Sukses

PBB Mobilisasi Bantuan untuk Korban Gempa-Tsunami di Sulawesi Tengah

PBB menjelaskan bahwa pihaknya telah memobilisasi bantuan untuk korban gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah sejak 1 Oktober 2018.

Liputan6.com, Jenewa - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa pihaknya telah memobilisasi bantuan untuk korban gempa-tsunami di Sulawesi Tengah sejak 1 Oktober 2018.

Pihak PBB mulai memobilisasi bantuan menyusul keputusan pemerintah Indonesia yang memberikan lampu hijau untuk masuknya bantuan internasional ke Sulawesi, dengan syarat, harus berkoordinasi dengan lembaga pemerintah RI.

Seperti dikutip dari UN News, Rabu (3/10/2018), bantuan kemanusiaan itu ditujukan untuk menyasar lebih dari 48 ribu orang yang berlindung di sekitar 200 tempat pengungsian di Palu. Bantuan juga mencakup upaya evakuasi darurat bagi korban atau jenazah yang hilang.

Di Twitter, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengatakan pada hari Senin bahwa dia telah "mengikuti tragedi yang berlangsung", bertepatan dengan langkah OCHA yang mulai memobilisasi bantuan.

Sementara itu, Perwakilan Khusus PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Mami Mizutori mengatakan, "Turut prihatin pada semua yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami," ujarnya, sebagaimana dikutip dari UN News.

"Belasungkawa saya yang terdalam kepada semua orang yang kehilangan keluarga dan teman-teman," kata dia.

Mizutori menambahkan, "Sistem PBB telah memobilisasi untuk mendukung upaya penyelamatan dan bantuan --yang dipimpin pemerintah-- sebagaimana diperlukan."

Badan PBB menambahkan bahwa pemerintah Indonesia "menyambut penawaran khusus" bantuan internasional yang sejalan dengan kebutuhan saat ini, yang menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), meliputi makanan, bahan penampungan, bahan bakar dan generator, air bersih, dan bantuan medis.

"Komunitas kemanusiaan yang bekerja di Indonesia sangat sedih dengan hilangnya nyawa dan luka-luka akibat gempa dan tsunami di Sulawesi," kata pernyataan kantor PBB untuk Urusan Koordinasi Kemanusiaan (OCHA).

"Lembaga kemanusiaan berkomunikasi erat dengan pemerintah untuk lebih memahami situasi di daerah yang terkena bencana dan siap mendukung, sekiranya diperlukan."

Pengiriman bantuan sedang berlangsung, tetapi tanah longsor dan kerusakan pada infrastruktur penting menghambat akses.

Ini termasuk kerusakan landasan pacu di bandara Palu, yang memperlambat pergerakan peralatan dan personel.

Menurut kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR), Indonesia mengalami banyak kematian akibat tsunami daripada negara lain. Tragedi di Sulawesi Tengah adalah tsunami fatal keenam yang menyerang sejak tsunami 2004 yang merenggut sekitar 226 ribu jiwa di 12 negara, sebagian besar di Indonesia.

Gempa bumi dan tsunami bertanggung jawab atas lebih banyak kematian daripada kejadian cuaca ekstrem, menewaskan setidaknya 747.234 jiwa selama 20 tahun terakhir, menurut laporan UNISDR yang baru.

Laporan itu akan dirilis pekan depan bertepatan dengan Hari Internasional untuk Pengurangan Bencana pada 13 Oktober.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Satgas Koordinasi Bantuan Internasional

Pemerintah Indonesia, pada 1 Oktober 2018, telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengoordinasikan masuknya bantuan internasional bagi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Satuan tugas itu dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), membawahi sejumlah kementerian dan lembaga negara lain, termasuk Kementerian Luar Negeri RI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pembentukan satgas itu, kata pihak Kemlu, sekaligus mengonfirmasi bahwa pemerintah RI, atas mandat Presiden Joko Widodo, membuka pintu kepada komunitas internasional untuk memberikan bantuan.

"Tadi pagi, Kemenko Polhukam serta kementerian dan lembaga terkait telah mengadakan rapat untuk membentuk satgas guna mengatur distribusi bantuan internasional itu," Juru Bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir mengonfirmasi dalam sebuah keterangan pers yang diperoleh Liputan6.com dari RRI, Senin (1/10/2018).

"Satgas dipimpin oleh pejabat Kemenko Polhukam dan beranggotakan pejabat Kemlu dan lembaga negara terkait. Jadi, negara dan organisasi internasional yang akan memberikan bantuan, tidak langsung masuk ke Sulawesi, tapi dikoordinasikan melalui satgas tersebut."

Sejak gempa dan tsunami menghantam Palu, Donggala, dan beberapa wilayah lain di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 --yang telah menewaskan setidaknya 844 orang, ratusan lainnya terluka, dan ribuan orang mengungsi atau menderita kerugian ekonomi-- negara sahabat telah menyampaikan kesiapannya untuk memberikan bantuan.

Namun, mereka harus menunggu pemerintah pusat RI memberikan "lampu hijau" sebelum mengirim bantuan itu --sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.

Berbagai negara telah menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan, kata Arrmanatha, dalam berbagai bentuk seperti: uang, SAR, rehabilitasi dan pemulihan infrastruktur. Atau, bantuan untuk mengatasi kekurangan primer yang saat ini ada, seperti keterbatasan makanan, air, obat dan alat medis, serta selimut hingga tenda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.