Sukses

1-1-46 SM: Asal Muasal Perayaan Tahun Baru Pada 1 Januari

Tahukah Anda bahwa zaman dahulu kala, tahun baru tak dirayakan pada tanggal 1 Januari. Ini alasannya...

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 1 Januari adalah hari pertama dalam kalender Gregorian maupun kalender Julian. Awal bulan di tahun yang baru. Pergantian menuju tahun baru tersebut kerap dirayakan oleh khalayak dengan baragam cara.

Tapi, tahukah Anda bahwa zaman dahulu kala, tahun baru tak dirayakan pada tanggal 1 Januari. 

Masyarakat Babilonia kuno menjadi pemula. Pada 4.000 tahun lalu, mereka merayakan pergantian tahun pada akhir Maret -- hari ketika terang mentari seimbang dengan gelapnya malam. Pada vernal equinox atau titik Musim Semi Matahari.

Ritual Akitu digelar selama 11 hari pertama tahun baru. Sekaligus untuk merayakan kemenangan Dewa Marduk atas iblis penguasa lautan, Tiamat -- yang sejatinya bemuatan politis: saat penobatan pemimpin baru atau waktunya memperbarui mandat penguasa secara simbolis.

Selama itu, setiap peradaban di muka Bumi mengembangkan penanggalan dan punya versi kalender masing-masing, di mana pergantian tahun disesuaikan dengan pranata mangsa -- ketentuan tarikh yang dikaitkan dengan masa bercocok tanam. Juga fenomena astronomi. 

Mesir, misalnya. Permulaan tahun berkaitan dengan banjir tahunan Sungai Nil, yang kebetulan bersamaan dengan penampakan bintang Sirius -- yang paling terang di langit malam. Pun dengan Imlek yang disesuaikan dengan pergerakan benda langit: Bulan dan Matahari.

Sementara kalender awal bangsa Romawi terdiri atas 10 bulan, 304 hari. Di mana permulaan tahun terjadi saat vernal equinox. 1 Maret menjadi hari pertamanya. Kalender itu diciptakan oleh Romulus, pendiri kota Roma pada 8 abad Sebelum Masehi.

Kaisar berikutnya Numa Pompilius, kemudian menambahkan Bulan Januarius dan Februarius. Awal tahun digeser pada 1 Januari, sejak tahun 153 SM.

"Selama berabad-abad kalender tersebut tak sesuai dengan pergerakan Matahari," demikian Liputan6.com kutip dari situs History.com.

Penduduk kala itu terjebak dalam 'era bingung'. Gara-garanya, Julius Caesar menyisipkan 90 hari ke dalam kalender tradisional Romawi, untuk lebih mendekati ketepatan pergantian musim.

Penyisipan ini sedemikian cerobohnya sehingga bulan-bulan dalam kalender itu tidak lagi tepat. Meleset parah.

 

Saksikan juga video penjualan terompet jelang tahun baru berikut ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asal Mula Bulan Januari

Akhirnya, pada tahun 46 Sebelum Masehi, Julius Caesar memanggil astronom sekaligus matematikawan terkemuka, Sosigenes -- yang kemudian mengusulkan Kalender Julius atau Kalender Julian.

Kalender itu menggunakan penanggalan Syamsiah (Matahari) dengan jumlah hari tetap setiap bulannya, dan disisipi satu hari tiap 4 tahun untuk penyesuaian panjang tahun tropis.

 Sebagai bagian dari reformasi tersebut, Caesar kian mengukuhkan 1 Januari sebagai hari pertama dalam satu tahun -- untuk menghormati Dewa Janus, yang namanya mengilhami nama bulan tersebut.

Dewa Janus, asal nama bulan Januari (Wikipedia)

Janus adalah salah satu dewa yang pertama disembah. Ia diyakini berkuasa atas jalan, gerbang, dan pintu Romawi. Juga mengatur pertanian, khususnya pada masa tanam.

Sang dewa memiliki dua wajah. Di depan dan belakang. Satu wajah menghadap masa depan, lainnya menatap ke masa lalu.

Orang Romawi kuno merayakan tahun baru dengan memberikan persembahan untuk Janus, bertukar kado, menghias rumah dengan daun salam, dan menghadiri pesta yang meriah dan gaduh.

Pada Abad Pertengahan, perayaan tahun baru dilarang keras. Dianggap pagan dan 'tidak-Kristen'. Pada tahun 567 Masehi, Council of Tours menghapus tanggal 1 Januari dari kalender.

Kala itu tahun baru diperingati pada 25 Desember -- hari lahir Yesus Kristus, 1 Maret -- Feast of the Annunciation, dan 25 Maret atau Paskah.

Dan pada 1582, Kalender Gregorius atau Kalender Gregorian dibuat. Yang berdasarkan tahun Masehi.

Tujuannya, untuk memperbaiki ketidakakuratan Kalender Julius, sekaligus kembali menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun. Penanggalan itu masih digunakan di seluruh dunia hingga saat ini.

Selain itu, pada 1 Januari tahun lainnya sejumlah insiden terjadi. Pada 2013, setidaknya 60 orang tewas dan 200 lainnya cedera setelah perayaan malam Tahun Baru di Stadion Félix Houphouët-Boigny di Abidjan, Pantai Gading.

Sementara pada 1 Januari 2017, sebuah kelab malam di Istanbul, Turki diserang sekelompok orang bersenjata saat perayaan Tahun Baru. Sebanyak 39 orang tewas dan 60 lainnya luka-luka.

Banyak orang di dunia menganggap momentum tahun baru sebagai sebuah permulaan. Semangat baru, harapan baru. Terlepas dari setuju atau tak setuju, dilarang atau dibolehkan perayaannya. 

Selamat Tahun Baru 2019! 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.