Sukses

Fenomena Hutan Bernapas di Kanada yang Viral di Media Sosial, Ini Kata Ahli

Berikut penjelasan ilmuwan tentang "hutan bernapas" di Kanada yang sempat viral di media sosial.

Liputan6.com, Ontario - Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video "hutan bernapas". Dalam rekaman tersebut, tanah hutan itu tampak kembang-kempis bak manusia yang sedang mengembuskan napasnya.

Pohon-pohon terlihat bergoyang-goyang, angin berdesir dan permukaan tanah bergerak naik dan turun, seolah-olah di bawahnya ada paru-paru raksasa yang sedang memompa oksigen.

Rekaman tersebut difilmkan pada awal bulan ini. Lokasinya berada di sebuah hutan rimba di Sacre-Coeur, Quebec, Kanada.

Itu bukan gempa bumi atau gerombolan Ent dalam film "The Lord of the Rings". Menurut ilmuwan, kejadian tersebut memang nyata dan salah satu keajaaiban alam.

"Selama hujan dan badai, tanah menjadi jenuh, 'melonggarkan' kohesinya dengan akar, ketika angin menerpa bagian atas mahkota pohon," kata Mark Vanderwouw, seorang ahli pohon dari Shady Lane Expert Tree Care di Ontario , Kanada.

"Angin sedang mencoba untuk mendorong pohon-pohon di atas. Ketika kekuatan ini dipindahkan ke akar, maka tanah mulai 'terengah-engah', seperti dalam video itu," lanjutnya, sebagaimana dilansir dari Live Science, Selasa (30/10/2018).

Peristiwa tersebut bisa dikatakan sebagai bentrokan antara sejumlah elemen: angin versus akar dan udara versus Bumi.

Menurut Mark, angin dan udara tampaknya telah memenangkan 'pertempuran'. Namun, ia menambahkan, "Jika angin bertiup sedikit lebih kencang atau embusannya bertahan sedikit lebih lama, maka akar pohon kemungkinan akan patah, dan hutan bisa amblas."

Fenomena alam itu tampak sangat dramatis. Tetapi hal yang perlu diingat adalah pohon memang benar-benar bernapas, dengan menggantikan karbon dioksida di atmosfer (CO2) dengan oksigen melalui proses fotosintesis.

Demikian pula dengan tanah yang bernapas dari dalam. Mark menjelaskan, mikroba-mikroba kecil yang hidup di bawah tanah menghabiskan CO2 yang disimpan di akar tanaman dan daun-daun yang mati, lalu melepaskan CO2 itu kembali ke udara.

"Ini disebut respirasi tanah, dan itu telah terjadi lebih banyak dalam 25 tahun terakhir, berkat perubahan iklim," ucap Mark.

Jadi, begitulah. Hutan dapat bernapas, tetapi tidak dengan cara yang jelas dan terlihat, dan perubahan iklim menyebabkan mereka mengalami hiperventilasi (pernapasan cepat yang menyebabkan kekurangan karbon dioksida).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hutan Seluas 40 Lapangan Sepak Bola Hilang Tiap Menit...

Sementara itu, laporan baru yang masif dari Global Forest Watch dan University of Maryland menunjukkan bahwa lebih dari 15,8 juta hektar hutan tropis hilang setiap menitnya, selama tahun 2017. Jumlah tersebut sama dengan area seluas Bangladesh atau 40 lapangan sepakbola.

Data tersebut diambil melalui citra satelit. Menurut keterangan, hilangnya pohon di seluruh dunia terjadi karena dua faktor, yakni aktivitas manusia atau penyebab alami, seperti kebakaran.

Temuan mereka juga menunjukkan bahwa tahun lalu menjadi tahun terburuk kedua dalam catatan mereka, setelah tahun 2016. Tingkat kehilangan ini merupakan bencana bagi satwa liar dan manusia, sebab hutan memainkan peran penting dalam menyimpan karbon dioksida dan membantu menyerap emisi CO2 yang diciptakan oleh aktivitas manusia.

Meski konservasi hutan berperan memberi 30% jumlah dari yang ditetapkan oleh Perjanjian Iklim Paris, namun itu masih belum cukup.

"Ini seperti memadamkan rumah yang kebakaran dengan satu sendok teh air," kata Frances Seymour di World Resources Institute yang menjalankan Global Forest Watch.

Brasil sekali lagi menjadi peringkat pertama negara yang kehilangan tutupan pohon paling tinggi. Sebagian besar disebabkan oleh kebakaran, yang dipantik dari orang-orang yang membersihkan lahan untuk pertanian.

Perubahan iklim juga berperan besar terhadap kekeringan di wilayah tersebut, sehingga hutan pun lebih rentan terhadap kebakaran.

Negara dengan hilangnya tutupan pohon tertinggi kedua adalah Republik Demokratik Kongo, yang mencapai rekor tertinggi pada tahun 2017, yaitu 6% dari tahun sebelumnya. Kolombia juga mengalami lonjakan 46% dibanding tahun sebelumnya.

Namun, sebagian besar tren ini bersifat politis.

Tahun lalu, Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) dilucuti senjatanya. Dengan menghilangnya FARC, kelompok bersenjata kecil pun mulai berani mengeksploitasi lahan dan hutan, membersihkannya secara ilegal untuk pertanian, penambangan, dan penebangan kakao.

Meski demikian, tidak semuanya berita buruk.

Indonesia misalnya, mengalami penurunan jumlah kehilangan tutupan pohon sebesar 60% pada tahun 2017. Ini berkat larangan sementara terhadap pembakaran gambut di kawasan hutan lindung.

Selain itu, El Nino juga membawa hujan ke Indonesia, sehingga lebih sedikit kebakaran dibanding tahun-tahun sebelumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.