata.

Sementara itu, Amnesty International melaporkan bahwa 24 orang terbunuh dalam bentrokan yang terjadi selama lebih dari sepekan terakhir.

Aparat keamanan terkadang menggunakan amunisi langsung untuk membubarkan demonstrasi, kata Amnesty International, yang menyebut total korban tewas dalam unjuk rasa yang berlarut-larut di Sudan mencapai lebih dari 40 orang.

Di lain pihak, Presiden Sudan Omar al-Bashir menyalahkan pihak asing sebagai "provokator" dalam kerusuhan tersebut, dan menegaskan bahwa hal itu tidak akan mengubah pemerintahan.

Bashir juga menantang para lawan-lawannya untuk bertaruh menentukan kekuasaan melalui pemungutan suara nasional.

Sementara itu, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Michelle Bachelet, mengatakan bahwa dia sangat khawatir tentang laporan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pasukan keamanan Sudan.

Sebagaimana diketahui, Sudan telah bergelut menyelamatkan ekonominya sejak kehilangan tiga perempat dari produksi minyak nasional setempat, ketika Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011.

Meski AS telah mencabut sanksi perdagangan 20 tahun pada 2017, namun banyak investor terus menghindari tebar investasi di Sudan, yang menurut Washington, masuk termasuk ke dalam daftar negara pendukung terorisme.

Bashir dicari oleh pengadilan kriminal internasional atas dakwaan, yang dia bantah, sebagai dalang genosida di wilayah Darfur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.