Sukses

Halau Rombongan Imigran, Petugas AS Tembakkan Gas Air Mata ke Meksiko

Otoritas AS menembakkan gas air mata ke Meksiko ketika sekitar 150 imigran berusaha melintasi perbatasan secara ilegal ke San Diego.

Liputan6.com, San Diego - Otoritas perbatasan Amerika Serikat menembakkan gas air mata ke Meksiko pada Senin 31 Desember 2018 malam waktu setempat, ketika sekitar 150 imigran berusaha melintasi perbatasan secara ilegal ke San Diego, California.

Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengatakan, langkah-langkah tidak mematikan itu tidak ditujukan pada mereka yang aktif memanjat pagar, tetapi pada orang-orang yang melemparkan batu di selatan perbatasan.

"Penanggulangan ini berhasil menekan pelempar batu yang menyebabkan mereka lari dari daerah itu," kata CBP dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari ABC News, Rabu (2/1/2019).

Seorang juru bicara Kementerian Keamanan Dalam Negeri menggambarkan kelompok imigran pelempar batu itu sebagai "gerombolan yang beringas."

Beberapa anak merupakan bagian dari imigran yang berusaha menyeberang, dan petugas melaporkan melihat sejumlah dari mereka mengangkat "anak-anak balita ke atas pagar dan melewati kawat berduri."

Patroli Perbatasan juga menggunakan alat asap dan semprotan merica pada para imigran. 25 orang ditangkap, termasuk dua remaja yang berusaha menyeberang, menurut CBP. Mereka tidak terluka.

"Agen CBP mengamati beberapa orang yang melemparkan batu tampaknya telah mempersiapkan diri untuk serangan itu dengan mengoleskan pelembab ke wajah mereka untuk melawan efek amunisi kimia," Rodney Scott, kepala agen patroli CBP di San Diego, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diposting di Instagram.

"Beberapa penangkapan dilakukan, semua individu dari Amerika tengah. Tidak ada cedera yang diderita baik oleh agen maupun individu yang ditangkap."

Insiden ini sedang menjalani tinjauan internal, apakah praktik penghalauan awal pekan ini sesuai standar pedoman CBP.

CBP sempat menjadi perhatian pada Desember 2018 karena menggunakan gas air mata ketika sekelompok besar imigran berusaha menyeberang ke San Diego, Amerika Serikat.

Meskipun kebijakan CBP mengatakan agen tidak diperbolehkan menggunakan gas air mata pada wanita hamil dan anak-anak, namun beberapa dari mereka berada di antara kelompok imigran dalam insiden Desember 2018.

CBP juga telah menangkap 42 imigran setelah insiden November, tetapi dakwaan pidana tidak diajukan.

Para migran yang ditangkap selama insiden Senin malam kemungkinan akan menghadapi proses deportasi, tetapi juga akan memiliki kesempatan untuk mengajukan suaka ke Amerika Serikat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Meksiko Roberto Velasco mengatakan pemerintahnya "menyesalkan peristiwa-peristiwa" di perbatasan itu. Menurut dia, Meksiko "menghormati hak asasi manusia, keamanan dan integritas para migran, dan menyerukan agar hukum di kedua sisi perbatasan itu dihormati."

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bocah Imigran Tewas dalam Tahanan di Perbatasan AS - Meksiko

Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun dari Guatemala, Amerika Tengah meninggal dalam tahanan pemerintah Amerika Serikat di perbatasan AS-Meksiko pada 25 Desember 2018, kata pihak imigrasi.

Anak itu diketahui bernama Felipe Alonzo-Gomez, kata seorang anggota legislator Negara Bagian Texas yang berbatasan dengan Meksiko, seperti dikutip dari BBC, Rabu (26/12/2018).

Bocah itu meninggal tak lama setelah tengah malam pada 25 Desember, kata Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP).

Dalam sebuah pernyataan sehari sebelum kematian Felipe, CBP pada Senin 24 Desember mengatakan anak berusia delapan tahun itu sempat memperlihatkan "tanda-tanda berpotensi mengidap suatu penyakit."

Dilaporkan bahwa ia dan ayahnya dibawa ke rumah sakit di Alamogordo, New Mexico (negara bagian AS yang berbatasan dengan Meksiko), tempat bocah itu didiagnosis menderita pilek dan demam, diberi resep amoksisilin dan ibuprofen, dan dilepaskan pada Senin sore.

Dia kembali ke rumah sakit pada Senin malam setelah mulai muntah dan meninggal di sana hanya beberapa jam kemudian, tengah malam 25 Desember, demikian ditambahkan pernyataan itu.

CBP mengatakan penyebab kematian belum ditentukan, dan bahwa inspektur jenderal Kementerian Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan pemerintah Guatemala telah diberitahu. Baca selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.