Sukses

Eksekusi Mati WNI, Dubes dan Menlu Arab Saudi Diprotes Retno Marsudi

Seorang TKW asal Majalengka dihukum mati di Arab Saudi. Hal itu memicu Menlu Retno Marsudi protes.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) telah menjalani hukuman mati di Arab Saudi. Perempuan bernama Tuti Tursilawati ini dieksekusi di Thaif pada 29 Oktober 2018 pukul 09.00 waktu setempat.

Hal tersebut dilaporkan langsung oleh Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, usai mendatangi rumah Tuti di Majalengka, Jawa Barat.

"Tadi malam, sekitar pukul 12.00 (00.00 WIB), saya tiba langsung di rumah Tuti Tursilawati di Majalengka dan saya bertemu langsung dengan ibu Tuti Tursilawati untuk menyampaikan... karena dalam SOP kami, orang pertama yang harus mengetahui mengenai berita ini adalah keluarga Tuti Tursilawati," ucap Iqbal saat memberikan keterangan pers pada Selasa (30/10/2018) di Kemlu, Jakarta.

Tuti ditetapkan oleh pengadilan Thaif pada 2011 sebagai terpidana kasus pembunuhan berencana. Dia dituduh menghabisi nyawa ayah majikannya yang merupakan warga negara Arab Saudi, bernama Suud Mulhak Al Utaibi, pada tahun 2010.

Sejak saat itu, pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk meringknkan hukuman bagi Tuti, antara lain pendampingan kekonsuleran sejak 2011 hingga 2018, 3 kali penunjukkan pengacara, 3 kali permohinan banding, dan 2 kali permohonan peninjauan kembali (PK).

"Alhamdulillah, ketiga permohonan banding disetujui oleh pengadilan banding Arab Saudi di Thaif, namun keputusan hasil banding tetap seperti semula. Bahkan salah satu dari permintaan banding tersebut dipenuhi dengan mengganti seluruh majelis hakim," jelas Iqbal.

Kemudian untuk PK, yang dipenuhi hanya sekali dan pemenuhan PK ini datang dari perintah Mahkamah Agung. "Jadi benar-benar dimulai dari nol," lanjut Iqbal.

Namun hal yang disayangkan oleh pemerintah Indonesia terhadap eksekusi mati Tuti Tursilawati adalah tidak ada pemberitahuan dari Arab Saudi yang disampaikan kepada perwakilan Indonesia di negara kerajaan itu, baik KBRI Riyadh maupun KJRI Jeddah.

Mengetahui kabar tersebut, Iqbal menegaskan bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi sudah melayangkan protes terhadap pihak Arab Saudi.

Pernyataan itu, kata Iqbal, disampaikan oleh Retno Marsudi kepada Menlu Arab Saudi, Adel al-Jubeir, yang pada 23 Oktober datang ke Indonesia dan menyambangi Gedung Pancasila Kemenlu RI.

"Menlu RI kemarin sudah berbicara langsung dengan menlu Arab Saudi, menyampaikan protes beliau. Kemudian pada hari ini, menlu sudah memanggil duta besar Arab Saudi di Jakarta (Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi) dan menyampaikan protes secara langsung," papar Iqbal.

Setelah eksekusi mati Tuti Tursilawati dilakukan, staf KJRI Jeddah ikut menghadiri pensalatan dan pemakaman WNI itu. Jenazah Tuti dikebumikan di pemakaman umum kota Thaif, Arab Saudi

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Arab Saudi Jadi Tempat Buruk Untuk TKI?

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Bobi Anwar Ma'arif, menyampaikan beberapa hal terkait kasus Tuti Tursilawati dan para pekerja migran Indonesia yang menjalani hukuman mati.

"Pertama, memang kondisi kerja di Arab Saudi buruk. Hal itu karena dilandasi dengan adanya sistem kafalah yang... privasi keluarga warga negara Arab (Saudi) begitu tertutup, tidak bisa ngapain apa saja, bahkan negara pun tidak bisa melakukan intervensi," tutur Bobi di tempat dan waktu yang sama.

Ia pun menyampaikan bahwa berdasarkan pengalaman teman-temannya yang bekerja di kantor KBRI Riyadh maupun KJRI Jeddah, saat para staf dimintai informasi oleh pihak SBMI, ada rintangan yang dihadapi.

"Kendalanya yaitu mereka tidak bisa melakukan sidak (inspeksi mendadak) langsung ke rumah majikan (dari para TKI/TKW). Karena untuk bisa masuk ke dalam rumah itu harus ada izin. Kemudian harus didampingi oleh aparat penegak hukum di negara Arab (Saudi)," ucapnya.

Kondisi seperti ini yang membuat banyak pekerja migran Indonesia, terutama di sektor PRT, rentan terhadap prostitusi, eksploitasi, kekerasan seksual, bahkan penganiayaan.

"Termasuk yang dialami oleh Tuti. Dari informasi yang kami dapat dari percakapan ibunda Tuti dan Tuti, jadi Tuti sering mebgalami pelecehan seksual. Baik itu ditowel atau dipeluk dari belakang. Peristiwa ini kemudian membuatnya merasa tidak terhormat, tidak bermartabat, akhirnya dia melakukan aksi yang di luar dugaannya," tegas Bobi.

Selain itu, Migrant CARE juga sangat menyayangkan langkah eksekusi tersebut, karena memperlihatkan bahwa tertutupnya informasi adalah upaya untuk menutup-nutupi berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Saudi Arabia, terutama hak asasi yang paling dasar, hak atas kehidupan.

Migrant CARE juga mengimbau Presiden Jokowi untuk "membatalkan Nota Kesepahaman RI-Saudi tentang penempatan one channel system ke Arab Saudi.

Sebab menurut LSM ini, negara ini terbukti tidak memenuhi syarat dan ketentuan tentang perlindungan hak asasi pekerja migran, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam dokumen yang ditandangani Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Hanif Dhakiri dan Menaker Arab Saudi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.