Sukses

PBB: Perdagangan Obat-obatan Terlarang di Asia Mencapai Rekor Tertinggi

PBB menyebut perdagangan narkoba di seantero Asia telah mencapai rekor tertinggi dan mengkhawatirkan dalam sejarah.

Liputan6.com, Bangkok - Laporan terbaru PBB menyebut produksi dan perdagangan obat-obatan terlarang telah mencapai angka tertinggi dalam sejarah di Asia.

Hal tersebut menandakan bahwa kelebihan pasokan narkoba dapat memicu bahaya lebih luas terhadap generasi muda, terutama di kawasan Asia Tenggara yang menjadi lintasan terbesarnya.

"Bahkan ketika pihak berwenang menyita obat-obatan terlarang dalam jumlah yang lebih besar, kelebihan pasokan mampu membuat harganya tetap stabil, seperti misalnya metamfetamin, yang mampu dijangkau oleh kelompok usia muda," jelas seorang pejabat dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), sebagaimana dikutip dari Asia One pada Selasa (2/10/2018).

Pasokan narkoba semakin besar karena kejahatan terorganisasi meningkatkan jumlah distribusi, yang membanjiri wilayah Asia Tenggara, terutama di sepanjang lintasan Sungai Mekong," ujar Jeremy Douglas, perwakilan regional UNODC di Bangkok.

Di Thailand, menurut data PBB, harga tablet sabu berkisar antara US$ 1,5 (setara Rp 22.500 dengan kurs Rp 15.029 per 1 dolar AS) dan US$ 4,5 (setara Rp 67 ribu) pada 2017, turun dari kisaran US$ 4-7 (setara Rp 60 ribu hingga Rp 105 ribu) pada 2014.

"Lonjakan pasokan tablet 'yaba' telah mendorong harga eceran turun di Asia Tenggara, membuatnya terjangkau oleh pengguna yang lebih muda," ujar Douglas, menggunakan istilah Thailand untuk bentuk tablet sabu.

Baru-baru ini, polisi Thailand menyita lebih dari 14 juta pil metafetamin senilai US$ 45 juta (setara Rp 676 miliar) di salah satu gudang narkoba terbesar yang pernah ditemukan di Negeri Gajah Putih pada bulan Agustus.

Di negara tetangga, Malaysia, otoritas setempat menyita jumlah kristal metafetamin terbesarnya pada bulan Mei, yakni hampir 1,2 ton yang disamarkan sebagai teh dalam sebuah ekspedisi dari Myanmar.

Ditambahkan oleh laporan UNODC, sebagian besar produksi narkoba di Asia Tenggara berasal dari bagian tanpa hukum di Myanmar, khususnya Negara Bagian Shan.

 

* Liputan6.com yang menjadi bagian KapanLagi Youniverse (KLY) bersama Kitabisa.com mengajak Anda untuk peduli korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Yuk bantu Sulawesi Tengah bangkit melalui donasi di bawah ini.

 

 

Semoga dukungan Anda dapat meringankan beban saudara-saudara kita akibat gempa dan tsunami Palu di Sulawesi Tengah dan menjadi berkah di kemudian hari kelak.

wajib pakai di semua artikel baru

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Produksi Opium dan Kokain Meningkat

Sementara itu, laporan serupa lainnya dari PBB--yang terbit beberapa bulan lalu-- menyatakan bahwa produksi kokain dan opium kian meningkat ke rekor tertinggi, seiring berkembangnya pasar narkoba di berbagai belahan dunia.

Dalam laporan World Narcotic 2018, PBB menemukan produksi opium global melonjak 65 persen menjadi 10.500 ton dari tahun 2016 ke tahun 2017, dan sepanjang tahun 2016 lebih dari 1.400 ton kokain diproduksi secara global, tingkat tertinggi yang pernah tercatat.

Dikutip dari VOA Indonesia, laporan itu menyatakan sebagian besar kokain dunia bersumber dari Kolombia, yang tidak hanya dijual di Amerika Utara, melainkan juga di pasar-pasar baru di Afrika dan Asia.

Adapun opium, menurut laporan tersebut, utamanya diproduksi di Afghanistan dan disitribusikan melalui rute Laut Balkan, ke Turki, hingga Eropa Barat.

Direktur Divisi Operasi dari Kantor PBB untuk isu narkoba, Miwa Kato, menyebut peningkatan krisis opioid, yaitu konsumsi obat-obat dengan resep untuk penggunaan nonmedis, menjadi ancaman besar bagi kesehatan publik dan penegakan hukum di seluruh dunia.

"Sekarang tiga perempat dari kematian terkait kecanduan di seluruh dunia terkait dengan krisis opiod. Krisis ini menjadi keprihatinan yang semakin meluas, tidak hanya dalam konteks Amerika Utara yang kebanyakan menajdi perhatian media, melainkan juga sebagian besar di Afrika dan Asia, di mana kami juga menjumpai permasalahan serupa," ujar Miwa Kato.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.