Sukses

Protes Kasus Penistaan Agama di Pakistan, 150 Demonstran Rusuh Ditangkap

Polisi di Pakistan mengatakan lebih dari 150 orang telah ditangkap usai demo seputar protes kasus penistaan agama.

Liputan6.com, Islamabad - Polisi di Pakistan mengatakan, lebih dari 150 orang telah ditangkap dengan tuduhan melakukan pembakaran, vandalisme dan aksi kekerasan selama terjadinya demonstrasi, ketika seorang perempuan Kristen dibebaskan dari vonis hukuman mati usai melanggar pasal penistaan agama.

Pejabat polisi Nayab Haider hari Minggu 4 November 2018 mengatakan, polisi menggunakan sejumlah klip video untuk mengidentifikasi mereka yang terlibat dalam serangan, pembakaran properti dan kendaraan, serta pemblokiran jalan raya, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (5/11/2018).

Mahkamah Agung Pakistan pada Rabu 31 Oktober 2018 membebaskan Asia Bibi dari vonis hukuman mati, putusan yang menimbulkan kegeraman kelompok Islam garis keras yang kemudian melangsungkan protes selama tiga hari di seluruh Pakistan, menuntut agar eksekusi tetap terlaksana.

Kelompok itu mengakhiri protes setelah pemerintah setuju memberlakukan larangan perjalanan terhadap Asia Bibi dan kasusnya dilakukan peninjauan kembali.

Di Pakistan, terdakwa pasal penistaan agama dapat dijatuhi maksimal hukuman mati, dan desas-desus melakukan penghinaan dapat memicu tindakan pembunuhan orang yang dinilai bersalah, tanpa proses pengadilan.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kasus Asia Bibi

Asia Bibi (47) divonis hukuman mati oleh pengadilan tingkat pertama pada tahun 2010 setelah dituduh menghina Nabi Muhammad dalam sebuah adu mulut pada Juni 2009.

Kala itu, ia dituduh melakukan penistaan agama saat cek-cok dengan sekelompok perempuan muslim yang merupakan tetangganya. Mereka sedang memanen buah bersama ketika adu mulut pecah akibat perdebatan soal air yang diminum Asia Bibi.

Sekelompok perempuan itu mengatakan, Asia Bibi telah minum dari sumber mata air setempat menggunakan cangkir, sehingga mereka tidak bisa lagi menyentuhnya. Para lawan debatnya beralasan, perbedaan keyakinan yang dianut Asia Bibi membuat najis sumber mata air itu.

Dalam pengadilan, jaksa menuduh bahwa dalam adu mulut yang terjadi kemudian, sekelompok perempuan itu mengatakan Asia Bibi harus masuk Islam. Membalas komentar itu, Asia Bibi dituduh membuat tiga komentar ofensif tentang Nabi Muhammad sebagai jawaban.

Asia Bibi kemudian dipukuli di rumahnya, di mana para penuduhnya mengatakan bahwa dia mengaku melakukan penistaan agama. Dia ditangkap setelah penyelidikan polisi.

Ibu empat anak itu selalu mempertahankan ketidakbersalahannya selama delapan tahun terakhir, di mana ia telah mendekam di sel isolasi, guna menunggu hasil upaya banding hingga ke Mahkamah Agung Pakistan.

Hingga akhirnya pada Rabu 31 Oktober 2018, Hakim Agung Saqib Nisarm, membacakan putusan pembatalan vonis hukuman mati terhadap perempuan itu. Ia juga mengatakan bahwa Asia Bibi bisa segera bebas dari penjara di Sheikupura, dekat Lahore, jika tidak ada lagi dakwaan terhadapnya sehubungan dengan kasus lain, demikian seperti dikutip dari BBC.

Para Hakim Mahkamah Agung Pakistan mengatakan bahwa dakwaan jaksa yang dirumuskan di pengadilan rendah telah "gagal membuktikan kasusnya tanpa bukti yang logis".

"Kasus ini didasarkan pada bukti yang lemah tanpa ada prosedur penyelidikan yang laik," kata para hakim mahkamah agung.

Pengakuan terdakwa yang digunakan sebagai alat bukti juga tidak sah secara hukum, kata hakim mahkamah agung, karena "disampaikan di depan orang banyak yang tengah mengancam hendak membunuhnya."

Menutup putusan pembatalan vonis hukuman mati terhadap Asia Bibi, hakim mahkamah agung mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad yang menyerukan agar umat non-muslim diperlakukan dengan baik.

Hukum di Pakistan mengatur sejumlah ancaman bagi terdakwa kasus penistaan agama.

Pengkritik undang-undang penistaan agama di Pakistan mengatakan, pasal tersebut sering digunakan (atau disalahgunakan) sebagai balas dendam yang dipicu percekcokan pribadi dan sepele. Pembuktian atas kasus tersebut pun seringkali didasari pada bukti-bukti yang tidak kuat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.