Sukses

AS Beri Pengecualian Sanksi bagi Negara Pengimpor Minyak Iran

Setiap negara yang mengimpor minyak Iran yang tidak menerima pengecualian akan dikenai denda keuangan Amerika Serikat.

Liputan6.com, New York - Amerika Serikat mengatakan, pihaknya berencana mengeluarkan pengecualian sementara pada beberapa negara, yang memungkinkan mereka untuk terus membeli minyak Iran tanpa terkena sanksi AS.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (4/11/2018), Sanksi terhadap Iran diperkirakan akan diberlakukan kembali setelah hasil dari penarikan mundur Presiden AS Donald Trump awal tahun ini dari perjanjian nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia.

Setiap negara yang mengimpor minyak Iran yang tidak menerima pengecualian akan dikenai denda keuangan Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengumumkan keputusan pengeculian itu dalam konferensi melalui telepon hari Jumat (2/11), tetapi tidak menjelaskan negara mana yang akan dikecualikan atau berapa lama pengecualian itu. Ia hanya mengatakan Uni Eropa tidak akan mendapat pengecualian.

"Kita berharap untuk mengeluarkan beberapa jatah sementara untuk delapan yurisdiksi, tetapi hanya karena mereka telah menunjukkan penurunan signifikan pada minyak mentah mereka dan kerjasama mereka di banyak bidang lain serta telah membuat langkah penting menuju nol impor (tidak mengimpor) minyak mentah," kata Pompeo.

Sebelumnya, Bloomberg melaporkan Korea Selatan, India, dan Jepang termasuk di antara negara-negara yang dikecualikan.

Ketiga negara tersebut termasuk di antara konsumen minyak terbesar Iran, dan berpendapat bahwa jika mereka menghentikan pembelian mereka dengan segera,hal itu akan menyebabkan lonjakan harga minyak dunia.

Kementerian Energi Turki Jumat mengumumkan Turki adalah salah satu negara yang akan mendapat pengecualian, tetapi mengatakan pemerintah belum mengetahui semua rinciannya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Desakan PBB

Pada bulan lalu, Pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memerintahkan Amerika Serikat (AS) untuk mencabut sanksi terhadap Iran, yang mempengaruhi impor barang-barang dan layanan kemanusiaan, serta keselamatan penerbangan sipil.

Presiden Donald Trump menjatuhkan sanksi keras terhadap Iran pada bulan Mei, setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir Teheran.

Iran menantang sanksi dalam kasus yang diajukan pada bulan Juli di Pengadilan Internasional (ICJ), demikian sebagaimana dikutip dari South China Morning Post.

Dalam putusan awal dalam kasus ini, pengadilan mengatakan pada hari Rabu bahwa Washington harus "menghapus setiap hambatan yang timbul" dari pengenaan kembali sanksi terhadap ekspor obat dan peralatan medis ke Iran, makanan dan komoditas pertanian, serta suku cadang dan peralatan yang diperlukan untuk menjamin keselamatan penerbangan sipil.

"Sanksi pada suku cadang pesawat memiliki potensi untuk membahayakan keselamatan penerbangan sipil di Iran dan kehidupan penggunanya", kata hakim terkait.

Keputusan itu adalah kemenangan bagi Teheran, yang telah memperdebatkan sanksi yang diberlakukan sejak Mei, di mana disebut melanggar ketentuan Perjanjian Amal 1955 mereka.

Trump melakukan putaran pertama sanksi terhadap Iran pada bulan Agustus, setelah menarik keluar dari kesepakatan bersejarah yang ditujukan untuk membatasi ambisi nuklir Teheran, dan membuat cemas sekutu Eropanya.

Putaran kedua tindakan hukuman akan dilakukan pada bulan November.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan sanksi adalah bentuk "perang psikologis" yang ditujukan untuk perubahan rezim.

"Peperangan ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat dan beberapa klien regionalnya terhadap Iran adalah perang psikologis lebih dari perang ekonomi riil," kata Zarif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.