Sukses

Donald Trump Tak Senang dengan Aksi Agresif Rusia pada Kapal Ukraina, tapi...

Presiden AS Donald Trump irit bicara dalam menanggapi aksi agresif Rusia yang menembaki dan menyita 3 kapal Ukraina di Selat Kerch dekat Krimea.

Liputan6.com, Washington DC - Ketika para pemimpin dunia dengan cepat mengecam agresi Rusia terhadap Ukraina atas bentrokan di Selat Kerch pada 25 November 2018, Presiden Donald Trump menunggu lebih dari sehari sebelum menawarkan tanggapan yang irit tentang kejadian itu.

Trump justru meninggalkan tugas mengkritik Moskow ke Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.

Pada gilirannya, ketika ditanya bagaimana perasaannya tentang bentrokan itu, Trump berkata, "Tidak baik. Tidak senang sama sekali," demikian seperti dikutip dari CNN, Selasa (27/11/2018).

Tapi, Trump tampak enggan untuk menyalahkan Rusia, menambahkan, "kami tidak suka apa yang terjadi. Dan semoga itu akan segera diselesaikan."

Trump berbicara kepada wartawan hanya beberapa hari sebelum dia diharapkan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin pada pertemuan G20 di Argentina akhir pekan ini.

Dalam 24 jam setelah kapal Rusia menembaki dan menyita tiga kapal Ukraina di Selat Kerch dekat Krimea, Kanselir Jerman Angela Merkel, juru bicara Perdana Menteri Inggris Theresa May, menteri luar negeri Jerman, Inggris dan Kanada, anggota Dewan Keamanan Eropa, termasuk Prancis, Swedia, Polandia, Belanda dan Inggris, serta beberapa anggota parlemen AS menyatakan keprihatinan serius dan menyerukan penurunan tensi Rusia-Ukraina.

Selama waktu itu, Presiden Trump dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tetap diam pada eskalasi serius dalam ketegangan antara Moskow-Kiev.

Setelah Trump berbicara dengan wartawan, sehari setengah setelah konfrontasi, Pompeo merilis sebuah pernyataan yang menyatakan "keprihatinan mendalam," mengutuk Rusia dan menyerukan "kedua belah pihak untuk menahan diri".

Kata Dubes AS untuk PBB

Sebelum Trump dan Pompeo angkat bicara, Dubes AS untuk PBB Nikki Haley telah buka suara terlebih dahulu.

Di PBB, Haley mencela bentrokan di Selat Kerch sebagai "eskalasi yang sembrono," dan menyerukan Rusia untuk segera "menghentikan tindakan melanggar hukum dan menghormati hak-hak kebebasan navigasi (freedom of navigation) dari semua negara."

"Pelanggaran yang memalukan terhadap wilayah Ukraina yang berdaulat pada hari Minggu adalah bagian dari pola perilaku Rusia yang mencakup aneksasi terhadap Krimea yang diakui sebagaiwilayah Ukraina dan pelanggaran terhadap Ukraina yang tak terhitung jumlahnya di Krimea," kata Haley kepada Dewan Keamanan PBB dalam pertemuan darurat Senin 26 November pagi.

"Itu juga memicu konflik yang telah mengambil nyawa lebih dari 10.000 orang di timur Ukraina, dan itu tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan tensi."

Komentar Haley dipagari dengan mengutip visi Donald Trump yang secara konsisten memuji keinginannya untuk memiliki hubungan dekat dengan Putin. "Seperti yang dikatakan Presiden saya berkali-kali, Amerika Serikat akan menyambut hubungan normal dengan Rusia," kata Haley. "Tapi tindakan kriminal seperti ini terus membuat itu tidak mungkin."

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata Analis

Lambatnya pemerintah pusat AS untuk memberikan respons secara lebih awal dan lebih keras membuat para analis khawatir bahwa diamnya Gedung Putih selama kurun 24 jam pasca-bentrokan di Selat Kerch dan tanggapan irit dari Donald Trump akan dibaca sebagai dorongan atas aksi Rusia terhadap Ukraina.

"Jika tidak ada respon Barat yang kuat dan tak ada yang mengatakan konsekuensinya, Rusia dapat menyimpulkan mereka dapat lolos dalam bentrokan ini," kata Steven Pifer mantan Dubes AS untuk Ukraina, seperti dikutip dari CNN.

"Mengejutkan bahwa Washington diam kemarin," tambah Pifer, yang kini merupakan akademisi Stanford University sekaligus pengamat Rusia, Eropa dan negara-negara Soviet.

Dia menambahkan bahwa tanggapan irit Trump tidak memposisikannya dengan baik untuk pertemuan yang diantisipasi dengan Putin dalam G20 akhir pekan ini.

"Itu hanya membuat Putin merasa dia bisa bermain Trump, padahal, pernyataan yang terus terang mungkin akan mendapatkan penghormatan dari orang-orang Rusia," kata Pifer.

"Saya tidak berpikir orang-orang Rusia akan menghormati apa yang mereka lihat sekarang dari pemerintahan AS saat ini," katanya, mengacu pada kegagalan Gedung Putih dan Kementerian Luar Negeri untuk segera berkomentar atas bentrokan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.