Sukses

Miras Oplosan Renggut 42 Nyawa di Iran, Ratusan Orang Harus Cuci Darah

Sebanyak 42 orang di Iran dilaporkan tewas karena meminum minuman alkohol terkontaminasi.

Liputan6.com, Teheran - Setidaknya 42 orang dilaporkan tewas setelah menenggak minuman keras oplosan terkontaminasi di Iran, kata seorang juru bicara pemerintah, Senin 1 Oktober.

Juru bicara kementerian kesehatan setempat, Iraj Harirchi, mengatakan 16 orang mengalami kebutaan, dan 170 lainnya menjalani dialisis --penanganan intensif berupa metode cuci darah-- pasca-konsumsi minuman alkohol oplosan tercemar itu.

Dalam tiga minggu terakhir, sebagaimana dikutip dari BBC pada Selasa (2/10/2018), setidaknya 460 orang di lima provinsi di Iran telah dirawat di rumah sakit, dengan korban termuda seorang wanita berusia 19 tahun.

Minuman alkohol sendiri adalah ilegal di Iran, tetapi minuman keras oplosan masih bisa tersebar luas, dan jarang mendapat teguran dari pihak berwenang. Namun, kadar etanol dalam minuman beralkohol oplosan terkadang diganti dengan metanol, yang berisiko menyebabkan keracunan.

Polisi di kota Bandar Abbas di wilayah selatan Iran, menangkap sepasang suami istri pada pekan lalu, karena diduga memproduksi alkohol tanpa izin.

Rana Rahimpour, seorang wartawan BBC Persia mengatakan bahwa kematian atau luka akibat alkohol oplosan jarang terjadi di Iran, tetapi yang mengejutkan adalah besarnya jumlah korban tewas, dan luasnya penyebaran masalah terkait ke sejumlah provinsi.

Seorang analis mengatakan bahwa dampak dari sanksi ekonomi AS atas kesepakatan nuklir Iran, kemungkinan berperan dalam menyebabkan maraknya kasus minuman alkohol oplosan terkontaminasi.

"Dengan jatuhnya nilai mata uang Iran terhadap dolar AS, orang mungkin beralih ke alkohol oplosan yang murah, dibandingkan merek impor luar negeri yang mahal," ujar analis terkait yang meminta disebut anonim.

Sementara itu, para pejabat anti-narkoba Iran percaya bahwa setiap tahunnya, 80 juta liter alkohol senilai US$ 730 juta (setara Rp 10,9 miliar, dengan kurs Rp 15.027 per satu dolar AS) diselundupkan ke Iran.

Warga Iran, terutama mayoritas penganut Islam, dilarang minum alkohol sejak revolusi negara itu tahun 1979.

Pasal 265 pada hukum pidana Islam Iran menyatakan bahwa hukuman untuk konsumsi alkohol bagi warga muslim adalah 80 cambukan.

Namun ada pengecualian bagi warga non-Muslim untuk memproduksi alkohol sendiri, dan mengonsumsinya di rumah untuk tujuan keagamaan, seperti bagi penganut ajaran gereja koptik misalnya.

 

* Liputan6.com yang menjadi bagian KapanLagi Youniverse (KLY) bersama Kitabisa.com mengajak Anda untuk peduli korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Yuk bantu Sulawesi Tengah bangkit melalui donasi di bawah ini.

 

 

Semoga dukungan Anda dapat meringankan beban saudara-saudara kita akibat gempa dan tsunami Palu di Sulawesi Tengah dan menjadi berkah di kemudian hari kelak. 

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Iran Tegaskan Posisi di Suriah

Di lain kabar, dalam agenda Sidang Umum PBB di New York pekan lalu, Presiden Hassan Rouhani mengatakan bahwa Iran akan terus ada di Suriah selama rezim Bashar al-Assad menginginkannya.

Akan tetapi, keberadaan Iran di Suriah bukan untuk mencari konflik dengan Amerika Serikat (AS), yang turut terlibat dalam perseteruan menahun di negara beribu kota Damaskus itu.

Berpidato pada 26 September 2018, Rouhani kembali menegaskan dukungan Iran terhadap rezim Assad dan mengklaim bahwa bantuan Teheran diperlukan untuk membentengi Suriah dari kelompok teror ISIS.

"Kehadiran kami di Suriah akan terus berlanjut selama pemerintah Suriah meminta kehadiran kami," kata Rouhani dalam konferensi pers di New York, seperti dikutip dari surat kabar The Times of Israel, Jumat 28 September.

Lebih lanjut, Rouhani mengatakan, "Kami tidak ingin berperang dengan pasukan AS di manapun di kawasan ini. Kami tidak ingin menyerang mereka dan meningkatkan ketegangan."

"Tapi kami meminta Amerika Serikat untuk mematuhi undang-undang dan menghormati kedaulatan negara," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.