Sukses

PM Inggris: Gagalnya Brexit Bisa Berakibat Bencana

PM Inggris mewanti-wanti Parlemen atas ketidaksepakatan yang berlarut di kalangan legislatif soal Brexit, yang jika dibiarkan mungkin akan berujung pada kegagalan rencana itu.

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris, Theresa May mewanti-wanti Parlemen atas ketidaksepakatan yang berlarut di kalangan legislatif soal Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), yang jika dibiarkan mungkin akan berujung pada kegagalan rencana itu.

Menulis di Sunday Express, PM May memohon kepada para anggota parlemen untuk mendukung perjanjian Brexit-nya dalam pemungutan suara di House of Commons (lower-house Parlemen Inggris) pada Selasa 15 Januari 2019 mendatang. Pemilihan itu akan menentukan persetujuan House of Commons terhadap paket Brexit versi PM May.

"Kegagalan untuk memberikan Brexit akan menjadi pelanggaran kepercayaan yang besar dan tak termaafkan dalam demokrasi kita", Perdana Menteri Theresa May memperingatkan, seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/1/2019).

"Tidak melakukan hal itu berisiko membuat Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan atau Brexit tidak terjadi sama sekali," lanjutnya.

May juga dikatakan khawatir tentang prospek anggota parlemen non-penjabat menteri yang berpeluang mengambil kendali Brexit jika sang PM kalah dalam pemungutan suara Selasa nanti.

The Sunday Times melaporkan rencana kelompok lintas partai anggota parlemen untuk mengubah aturan House of Commons untuk memungkinkan gerakan para backbencher (anggota parlemen non-penjabat menteri atau posisi strategis) untuk diutamakan atas bisnis pemerintah jika Brexit versi Theresa May gagal dalam pemungutan Selasa.

Itu akan memberikan anggota parlemen biasa, alih-alih anggota parlemen penjabat menteri, kontrol atas bisnis parlementer dan mengesampingkan perdana menteri.

Satu kemungkinan adalah bahwa para backbencher kemudian dapat secara hukum memaksa pemerintah untuk menunda Brexit di luar tanggal yang ditetapkan --sebuah proposal yang telah diminta oleh beberapa anggota parlemen, kata BBC.

Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret 2019 secara otomatis, terlepas apakah kesepakatan poin-poin negosiasi Brexit telah disahkan oleh anggota parlemen atau tidak.

Menulis di Sunday Express, PM May mengatakan House of Commons memberikan suara pada kesepakatan penarikan Brexit-nya yang akan menjadi "keputusan terbesar dan paling penting yang diminta oleh setiap anggota parlemen dari generasi kita".

PM May secara luas diperkirakan akan kehilangan suara pada perjanjian penarikan yang dia capai dengan Uni Eropa, sesuatu yang beberapa menteri katakan akan menyebabkan Brexit "lumpuh".

Sang PM berkata: "Ketika Anda memilih untuk memberikan suara dalam referendum, Anda melakukannya karena Anda ingin suara Anda didengar."

"Beberapa dari Anda menaruh kepercayaan pada proses politik untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Kami tidak bisa - dan tidak boleh - mengecewakan Anda."

"Melakukan hal itu akan menjadi pelanggaran kepercayaan dan bencana yang tak termaafkan dalam demokrasi kita.

"Jadi pesan saya ke Parlemen akhir pekan ini sederhana: Sudah waktunya untuk melupakan permainan dan melakukan apa yang benar untuk negara kita."

Sementara itu, Sadiq Khan, Wali Kota London dari Partai Buruh (yang beroposisi dengan Partai Konservatif PM May) telah menyarankan bahwa PM May harus mundur dan mengadakan pemilihan umum jika ia kalah dalam pemilihan Selasa mendatang.

Menulis di The Guardian's Observer, dia berkata: "Jika pemerintah dan parlemen kita tidak mampu menemukan jalan keluar dari kekacauan ini, itu harus diambil dari tangan para politisi dan dikembalikan kepada rakyat Inggris untuk mengambil kembali kendali."

Mantan Menteri Brexit, Dominic Raab mengatakan, kesepakatan Brexit PM May "mencekik peluang yang ditawarkan Brexit".

Dia mengatakan jika PM May kehilangan hak pilih pada Selasa, negosiasi dengan Uni Eropa harus dilanjutkan, tetapi jika "kekejaman Uni Eropa berlanjut", Inggris harus rela meninggalkan Uni Eropa pada akhir Maret dengan syarat tanpa paket Brexit apapun --menjadikan Inggris wajib mematuhi ketentuan perdagangan sesuai peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) seperti negara non-Uni Eropa pada umumnya.

"Kami akan berada dalam posisi yang lebih kuat saat itu, untuk melanjutkan negosiasi sebagai negara ketiga yang independen," katanya.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PM Inggris Terancam Kehilangan Pengaruh Jika Amandemen Brexit Ditolak

Banyak pengamat politik di Inggris meramalkan bahwa Perdana Menteri Theresa May akan kian kehilangan pengaruh jika amandemen Brexit ditolak pada pertemuan parlemen pada pekan depan.

PM May didesak untuk menetapkan rencana candangan dalam sisa hari kerja, sejak kekalahan dirinya dalam perdebatan tentang amandemen Brexit pada Selalu lalu.

Dikutip dari The Guardian pada Kamis 10 Januari 2019, sebagian besar anggota parlemen, termasuk pemimpinnya, Andrea Leadsom, berulang kali mempertanyakan pendekatan apa yang dibawa PM May terkait pengajuan amandemen Brexit.

Beberapa dari mereka bahkan menuduh PM Theresa May bias dalam merombak rencana kesepakatan Brexit. Baca selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.