Sukses

Pesawat Lion Air Nahas Jatuh dengan Kecepatan hingga 1.000 Kilometer per Jam?

Misteri penyebab jatuhnya Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 belum terkuak. Namun, para ahli mengajukan sejumlah perkiraan.

Liputan6.com, Jakarta - Nyaris tak ada yang utuh dari pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610. Di Tanjung Karawang, di mana ia berakhir, tim SAR menemukan puing-puing hingga serpihan kapal terbang, barang-barang milik penumpang, dan jasad-jasad manusia yang tak lagi menyatu.

Hanya bagian roda dan turbin yang ditemukan dalam potongan besar. Sementara, badan pesawat -- di mana yakini ada banyak penumpang yang masih terjebak di dalamnya -- belum bisa dipastikan keberadaannya.

Roda pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 diangkat ke atas KRI Banda Aceh selama operasi penyelamatan di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Jumat (2/11). Roda ditemukan di lokasi dekat penemuan black box Lion Air. (ADEK BERRY/AFP)

Sejauh ini belum ditemukan bukti adanya ledakan yang mengakhiri Lion Air nahas beserta 189 orang di dalamnya. Sejumlah ahli asing menduga, pesawat itu hancur karena menghantam lautan, 13 menit penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang.

Seperti dikutip dari Straits Times, Sabtu (3/11/2018), Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 diduga menukik ke bawah dengan tiba-tiba, sehingga kecepatannya mencapai 1.000 kilometer per jam atau lebih, sebelum akhirnya membanting laut.

Berdasarkan analisis data situs pemantau penerbangan, FlightRadar24, seperti dikutip dari Bloomberg, sesaat sebelum Boeing 737 MAX 8 tersebut menghantam laut (impact), bagian hidung membentuk sudut 45 derajat di bawah cakrawala.

Menurut sejumlah ahli, itu adalah kondisi yang luar biasa curam untuk jatuhnya sebuah pesawat.

Namun, berapa persisnya kecepatan pesawat sebelum terjun ke laut hanya bisa dikonfirmasi dari data yang terdapat dalam perangkat perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR), yang kini masih dianalisis para penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Berdasarkan data FlightRadar24, yang diambil dari transmisi radio pesawat, mengindikasikan, Lion Air PK-LQP melesat dengan kecepatan 1.000 km/jam sebelum terhempas ke Laut Jawa.

Estimasi tersebut kali pertama dihitung oleh Scott Dunham, mantan penyelidik Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat atau National Transportation Safety Board (NTSB), yang menggabungkan jarak pesawat, mendatar maupun vertikal, untuk menyimpulkan perkiraan kecepatan.

Dunham, yang berpartisipasi dalam investigasi pesawat ulang alik Columbia milik pada 2003 dan puluhan insiden kecelakaan udara lainnya, melakukan analisis tersebut atas permintaan Bloomberg News.

 

Saksikan video terkait kecelakaan Lion Air berikut ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hasil Perkiraan Ahli Lain

Menggunakan metode yang sedikit berbeda, John Hansman, seorang profesor aeronautika dan astronotika dari Massachusetts Institute of Technology, memperkirakan, Lion Air nahas terbang dengan kecepatan pada 870 kilometer per jam pada saat-saat terakhirnya, sebelum akhirnya sistem FlightRadar24 kehilangan jejaknya.

Menurut Hansman, penurunan dalam kecepatan seperti itu diperkirakan membuat barang-barang dan penumpang di dalamnya bereada dalam kondisi tanpa bobot (weightless). Bahkan, dalam situasi negatif gravitasi.

Meski memberi gambaran mengenai saat-saat terakhir yang menimpa Lion Air PK-LQP, namun informasi tersebut tak memberikan jawaban mengapa kapal terbang itu jatuh.

"Pesawat itu tiba-tiba jatuh," kata Hansman, seperti dikutip dari Bloomberg.

Sementara itu, ahli ketiga, Jasenka Rakas, dosen di bidang teknik dan penerbangan di University of California, Berkeley melakukan analisi data secara mandiri dan menyimpulkan, kecepatan Lion Air saat jatuh berkisar antara 586, 940, dan 1.018 kilometer per jam.

Data mentah yang disediakan FlightRadar24 menunjukkan bahwa Lion Air PK-LQP turun dengan kecepatan sekitar 560 km/jam.

Angka itu mewakili kecepatan ketika pesawat kehilangan ketinggian, namun tidak merepresentasikan kecepatan yang lebih tinggi, ketika kapal terbang nahas itu miring ke bawah.

Ketiga ahli, Dunham, Hansman dan Rakas memperkirakan, kecepatan yang dihasilkan studi mereka hanya sekedar perkiraan. Bukan hasil pasti.

Meski hanya perkiraan, kecepatan yang dihasilkan dari analisis para ahli konsisten dengan apa yang akan terjadi jika sebuah Boeing 737, dengan mesin yang masih bekerja, menghujam ke bawah dan mulai berakselerasi.

Perkiraan tersebut juga didasarkan pada sampel puing pesawat yang ditemukan di perairan di dekat lokasi kecelakaan.

Black Box dari pesawat Lion Air JT 610 diperlihatkan saat rilis posko evakuasi JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11). Black Box  tersebut ditemukan 500 meter dari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Investigasi kecelakaan Lion Air PK-LQP dipimpin KNKT, dibantu perwakilan NTSB, Boeing, serta Badan Penerbangan Federal AS atau FAA.

Data FlightRadar24 mencakup posisi GPS, ketinggian, waktu, dan kecepatan yang dilalui pesawat secara horizontal di atas permukaan Bumi. Dalam 1,6 detik terakhir sebelum Lion Air menghilang di atas perairan, kapal terbang tersebut berada di ketinggian 425 kaki di atas air -- setelan anjlok 1.025 kaki dari ketinggian sebelumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.