Sukses

Film Kartun Masha and the Bear Alat Propaganda Rusia?

Sebuah film kartun anak-anak buatan Rusia, Masha and the Bear, dituduh menjadi bagian dari mesin propaganda sang Presiden, Vladimir Putin. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah film kartun anak-anak buatan Rusia dituduh menjadi bagian dari mesin propaganda sang pemimpin negeri Beruang Merah, Vladimir Putin.

Film itu adalah Masha and the Bear atau Masha dan si Beruang, yang bercerita tentang hubungan antara seorang anak kecil dan pelindungnya, beruang besar.

Dalam satu adegannya, seperti dikutip dari pemberitaan Daily Mail, Minggu (18/11/2018), Masha bahkan menggunakan topi penjaga perbatasan Soviet saat mengusir pengganggu dari tempat penyimpanan wortel si beruang.

Kritikus menyebut bahwa hal itu adalah metafora, mencerminkan bagaimana Rusia melindungi perbatasannya.

Acara tersebut, yang memiliki lebih dari 4,18 juta pelanggan (subscriber) di salah satu situs berbagi video ternama dunia dan akumulasi 40 miliar penayangan, diproduksi dalam bahasa Inggris di Moskow. Kendati disajikan dengan jenaka, jalan ceritanya masih menarik kemarahan para intelektual di negara-negara tetangga Rusia.

Acara tersebut juga baru-baru ini meningkatkan upaya ritelnya, dengan ditambahkan ke Netflix dan diperluas ke bahasa Spanyol.

Tahun lalu, surat kabar top Finlandia -- Helsingin Sanomat -- mengutip seorang dosen di Fakultas Komunikasi Universitas Tallinn juga mengklaim bahwa beruang melambangkan Rusia dan dirancang untuk menempatkan citra positif negara itu dalam pikiran anak-anak.

Serorang dosen, Priit Hobemagi, mengatakan bahwa serial itu adalah bagian kampanye yang 'disajikan dengan indah' ​​yang berbahaya bagi keamanan nasional Estonia.

Anthony Glees, seorang pakar intelijen dari The University of Buckingham mengatakan kepada The Times: "Masha sangat agresif, bahkan agak kejam, tetapi juga berani."

"Dia memukul mereka yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Tidak terlalu mengada-ada untuk melihatnya sebagai Putinesque."

Media pemerintah Rusia telah menyanggah klaim dari orang-orang seperti Estonia dan Lithuania. Mereka juga mengemukakan kekhawatiran di negara-negara Baltik sebagai Russophobia yang 'patologis'.

Perusahaan yang memproduksi kartun populer, Animaccord, mengatakan bahwa pertunjukan itu adalah proyek independen yang tidak pernah menerima pendanaan negara.

Bagaimana menurut Anda?

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Langkah Facebook Hapus Akun Propaganda Rusia

Sebelumnya, dikabarkan bahwa ratusan akun dan halaman Facebook yang diduga berkaitan erat dengan Kremlin dan dikendalikan oleh Internet Research Agency (IRA), telah dihapus pada 4 April 2018.

Menurut keterangan dari Chief Security Officer Facebook, Alex Stamos, secara total ada 70 akun Facebook, 65 akun Instagram, dan 138 halaman Facebook yang telah "dilenyapkan".

Ia mengatakan, banyak halaman Facebook yang memuat iklan-iklan propaganda di platform (serambi) mereka. Halaman tersebut menghabiskan dana sebesar US$ 167.000 untuk beriklan sejak 1 Januari 2015 dan menargetkan warga Rusia serta orang-orang yang tinggal di sekitarnya.

Dugaan ini muncul setelah diketahui bahwa 95 persen halaman konten berbahasa Rusia.

Butuh beberapa bulan bagi Facebook untuk mengidentifikasi akun-akun dan halaman-halaman tersebut, yang akhirnya dihapus karena mereka dikontrol IRA, ujar Stamos melalui pernyataan tertulisnya, seperti dikutip dari Motherboard, Rabu, 4 April 2018.

Facebook juga menyertakan screenshot dari unggahan propaganda tersebut dan iklan yang dibagikan melalui akun-akun terkait.

Contohnya saja, iklan dari halaman "Politikach" yang memuat foto Presiden Rusia, Vladimir Putin, sedang mengangkat gelas piala berisi anggur. Di bawahnya tertulis, "Mari bersulang untuk politik."

Iklan lain milik halaman "Elite Theory" bertuliskan, "Beri tahu kami mengenai hal-hal aneh atau menakutkan yang terjadi pada Anda tahun lalu? Berikan 'suka' untuk cerita yang paling gila."

Sekitar 1,08 juta pengguna asli Facebook setidaknya mengikuti satu dari 138 halaman tersebut, dan 493.000 pengguna Instagram mengikuti salah satu akun Instagram palsu itu.

"IRA berulang kali menggunakan jaringan rumit dari akun-akun palsu mereka, untuk menipu dan memanipulasi pengguna asli Facebook, termasuk sebelum, selama, dan setelah pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016," aku Stamos.

"Itu sebabnya, kami tidak ingin mereka eksis di Facebook," lanjut Stamos menegaskan.

CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menyebut tindakan perusahaannya itu sudah tepat, yakni sebagai langkah penting untuk melindungi integritas pemilu di seluruh dunia.

"Dalam beberapa minggu ke depan, kami akan merilis sebuah 'alat' (di Facebook), sehingga Anda dapat memeriksa apakah Anda 'menyukai' atau 'mengikuti' akun-akun yang dikontrol IRA," tulis Zuckerberg dalam blognya, Rabu 4 April 2018.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.