Sukses

Bobol Data Perusahaan Asuransi, Peretas Manfaatkan Tragedi Serangan 9/11

Para peretas tampaknya mencoba memanfaatkan teori konspirasi tentang serangan 11 September 2001 atau 9/11, saat membobol perusahaan asuransi.

Liputan6.com, Washington DC - Pada saat Malam Tahun Baru 2019, sekelompok peretas mengumumkan bahwa mereka telah meretas sebuah firma hukum yang menangani kasus-kasus Serangan 11 September 2001 atau dikenal sebagai Tragedi 9/11.

Mereka juga mengancam akan merilis cache (tempat penyimpanan data yang sifatnya sementara) berukuran besar dari berkas-berkas internal secara terbuka, kecuali permintaan mereka dipenuhi.

Kabar itu kemudian diidentifikasikan oleh pihak berwenang Amerika Serikat sebagai upaya pemerasan publik dari geng yang dikenal sebagai The Dark Overlord, yang sebelumnya menargetkan studio produksi Netflix, serta sejumlah pusat medis dan bisnis swasta di seluruh Negeri Paman Sam.

Berita ini juga menandakan adanya evolusi strategi dari The Dark Overlord, yang telah berkembang dengan memanfaatkan media untuk memberikan tekanan pada korban. Mereka mengaku telah mendistribusikan ancaman dan mencuri data dengan cara yang lebih luas.

Dalam pengumuman yang dipublikasikan di situs web Pastebin, The Dark Overlord menunjuk ke beberapa perusahaan asuransi dan firma hukum yang berbeda, mengklaim secara spesifik bahwa mereka meretas Hiscox Syndicates Ltd, Lloyds of London, dan Silverstein Properties.

"Hiscox Syndicates Ltd dan Lloyds of London adalah beberapa perusahaan asuransi terbesar di planet ini yang mengasuransikan semua sektor, mulai dari kebijakan terkecil hingga beberapa kebijakan terbesar, dan yang bahkan mengasuransikan struktur seperti World Trade Center," tulis komplotan tersebut, seperti dikutip dari situs iflscience.com, Selasa (15/1/2019).

Meski demikian, belum diketahui dengan pasti dokumen persis apa yang dicuri oleh peretas itu. Yang jelas, mereka seperti sedang mencoba memanfaatkan teori konspirasi seputar Serangan 9/11.

"Kami akan memberikan banyak jawaban tentang konspirasi 9.11 melalui 18.000 dokumen rahasia kami yang kami bocorkan dari @HiscoxComms dan lain-lain," tulis kelompok itu melalui media sosial semacam Twitter dengan akun @tdo_h4ck3rs pada Senin, 31 Desember 2018.

Seorang juru bicara untuk Hiscox Group mengkonfirmasi bahwa para peretas itu telah melanggar sebuah firma hukum sebagai penasihat perusahaan, dan kemungkinan mencuri file-file yang berkaitan dengan litigasi seputar Serangan 9/11.

"Sistem firma hukum tidak terhubung ke infrastruktur IT Hiscox dan sistem Hiscox sendiri tidak terpengaruh oleh insiden ini. Salah satu kasus yang ditangani oleh firma hukum Hiscox dan perusahaan asuransi lain yang terkait dengan litigasi dari peristiwa 9/11, percaya bahwa informasi yang berkaitan dengan ini dicuri selama pelanggaran itu," tulis juru bicara itu melalui sebuah surat elektronik atau email.

"Setelah Hiscox diberitahu tentang adanya pelanggaran data firma hukum, kami mengambil tindakan tegas dan memberi tahu pemegang polis agar melakukan hal-hal yang perlu dilakukan dengan segera. Kami akan terus berkomunikasi dengan penegak hukum di Inggris dan Amerika Serikat tentang masalah ini," tambah pihak Hiscox.

Di satu sisi, Lloyds of London enggan berkomentar apa pun.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banyak Dokumen Rahasia yang Bocor

Sementara itu, kelompok peretas tersebut menerbitkan serangkaian kecil surat, email, dan dokumen lain yang menyebutkan berbagai firma hukum, termasuk Transport Security Administration (TSA) dan Federal Aviation Administration (FAA).

Dokumen-dokumen itu sendiri tampaknya cukup tidak berbahaya, tetapi kelompok itu terus mengunggah file lebih banyak.

Dalam catatan pemerasannya, The Dark Overlord menyertakan tautan untuk arsip dokumen 10GB (gigabyte) yang diduga dicurinya. Cache di dalamnya dienkripsi, tetapi para peretas terus membuka 'kunci' dan berbagai set dokumen sekaligus, kecuali perusahaan yang jadi korban bersedia membayar peretas dengan biaya tebusan berupa Bitcoin.

"Bayar, atau kami akan menguburmu dengan segala sesuatu tentang ini. Jika Anda gagal, maka kami akan membeberkan kembali dokumen lainnya. Setiap kali 'kunci' enkripsi kami buka, maka gelombang tanggung jawab baru akan menimpa Anda," demikian bunyi catatan pemerasan itu.

The Dark Overlord juga mengklaim, mereka menawarkan untuk menjual data-data di forum peretasan web tersebut, dan berusaha memeras individu yang mungkin terkait dalam dokumen itu.

"Jika Anda salah satu dari puluhan perusahaan pengacara yang terlibat dalam litigasi, seorang politisi yang terlibat dalam kasus ini, sebuah agen penegakan hukum yang terlibat dalam penyelidikan, sebuah perusahaan manajemen properti, bank investasi, klien, referensi, firma asuransi global, atau siapa pun, Anda dipersilakan untuk menghubungi email kami di bawah ini dan membuat permintaan agar dokumen dan materi Anda secara resmi ditarik dari setiap rilis yang kami dipublikasikan. Namun bagaimana pun juga, ini tidak gratis," imbuh para peretas.

Hingga saat ini, penyelidikan masih dilakukan oleh FBI dan CIA. Namun, karena sebagian pemerintah federal Amerika Serikat masih shutdown, pekerjaan mereka akan menemui sedikit kendala.

Belum diketahui pasti kapan hasil investigasi sementara akan diumumkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.