Sukses

Klaim Arab Saudi Vs Turki, Jamal Khashoggi Tewas Akibat Berkelahi Atau Dimutilasi?

Penyangkalan Arab Saudi berakhir. Riyadh mengakui Jamal Khashoggi tewas di konsulat Istanbul. Karena berkelahi bukan dibunuh.

Liputan6.com, Riyadh - Pada Selasa 2 Oktober 2018 pukul 13.14, jurnalis Jamal Khashoggi memasuki konsulat Arab Saudi di Istanbul. Pria itu sedang mengurus dokumen pernikahannya. Setelah itu, ia hilang.

Sehari kemudian, aparat Turki mengumumkan, Khashoggi hilang di konsulat Arab Saudi di Istanbul. Namun, Riyadh mengklaim korban telah meninggalkan fasilitas diplomatik itu.

"Sepemahaman saya, ia masuk dan kemudian keluar setelah beberapa menit atau sejam. Saya tak yakin soal itu. Kami sedang menyelidiki kasus ini lewat kementerian luar negeri untuk mengetahui apa yang terjadi pada saat itu," kata Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman kepada Bloomberg pada Rabu 3 Oktober 2018.

Saat dikonfirmasi apakah Khashoggi tak ada di dalam gedung konsulat, sang putra mahkota menjawab, "Ya, dia tidak ada di sana."

Namun, pada Sabtu pagi 20 Oktober 2018, Arab Saudi akhirnya mengakui, Jamal Khashoggi tewas dalam perkelahian yang pecah dengan sejumlah orang di konsulat.

Berdasarkan penyelidikan awal, 18 warga Arab Saudi ditahan untuk diperiksa terkait kasus kematian Khashoggi.

Kerajaan juga memecat deputi kepala intelijen Ahmad al-Assiri dan Saud al-Qahtani, pembantu senior Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Raja Salman juga dilaporkan memerintahkan pembentukan komite kementerian, yang dipimpin oleh putra mahkota, untuk merestrukturisasi dinas intelijen.

"Untuk memodernisasi regulasinya dan mendefiniskan kewenangan persisnya," demikian dikutip dari situs CNBC.com, Sabtu (20/8/2018).

Langkah Arab Saudi tersebut telah diprediksi oleh sejumlah orang. Situs The New York Times pada 18 Oktober 2018 memuat artikel berjudul, Saudis May Blame Intelligence Official for Killing Jamal Khashoggi.

"Para penguasa Arab Saudi sedang mempertimbangkan untuk mengambinghitamkan pejabat intelijen yang dekat dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman atas pembunuhan Jamal Khashoggi," demikian ungkap tiga sumber kepada The New York Times.

Rencana itu menargetkan Mayor Jenderal Ahmed al-Assiri. Diduga, upaya tersebut dimaksudkan untuk menyediakan penjelasan masuk akal terkait dugaan pembunuhan Khashoggi, sekaligus membelokkan kecurigaan yang mengarah pada sang putra mahkota.

Jamal Khashoggi, mantan orang dekat kerajaan yang diasingkan sekaligus kontributor The Washington Post, dikenal kritis pada kebijakan istana, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

 

Saksikan video terkait pembunuhan Jamal Khashoggi berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Klaim Aparat Turki: Khashoggi Dimutilasi

Sebelumnya, aparat Turki mengaku memiliki bukti bahwa 15 agen yang dikirim pihak Arab saudi membunuh dan memutilasi Jamal Khashoggi di dalam gedung konsulat.

Para algojo tersebut diduga menanti kedatangan Khashoggi di gedung konsulat.

Dalam beberapa menit kemudian, adegan brutal berlangsung. Hanya hitungan menit, Khashoggi tewas, kepalanya dilaporkan terpisah dari raga, bagian tubuhnya yang lain dimutilasi, termasuk jari-jemarinya.

Sekitar dua jam kemudian, para algojo kemudian pergi meninggalkan gedung konsulat dan naik pesawat, demikian diungkap aparat senior Turki.

Sementara itu, Donald Trump yang awalnya mengatakan bahwa Arab Saudi terancam 'konsekuensi berat' jika terbukti membunuh Khashoggi, mengatakan penangkapan yang dilakukan pihak Riyadh adalah langkah yang baik. 

Wakil Presiden AS, Mike Pence menegaskan, pihaknya tak akan bergantung sepenuhnya pada informasi yang diberikan Arab Saudi.

Sejumlah anggota Kongres bahkan terang-terangan mengaku skeptis dengan penjelasan pihak Arab Saudi.

"Pertama, kita diberi tahu bahwa Khashoggi konon meninggalkan konsulat dan ada penolakan menyeluruh atas keterlibatan Saudi. Sekarang, perkelahian pecah dan dia terbunuh di konsulat, semua tanpa sepengetahuan Putra Mahkota," kata Senator Lindsey Graham.

Dalam kolom terakhirnya di Washington Post, Khashoggi menyoroti perlunya pers yang bebas dan independen di negara-negara Arab.

Dia menyebutm masyarakat internasional telah menutup mata terhadap meningkatnya upaya pembungkaman pers yang dilakukan pemerintah Arab.

"Tindakan-tindakan tersebut tidak lagi membawa konsekuensi munculnya serangan balik dari masyarakat internasional. Sebaliknya, hanya memicu kecaman, yang dengan cepat diikuti oleh keheningan," tulis Khashoggi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.