Sukses

Ketika Ponsel Dinilai Ampuh Sebagai Senjata Teroris

Ponsel disebut menjadi alat yang ampuh bagi teroris untuk melakukan serangan. Mengapa demikian?

Liputan6.com, Paris - Menurut sebuah laporan intelijen terbaru, ponsel pintar (smartphone) dapat menjadi senjata ampuh di tangan teroris, namun juga bisa memberikan layanan intelijen untuk melacaknya.

Tiga tahun lalu, sebagaimana dikutip dari Asia One pada Selasa (13/11/2018), serangan teror terjadi di Paris pada 13 November 2015. Ini menjadi salah satu contoh paling terkenal dari serangan berskala besar yang tidak mungkin direncanakan tanpa ponsel.

Kelompok-kelompok bersenjata dan pembom ISIS, yang menyerang gedung konser Bataclan dan tempat-tempat kehidupan malam lainnya di Paris, menggunakan ponsel secara ekstensif untuk mengkoordinasikan pembantaian, kata seorang mantan pejabat anti-teroris Prancis, yang berbicara dengan syarat anonim.

Tepat sebelum memasuki Bataclan, di mana mereka membantai 90 orang, para teroris telah mengirim pesan teks ke kaki tangan mereka di Belgia: "Kami akan maju. (Serangan) Ini dimulai."

Ketika ponsel dianggap menjadi "alat baru" untuk para teroris, hal tersebut justru jauh lebih dulu dimanfaatkan oleh beberapa ekstremis dunia.

"Pada 2003, di Irak, bom-bom buatan mulai dilepas karena pengiriman SMS saat konvoi Amerika lewat. Hal ini tertangkap dan kemudian berulang kali digunakan oleh Al-Qaeda," kata mantan pejabat itu kepada AFP.

Saat ini, aplikasi terenkripsi seperti Telegram, Wire, dan WhatsApp dapat membantu teroris berkomunikasi saat menghindari pelacakan polisi, atau setidaknya mempersulit upaya untuk memecahkan kode pesan mereka.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lebih Canggih dari 10 Tahun Lalu

Selama beberapa tahun, ISIS telah menerbitkan tutorial online dalam beberapa bahasa, yang menjelaskan kepada para militan bagaimana memilih perangkat lunak terbaik untuk menghindari deteksi di zona perang.

Untuk rekrutan baru di negara berkembang, di mana ponsel lebih umum daripada komputer, masih ada strategi yang berbeda.

"Ponsel bukan lagi telepon, itu adalah komputer," kata Laurent Heslault, Direktur Strategi Keamanan di Symantec, sebuah kelompok keamanan.

"Alat tersebut jauh lebih kuat daripada apa yang kami miliki pada 10 tahun lalu," tambahnya.

"Mereka memiliki lebih banyak daya komputasi, lebih banyak memori dan kemampuan koneksi. Ponsel adalah alat yang sangat efektif untuk berkomunikasi."

Disebutkan pula olehnya, bahwa ponsel juga mempermudah kelompok-kelompok militan untuk merekrut anggota baru.

Ponsel pintar "memungkinkan orang menjangkau propaganda" dengan sapuan layar, kata pensiunan pejabat itu.

"Tiga puluh tahun yang lalu, orang-orang biasa menukarkan kaset video, lalu CD. Sekarang online dan bisa dicari kapan saja."

Untuk pembuat propaganda, video serangan dapat difilmkan dan diunggah dalam sekejap mata.

"Anda dapat memfilmkan serangan, mengklaim tanggung jawab, menggunakan (telepon) untuk mengambil foto dan memfilmkan operasi pengintaian," kata mantan pejabat itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.