Sukses

Krisis Ekonomi Sudan, Demonstran Tuntut Presiden Mundur

Demonstran menuntut Presiden Sudan Omar al-Bashir mengundurkan diri akibat krisis ekonomi domestik di negara itu.

Liputan6.com, Khartoum - Demonstran, pada 25 Desember 2018, kembali berkumpul untuk keempat kalinya --sejak pekan lalu-- di Khartoum, Sudan, menuntut Presiden Omar al-Bashir mengundurkan diri. Protes itu mengemuka setelah terjadi krisis ekonomi domestik yang melanda negara Afrika itu.

Namun, aparat membubarkan demonstran berkumpulnya massa dengan tembakan ke udara dan gas air mata dari polisi huru-hara

Meskipun laporan resmi mengatakan tidak ada korban, saksi mata mengatakan setidaknya tiga orang tertembak, termasuk satu orang yang dilaporkan terlihat dengan luka besar di kepala, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (26/12/2018).

Amnesty International pada hari Selasa mengaku memiliki "laporan yang kredibel" bahwa pasukan keamanan menewaskan 37 demonstran dalam sepekan terakhir. Kelompok HAM itu juga menuduh pemerintah "menggunakan senjata mematikan tanpa pandang bulu terhadap demonstran yang tidak bersenjata."

Meminta Presiden Mundur

Protes selama sepekan di seluruh Sudan dipicu kekurangan pangan dan bahan bakar dan kenaikan tajam harga roti – makanan pokok bagi orang Sudan.

Bashir berjanji mereformasi ekonomi "guna memastikan rakyat hidup layak," dan menyebut demonstran "pengkhianat" dan "tentara bayaran."

Bashir telah memerintah Sudan sejak merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 1989 dan tidak menoleransi pembangkangan.

Ia dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida atas reaksi brutalnya terhadap pemberontakan di Darfur, Sudan 15 tahun lalu

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menelan Korban di Daerah

Demonstran juga terlibat adu bentrok dengan polisi bersenjata di wilayah utara dan timur Sudan pada Rabu 19 Desember 2018 lalu.

Bentrokan tersebut menyebabkan delapan orang demonstran tewas, serta belasan lainnya terluka, kata para pejabat setempat.

Dikutip dari BBC pada Jumat (21/12/2018), enam orang tewas dalam unjuk rasa anti-pemerintah di Kota Gedaref di negara bagian al-Qadarif, yang memicu diberlakukannya kondisi darurat dan jam malam.

Sedangkan dua korban lainnya dilaporkkan meninggal di tengah bentrokan di Kota Atbara yang berada di tepi Sungai Nil. Baca selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.