Sukses

Saudi Ingin 5 Pembunuh Jamal Khashoggi Dihukum Mati, Termasuk Putra Mahkota?

Jaksa Agung Arab Saudi merekomendasikan hukuman mati bagi lima tersangka pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Liputan6.com, Riyadh - Jaksa Agung Arab Saudi merekomendasikan hukuman mati bagi lima tersangka yang dituduh memerintahkan dan melakukan pembunuhan terhadap jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi. Pengumuman itu tampak dirancang untuk melindungi Putra Mahkota negara itu, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dari tuduhan-tuduhan lebih lanjut.

Seorang juru bicara Kejaksaan Agung Saudi, Al-Mojeb mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers langka di Riyadh pada hari Kamis 15 November 2018 bahwa para pembunuh Khashoggi telah merencanakan pembunuhan itu sejak 29 September, tiga hari sebelum pria itu dibunuh di dalam konsulat kerajaan di Istanbul.

Laporan itu juga menjelaskan bahwa Pangeran MBS tidak terlibat dalam pembunuhan, demikian seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (15/11/2018). Dengan begitu, Pangeran MBS juga tak terseret dalam proses hukum.

Pengumuman tersebut menyusul meningkatnya kecaman internasional atas pembunuhan Khashoggi, kolumnis Washington Post dan kritikus Saudi yang terakhir terlihat memasuki konsulat pada 2 Oktober guna mendapatkan dokumen untuk pernikahannya.

Jamal Khashoggi meninggal setelah dibius dan kemudian dipotong-potong, kata juru bicara kantor jaksa penuntut umum Saudi, dalam konfirmasi pertama tentang bagaimana dia dibunuh.

Wakil Kepala intelijen Arab Saudi, Jenderal Ahmed al-Assiri, memberi perintah untuk memulangkan Khashoggi - dan "kepala tim perunding" yang terbang ke konsulat Istanbul telah memerintahkan pembunuhannya, kata juru bicara itu.

Setelah penyangkalan berulang, Arab Saudi akhirnya mengakui pada pertengahan Oktober bahwa Khashoggi telah dibunuh di kompleks itu, tetapi menyalahkannya atas operasi "yang berjalan keliru".

Sebuah pernyataan resmi yang diterbitkan oleh kantor berita negara SPA mengatakan bahwa total 21 orang ditahan dalam kaitannya dengan pembunuhan, 11 di antaranya telah masuk dalam proses penyelidikan untuk menjerat pelaku lainnya.

Sementara itu, pada Rabu 14 November, Turki menyerukan penyelidikan internasional atas pembunuhan Jamal Khashoggi. Ankara telah berbagi rekaman suara terkait dengan pembunuhan itu dengan sejumlah negara termasuk Arab Saudi, Amerika Serikat dan sekutu Baratnya.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengatakan bahwa perintah untuk membunuh Khashoggi berasal dari "tingkat tertinggi" dari pemerintah Saudi.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rekaman Pembunuhan Jamal Khashoggi Dikirim ke AS

Jamal Khashoggi tewas beberapa saat setelah ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018. Tak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dalam fasilitas diplomatik itu, namun, konon sebuah rekaman mengabadikan detik-detik terakhir sang jurnalis yang tragis.

Dan, untuk kali pertamanya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terang-terangan mengakui eksistensi hal tersebut. Ia juga mengungkapkan, rekaman suara itu telah diberikan kepada Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat.

"Kami memberikan rekaman itu pada mereka," kata Erdogan, dalam sebuah konferensi pers di Ankara, sebelum bertolak ke Paris untuk bergabung bersama Donald Trump dan sejumlah pemimpin lain pada Sabtu 10 November 2018, seperti dikutip dari The New York Times, Minggu (11/11/2018).

"Mereka juga mendengarkan percakapan itu, mereka mengetahuinya. Tak perlu mendistorsinya."

Seperti dikutip dari BBC News, salinan rekaman suara telah diberikan pihak Turki kepada AS, Inggris, Arab Saudi, dan pihak lain.

Saat dihubungi, pihak Gedung Putih menolak untuk mengonfirmasi benar tidaknya salinan rekaman telah didapat dari Turki.

Namun, jika itu benar adanya, klaim Erdogan menempatkan Trump pada posisi yang canggung. Sebab, salinan rekaman itu mengindikasikan bahwa miliarder nyentrik tersebut telah memiliki bukti terkait pembunuhan Khashoggi -- meski ia menolak memberikan sanksi keras pada Arab Saudi.

Pemerintahan Donald Trump sejauh ini baru mengenakan sanksi 'biasa' terhadap Riyadh, misalnya penangguhkan penerbangan pengisian bahan bakar di udara untuk kampanye militer Saudi di Yaman. AS juga mempersiapkan sanksi hak asasi manusia terhadap Saudi terkait pembunuhan Jamal Khashoggi.

Khashoggi telah penduduk Virginia, AS dan menulis kolom untuk The Washington Post. 

Meski demikian, Gedung Putih telah menolak menuding pemimpin de facto Saudi Arabia, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang menjalin hubungan dekat dengan menantu laki-laki sekaligus penasihat senior Trump, Jared Kushner.

Sang pewaris takhta juga punya arti penting dalam Strategi Timur Tengah AS. Sementara, sejumlah analis berpendapat, setiap operasi khusus, seperti yang menargetkan Jamal Khashoggihampir pasti harus disetujui di level tertinggi di Arab Saudi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.