Sukses

Diam-Diam Ternyata Perawat di Jerman Ini Bunuh 100 Orang Pasien

Seorang mantan perawat di Jerman mengaku telah membunuh 100 pasien, menjadikannya salah satu pembunuh berantai dengan korban terbanyak di dunia.

Liputan6.com, Berlin - Seorang mantan perawat di Jerman mengaku dalam persidangan bahwa dirinya telah membunuh 100 pasien, membuatnya menjadi salah satu pembunuh berantai dengan korban terbanyak di dunia.

Para detektif mengatakan Niels Hogel memberikan dosis obat yang fatal kepada orang-orang yang dirawatnya --hingga menyebabkan gagal jantung-- di dua rumah sakit di Jerman utara, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (31/10/2018).

Motifnya, kata jaksa, adalah untuk membuat rekan-rekannya terkesan, ketika Hogel mencoba untuk meresusitasi korban.

Hogel (41) sudah menjalani hukuman seumur hidup karena membunuh enam pasiennya.

Dia sekarang dikatakan telah membunuh 36 pasien di Oldenburg dan 64 di dekat Delmenhorst antara 1999 dan 2005.

Ketika hakim di Pengadilan Oldenburg menanyakan apakah itu benar, Hogel menggatakan, "kurang-lebih semuanya korban saya."

Sidang untuk kasus Hogel diperkirakan akan berlangsung hingga Mei 2019. Persidangan itu merupakan kelanjutan dari hasil uji toksikologi bertahun-tahun pada 130 set jasad korban. Dari total itu, penyidik baru bisa membuktikan sekitar puluhan jasad yang menjadi korban Hogel.

Puluhan kerabat korban yang meninggal di tangan Hogel berada di pengadilan Oldenburg untuk mendengarkan pengakuannya.

Banyak dari mereka yang menuntut untuk mengetahui bagaimana Hogel dapat tega membunuh begitu banyak orang dan melakukannya secara leluasa di dua rumah sakit.

Hogel juga dilaporkan tetap diizinkan untuk terus bekerja selama dua hari setelah dia tertangkap tangan memberikan obat kepada seorang pasien. Itu ia lakukan setelah dirinya melakukan hal serupa pada pasien lain. Dua pasien itu pun meninggal.

Oleh karenanya, banyak kerabat percaya bahwa otoritas kesehatan memilih untuk menutup mata atas tindakan Hogel.

"Kami berjuang selama empat tahun untuk uji coba ini dan mengharapkan Högel dijatuhi hukuman untuk 100 pembunuhan lainnya," kata Christian Marbach, yang kakeknya dibunuh oleh Högel.

Tuntutan dari kerabat korban akhirnya memicu aparat ntuk membuka penyelidikan terkait dugaan bahwa otoritas kesehatan ikut 'memfasilitasi' ambisi Hogel untuk membunuh.

Penyelidik juga ​​mengatakan bahwa Hogel mungkin telah membunuh lebih banyak pasien, tetapi, korban potensial telah dikremasi.

Sepak Terjang Sejak 2005

Hogel pertama kali tertangkap pada tahun 2005 menyuntikkan obat yang tidak diresepkan ke pasien di Delmenhorst. Pada tahun 2008 ia dipenjara selama tujuh tahun karena percobaan pembunuhan.

Pada 2014-15, persidangan kedua menemukan dia bersalah atas dua pembunuhan dan dua percobaan pembunuhan dan dia diberi hukuman maksimum.

Dia mengatakan dia "benar-benar minta maaf" dan berharap keluarga akan menemukan kedamaian. Dia mengatakan keputusan untuk melakukan kejahatannya "relatif spontan".

Namun, selama persidangan dia mengaku pada seorang psikiater bahwa dia telah membunuh hingga 30 orang.

Investigator kemudian memperluas penyelidikan, menggali 130 mantan pasien dan mencari bukti obat yang dapat memicu serangan jantung. Mereka juga meneliti catatan di rumah sakit tempat dia bekerja.

Catatan di rumah sakit Oldenburg menunjukkan tingkat kematian dan resusitasi meningkat lebih dari dua kali lipat ketika Hogel sedang bertugas, media Jerman melaporkan.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Suster Jepang Klaim Bunuh 20 Pasien, Campur Infus dengan Cairan Antiseptik

Kasus serupa juga terjadi di Jepang. Seorang suster mengaku kepada polisi bahwa ia telah membunuh setidaknya 20 pasien, dengan mencampur infus dengan cairan antiseptik.

Pembunuhan itu ia lakukan karena dirinya hendak mengatur waktu kematian korban.

Ayumi Kuboki (perempuan, 30 tahun) mengatakan, ia mencampur infus pasien dengan antiseptik agar korban segera meninggal, namun, pada waktu yang 'tepat' yakni; di luar giliran kerjanya. Demikian seperti dikutip dari USA Today, Kamis 12 Juli 2018.

Kuboki mengatakan kepada penyelidik, memberi tahu keluarga tentang kematian seorang pasien merupakan 'beban' baginya --yang mana tugas itu diperuntukkan bagi perawat yang bertugas.

Untuk menghindari 'beban' itu, Kuboki menargetkan pasien yang berstatus kritis nyaris meninggal, sehingga mereka akan mati pada saat giliran kerja perawat lain.

Kendati demikian, polisi meyakini bahwa Kuboki mungkin juga membunuh pasien lain yang tidak berstatus kritis.

Polisi juga menemukan setidaknya 10 kantong infus yang memiliki bekas tusukan jarum kecil --mengindikasikan bahwa peracunan antiseptik itu dilakukan dengan cara menyuntikkan zat tersebut ke dalam cairan infus, dan jumlah korban mungkin melebihi 20 orang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.