Sukses

Jika Perang Dunia III Terjadi pada 2019, Ini 4 Lokasi yang Berpotensi jadi Medan Tempur

Tempat-tempat berikut akan menjadi medan pertempuran, jika Perang Dunia III benar-benar terjadi.

Liputan6.com, Manila - Dunia telah terbebas dari perang yang memperebutkan kekuasaan besar sejak tahun 1945. Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang dahulu menghantui penduduk di muka Bumi telah usai, tapi memanasnya hubungan sejumlah negara belakangan ini disebut-sebut berpotensi memicu terjadinyaPerang Dunia III.

Namun, melihat fakta bahwa meningkatnya konflik antara Rusia dan Ukraina, China dan Amerika Serikat, Korea Utara dan Negeri Paman Sam, serta senjata-senjata nuklir yang marak dibangun, membuat banyak orang berspekulasi bahwa Perang Dunia III kemungkinan besar akan terjadi.

Lalu, apabila Perang Dunia III terjadi, di manakah tempat berlangsungnya pertempuran itu? Berikut empat lokasi yang diduga bakal menjadi medan perang, seperti dikutip dari nationalinterest.org pada Senin (24/12/2018).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Laut China Selatan

Laut Cina Selatan telah lama menjadi wilayah perebutan antara Amerika Serikat dan China. Untuk saat ini, konflik itu terjadi karena adanya sanksi perdagangan yang dijatuhkan AS terhadap China.

Sebagai bentuk pembalasan, Tiongkok pun tak segan berlaku 'kasar' terhadap perusahaan-perusahaan AS yang bermarkas di Negeri Tirai Bambu.

Sampai sekarang, baik AS dan China, kedua negara ini masih akrab dengan perang dagang dan perselisihan yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.

Jika RRC (Republik Rakyat China) dan AS menyimpulkan bahwa hubungan perdagangan mereka berada pada risiko yang substansial, dan juga menyimpulkan bahwa konflik lebih lanjut tidak dapat dihindari, maka salah satu dari mereka mungkin memutuskan untuk "menabuh genderang perang" di Laut China Sealatan.

3 dari 5 halaman

2. Ukraina

Perseteruan antara Ukraina dan Rusia bermula ketika kapal patroli Ukraina ditembaki, digeruduk, dan ditahan oleh serdadu Rusia di Laut Azov. Rusia mengklaim bahwa Ukraina telah melanggar batas teritori, sedangkan Ukraina menyebut mereka tak memasuki wilayah Rusia.

Sementara itu, isu mengenai adanya intersepsi atau penyadapan yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina menjelang pemilihan umum, kembali menyalakan ketegangan dalam krisis yang telah membara selama beberapa tahun terakhir.

Deklarasi darurat militer pun dikeluarkan oleh pemerintah Ukraina dan hal tersebut menyeret Eropa Timur dalam kekacauan.

4 dari 5 halaman

3. Teluk Persia

Krisis politik dan militer berkepanjangan di Timur Tengah telah menjadi sorotan dunia. Tekanan ekonomi terhadap Iran terus meningkat, karena Amerika Serikat mengambil langkah yang lebih agresif untuk membatasi perdagangan.

Perang di Yaman juga tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Begitu pula dengan Suriah. Baik Amerika Serikat dan Rusia, keduanya tetap berkomitmen untuk berperang bersama mitra dan proksi mereka.

Di satu sisi, gejolak politik di Iran dapat membuat ketidakstabilan di kawasan Teluk Persia. Ketegangan yang terjadi antara Kurdi, Turki, Suriah, dan Irak, bisa pecah menjadi konflik terbuka kapan saja.

5 dari 5 halaman

4. Semenanjung Korea

Ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea dikatakan telah menurun, ketika Kim Jong-un telah bertemu dengan Donald Trump di Singapura, dan kemudian dilanjut dengan Moon Jae-in. 

Namun AS dan Korea Utara tampaknya masih enggan untuk menurunkan ego mereka terkait kekuasaan. Kim Jong-un berkali-kali kembali mengancam AS jika kemauannya tidak dituruti. Sedangkan Trump enggan tunduk terhadap Korea Utara.

Kedua pemimpin itu beselisih bak bocah kecil. Namun bila perang terjadi, nuklir dan rudal balistik adalah senjata andalan mereka. Jika Trump memburuk pada Kim atau jika unsur-unsur pemerintahan AS mencoba merusak perjanjian mereka dalam KTT di Singapura, maka hubungan antara Washington dan Pyongyang bisa berakhir hanya dalam kedipan mata.

Terlebih lagi, di satu sisi, baik China maupun Jepang tidak sepenuhnya setuju dengan rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korea Utara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.