Sukses

China Memperingati 40 Tahun Reformasi yang Menjadikannya Kekuatan Ekonomi Global

Pemerintah China memperingati 40 tahun reformasi keterbukaan yang membuatnya jadi raksasa ekonomi dunia.

Liputan6.com, Beijing - Pekan ini, China baru saja memperingati 40 tahun reformasi keterbukaan yang menjadikan negara tersebut sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini.

Gagasan penting yang dilontarkan oleh Deng Xiaoping, program "pembaruan dan pembukaan" diratifikasi pada pertemuan puncak Partai Komunis pada 18 Desember 1978, di mana hal itu melanggar kebijakan pendahulunya, Ketua Mao Zedong.

Dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (18/12/2018), reformasi tersebut meninggalkan kolektivitas gaya Maois yang membuat China miskin dan terbelakang. Deng Xiaoping meluncurkan era baru yang menghasilkan pertumbuhan dua digit per tahun, yang mengangkat jutaan orang keluar dari jurang kemiskinan.

"Tepat 40 tahun yang lalu, Deng menguraikan permulaan eksperimen yang belum pernah dicoba oleh pemerintah Komunis sebelumnya, bahwa Anda hanya akan mengakhiri ekonomi terencana tetapi tetap mempertahankan sistem komunis, atau dengan kata lain, sistem komunis yang mengelola sistem kapitalis secara efektif," kata Adrian Brown, seorang pengamat politik China.

Kini, China juga disebut memiliki jumlah miliarder terbanyak di dunia dengan, yang menurut Hurun Report --majalah berbasis di Shanghai-- mencapai total lebih dari 620 individu. Namun, sekitar 80 juta orang masih hidup di ambang kemiskinan, dengan pendapatan kurang dari US$ 2 (setara Rp 29.000) per hari.

Transformasi ekonomi tidak membawa perubahan pada sistem politik yang dikendalikan Partai Komunis, di mana pihak berwenang menindak keras aksi protes Tiananmen pada 1989, dan aktivis mengeluhkan kian terancamnya hak asasi manusia dalam beberapa tahun terakhir.

Xi Jinping, yang menjadi pemimpin paling berkuasa di China sejak era Mao Zedong, memastikan pada tahun ini, bahwa dirinya akan memerintah seumur hidup.

Hal itu, kembali ditegaskan oleh Xi di sela-sela menyampaikan pidato peringatan 40 tahun reformasi ekonomi China di Balai Agung yang megah, di tengah Lapangan Tiananmen Beijing.

Sementara itu, Fraser Howie, seorang analis independen yang berbasis di Singapura, mengatakan "kecenderungan Xi adalah kontrol, bukan keterbukaan".

"Dia telah membawa sebuah sistem yang membuat Partai Komunis terasa semakin sentral bagi ekonomi dan masyarakat," ujar Howie, yang juga merupakan penulis buku ekonomi terkemuka, Privatising China: Inside China's Stockmarkets.

Howie juga mengatakan bahwa perang dagang dengan AS datang di saat China mengalami keterpurukan dalam mengurusi masalah domestik.

"Selama lima hingga delapan tahun terakhir, China telah bergantung pada pertumbuhan kredit untuk mendorong ekonomi," katanya.

"Ada tingkat utang yang berlebihan di semua aspek ekonomi dan kepemimpinan China. Beijing menyadari bahwa mereka perlu mengendalikan lebih jauh, yakni menguras kredit untuk sebagian besar perekonomian, dan ternyata hal itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan pelan," jelas Howie.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Reformasi yang Mengubah Ekonomi China

Kilas balik ke 40 tahun silam, ketika Partai Komunis memberlakukan reformasi, China masih mengalami kelaparan dan berjibaku dengan ketidakpastian akibat Revolusi Kebudayaan, yakni sebuah masa pergolakan sosial dan politik intens, yang dilancarkan oleh Mao Zedong.

"Revolusi" baru itu dimulai di pedesaan, di mana pihak berwenang mulai mengumpulkan tanah rakyat dan membongkar sistem komunal, di mana kemudian menyebar cepat ke perkotaan.

Waspada terhadap basis kekuatan lawan di Shanghai yang secara ekonomis sangat kuat, Deng Xiaoping kemudian memilih wilayah selatan negara itu sebagai kelinci percobaan untuk reformasi ekonominya.

Kota-kota selatan termasuk Shenzhen, yang berbatasan dengan Hong Kong dan masih merupakan desa nelayan, ditetapkan sebagai Zona Ekonomi Khusus pertama China yang menjadi pusat kekuatan dan model bagi bagian lain negara itu.

Shenzhen telah menjadi pusat teknologi global, dengan raksasa internet China Tencent dan titan telekomunikasi Huawei, memilihnya sebagai lokasi kantor pusat mereka.

Tingkat kemiskinan di kalangan penduduk pedesaan pun dikabarkan turun menjadi 3,1 persen tahun lalu, jauh dari total 97,5 persen pada 40 tahun silam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.
    Negara dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia. Negara ini telah berganti nama menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

    China