Sukses

Inggris: Ada Harga Mahal Harus Dibayar Rusia Jika Terus Pakai Senjata Kimia

Pemerintah Inggris mengancam Rusia dengan tindakan keras jika mereka tetap menggunakan senjata kimia.

Liputan6.com, London - Inggris telah memperingatkan Rusia bahwa Kremlin akan membayar "harga mahal" jika terus menggunakan senjata kimia, menyusul insiden peracunan agen saraf Novichok di Salisbury, beberapa bulan lalu.

Menteri Luar Negeri Inggris, Jeremy Hun, mengatakan kepada timpalannya dari Rusia, Sergei Lavrov, bahwa pihaknya sangat tidak menerima "instruksi penggunaan senjata kimia di tanah Inggris oleh perwira militer Rusia".

Menlu Hunt mengatakan bahwa setelah senjata nuklir, tidak ada yang lebih mengerikan dibandingkan senjata kimia.

Di lain pihak, sebagaimana dikutip dari BBC pada Jumat (28/9/2019), Rusia membantah tuduhan peracunan pada bulan Maret. Dalam serangan agen saraf, bekas mata-mata Rusia Sergei Skripal --yang menjual rahasia ke MI6-- dan putrinya Yulia diracun dengan Novichok di kota Salisbury, Inggris.

Baik Skripal dan putrinya selamat, tetapi Dawn Sturgess --wanita lokal yang tidak terhubung dengan serangan asli-- meninggal pada bulan Juli setelah terpapar zat yang sama.

Berbicara pada kunjungan ke Sidang Umum PBB di New York, Menlu Hunt mengatakan: "Kami memiliki bukti senjata kimia digunakan di jalan-jalan Salisbury, dan hal itu sama seperti yang digunakan di Suriah, di bawah perlindungan Rusia dan, demi kemanusiaan, kami perlu memastikan bahwa kita tidak memutar balikkan fakta akan hal ini".

Ditambahkan oleh Menlu Hunt, bahwa sangat penting bagi Rusia untuk paham bahwa komunitas internasional mengecam penggunaan senjata kimia, dan akan "ada harga yang sangat mahal" sebagai balasan jika mengabaikannya.

Bulan lalu, para penyelidik Inggris mengidentifikasi dua tersangka yang memiliki hubungan dengan dinas intelijen militer Rusia, atau dikenal sebagai GRU.

Kedua pria itu muncul di RT International, stasiun televisi pemerintah Rusia, bersikeras bahwa mereka hanyalah turis yang mengunjungi Salisbury untuk melihat "katedral terkenal dan menara 123 meter".

Pada Rabu 26 September, situs investigasi Bellingcat melaporkan bahwa salah satu dari mereka adalah seorang perwira militer yang bertugas di Chechnya dan Ukraina, di mana juga diketahui menerima penghargaan "Pahlawan Federasi Rusia" dari Presiden Vladimir Putin.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PM Inggris Terus Mengkritik Rusia

Dalam wawancaranya dengan BBC, Menlu Hunt mengatakan tindakan balasan sedang diambil terhadap intelijen militer Rusia.

Dia mengatakan bahwa akan selalu mungkin bagi negara besar seperti Rusia dalam menemukan cara mengeluarkan paspor palsu, untuk membawa orang-orang tersebut ke Inggris.

Sementara itu, dalam pertemuan dengan para pemimpin dunia di Sidang Umum PBB, Perdana Menteri Theresa May mengkritik Rusia karena "kebohongan tidak kuat" atas skandal peracunan tersebut.

PM May menuduh Rusia "melanggar terang-terangan" norma internasional, mengutip penggunaan senjata kimia yang tidak bertanggung jawab di jalan-jalan Inggris oleh agen-agen GRU.

"Rusia terus mengabaikan dan menertawakan semua tudingan yang terlibat dalam serangan itu, dan mengatakan tidak ada investigasi aktif yang menghasilkan fakta kredibel," kritik PM May.

Menulis di Facebook, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova menggambarkan tuduhan Kolonel Chepiga sebagai pelaku peracunan tidak berdasar.

Komsomolskaya Pravda, tabloid pro-Kremlin, mempublikasikan artikel online yang mencantumkan "tiga alasan" mengapa Chepiga tidak terlibat dalam peracunan Skripal, seraya menambahkan bahwa dia bukan agen rahasia dinas Rusia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.