Sukses

Kesalahan Pilot... 5 Hal yang Diklaim Paling Sering Picu Kecelakaan Pesawat

Ilmuwan menyebutkan lima hal berikut adalah penyebab paling utama kecelakaan pesawat di sepanjang sejarah.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia penerbangan kembali berkabung. Pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Sebelum jatuh, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 hilang kontak sejak lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Senin pagi pukul 06.33 WIB.

Pesawat membawa total 189 orang. Terdiri dari 178 penumpang dewasa, 1 penumpang anak-anak dan 2 bayi, 2 pilot dan 6 awak kabin. Basarnas masih melakukan pencarian lokasi jatuhnya pesawat Lion Air di Tanjung Karawang.

Dikutip dari Daily Mail pada Senin (29/10/2018), kabar tentang kecelakaan pesawat yang mengerikan secara cepat menimbulkan pertanyaan tentang keselamatan perjalanan udara.

Banyak orang kemudian berspekulasi tentang apa saja pemicu kecelakaan pesawat, meski sistem transportasi udara itu memiliki aturan cukup rumit dan ketat dalam operasionalnya.

Beberapa ilmuwan mencoba mengurai secara singkat dan padat tentang daftar penyebab paling umum kecelakaan pesawat. Berikut ini ulasannya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Kesalahan Pilot

Karena pesawat semakin canggih, proporsi kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan pilot justru dilaporkan meningkat. Hingga kini mencapai sekitar 50 persen.

Pesawat adalah mesin kompleks yang membutuhkan banyak manajemen.

Karena pilot secara aktif terlibat dengan pesawat di setiap tahap penerbangan, ada banyak risiko melakukan kesalahan, mulai dari gagal memprogram komputer manajemen-vital-penerbangan (FMC) hingga salah menghitung perkiraan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan.

Sementara kesalahan semacam itu disesalkan, penting untuk diingat bahwa pilot adalah barisan pertahanan terakhir ketika segala sesuatunya menjadi salah.

Pada Januari 2009 sebuah pesawat Airbus A320 menghantam sekelompok angsa di New York, Amerika Serikat. Hal itu membuat pesawat kehilangan daya mesin. Sang kapten, Chesley Sullenberger, harus mempertimbangkan sejumlah opsi dan bertindak cepat demi keselamatan penumpang.

Menggunakan pengalaman terbangnya yang luas dan pengetahuan tentang kualitas penanganan pesawat, ia pun memilih untuk mennjatuhkan pesawat di atas Sungai Hudson. Pilihan brilian, di mana seluruh kru dan penumpang selamat, meski mengalami guncangan cukup hebat.

3 dari 6 halaman

2. Kegagalan Mekanis

Meskipun perbaikan dalam desain dan kualitas manufaktur terus diperbaharui hingga kini, kegagalan mekanis masih terhitung sebagai salah satu faktor pemicu kecelakaan pesawat sekitar 20 persen.

Meski mesin secara signifikan lebih andal saat ini daripada setengah abad yang lalu, namun masih ada potensi sesekali mengalami kegagalan fatal.

Pada tahun 1989, bilah kipas yang rusak menyebabkan mesin nomor satu (kiri) dari British Midland Boeing 737-400 yang terbang di atas wilayah Belfast, Irlandia Utara, kehilangan daya jelajah.

Sulitnya membaca instrumentasi disebut berkontribusi pada penanganan kondisi mesin mati mendadak. Dibuat bingung olehnya, pilot pun mematikan mesin nomor dua (tangan kanan).

Tanpa tenaga, pesawat jatuh menukik sebelum mencapai landasan pacu Bandara East Midlands, menewaskan 47 orang dan melukai puluhan lainnya, termasuk kapten dan para pramugari.

Terkadang, teknologi baru justru menciptakan jenis kegagalan baru. Pada tahun 1950-an, misalnya, pengenalan pesawat jet bertekanan tinggi memicu deteksi suatu bahaya baru terhadap logam, yang dibawa oleh siklus tekanan udara kabin.

4 dari 6 halaman

3. Faktor Cuaca

Cuaca buruk menyumbang sekitar 10 persen dari penyebab kecelakaan pesawat. Meskipun sejumlah besar alat bantu elektronik seperti kompas giroskopik, navigasi satelit dan bahkan pembaca data cuaca otomatis, pesawat masih berkemungkinan terjebak oleh hantaman badai, salju, dan kabut.

Pada bulan Desember 2005, Southwest Airlines dengan nomor penerbangan 1248, terbang dari Bandara Internasional Baltimore-Washington ke Bandara Internasional Chicago Midway, berusaha mendarat di badai salju. Pesawat itu tergelincir dari landasan pacu dan menabrak pagar pembatas, membunuh seorang penumpang balita.

Salah satu insiden cuaca buruk yang paling terkenal terjadi pada Februari 1958, ketika pesawat penumpang bermesin ganda milik maskapai British Airways jatuh saat berusaha lepas landas dari Bandara Munich-Riem.

Banyak dari 23 korban tewas di kecelakaan nahas itu adalah pemain dan kru tim sepak bola Manchester United.

Penyidik ​​menetapkan bahwa pesawat telah diperlambat ke tingkat tertentu oleh sumbatan lumpur --akibat hujan badai sebelumnya-- yang memicu gagal mencapai kecepatan take-off.

Menariknya, para ilmuwan sepakat --berdasarkan analisis data lapangan-- bahwa petir bukanlah ancaman terbesar pemicu kecelakaan. Hal ini dikarenakan pesawat telah dirancanhg sedemikian rupa untuk menghantarkan listrik ke seluruh badannya, dengan tujuan melemahkan bahaya arus listrik terhadap navigasi penerbangan.

5 dari 6 halaman

4. Sabotase

Sekitar 10 persen dari kecelakaan pesawat lainnya disebabkan oleh sabotase. Seperti halnya sambaran petir, risiko yang ditimbulkan oleh hal ini disebut lebih kecil daripada yang dipercayai banyak orang.

Namun demikian, ada banyak serangan spektakuler dan mengejutkan oleh sabotase.

Pembajakan tiga pesawat jet penumpang pada September 1970 di Dawsons Field, Yordania, merupakan momen penting dalam sejarah penerbangan, di mana mendorong dilakukannya peninjauan keamanan intensif.

Dibajak oleh para pengikut kelompok Front Pembebasan Palestina, ketiga pesawat itu diledakkan oleh pantauan penuh pers dunia.

Meski telah dilakukan perbaikan di sana dini, masih saja ada beberapa kasus kecolongan yang membahayakan, seperti serangan "bom sepatu" oleh Richard Reid. Pria berkewarganegaraan Inggris itu diketahui menyimpan semacam bom rakitan di dalam sepatu yang dikenakannya.

Beruntung, aksi nekat tersebut berhasil digagalkan. Jika tidak, maka ledakan bom sepatu --menurut polisi-- bisa membuat lantai kabin pesawat bolong.

6 dari 6 halaman

5. Akibat Berbagai Kesalahan Manusia

Kerugian yang tersisa dikaitkan dengan jenis kesalahan manusia lainnya, seperti kesalahan yang dibuat oleh pengendali lalu lintas udara, petugas pengawal pesawat, petugas bagasi, petugas pengisian bahan bakar, hingga insinyur pemeliharaan.

Untuk yang terkahir disebut, terkadang beberapa operator memberlakukan shift panjang, yang berisiko membuat insinyur pemeliharaan kehilangan fokus kendali dalam tugasnya, dan berujung pada kecelakaan.

Pada tahun 1990, ledakan angin di pesawat British Airways hampir menghabiskan sisa hidup kapten pesawat. Menurut Biro Investigasi Kecelakaan Udara Kerajaan Inggris, hampir semua dari 90 baut pengaman angin diketahui berukuran sedikit lebih kecil dari yang seharusnya.

Alih-alih menyalahkan ketidaksesuaian antara baut dan lubangnya, insinyur pemeliharaan justru menyalahkan hal besar yang luput dari perhatian, yakni kurangnya kualitas tidur akibat shift berlebih.

Hal ini, masih menurut penyelidikan yang sama, menyebabkan penalaran dan penilaian matematis mudah goyah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.