Sukses

18-8-1906: Horor Topan yang Memicu Tsunami dan Membunuh 10.000 Orang di Hong Kong

Terjangan Topan Mangkhut melumpuhkan Hong Kong selama akhir pekan. Namun, bukan kali ini saja badai dahsyat menerjang bekas koloni Inggris itu.

Liputan6.com, Hong Kong - Terjangan Topan Mangkhut melumpuhkan Hong Kong selama akhir pekan. Air membanjiri jalanan, kaca-kaca di gedung tinggi pecah, apartemen bergoyang tertiup angin kencang, alat berat crane di sebuah zona konstruksi jatuh dan menimpa bangunan.

Di wilayah pesisir, topan memicu gelombang air yang menerjang bak tsunami. 

Layanan transportasi pun mandeg. Setidaknya 900 penerbangan dibatalkan di Bandara Internasional Hong Kong. Operasional kereta dihentikan, sejumlah ruas jalan ditutup.

"Bangunan bergoyang cukup lama, setidaknya selama dua jam," kata seorang warga, Elaine Wong seperti dikutip dari BBC News, Senin (17/9/2018). "Membuatku puyeng."

Topan Mangkhut juga membuat semua kasino di Macau diperintahkan tutup, kali pertama dalam sejarah. Sebelumnya, badai tersebut juga merenggut setidaknya 49 nyawa di Filipina dan memicu evakuasi jutaan orang di China.

Kawasan Victoria Harbour di Hong Kong dilanda suasana gelap mencekam saat Topan Mangkhut menerjang pada Minggu 17 September 2018 (AP/Vincent Yu)

Sejarah mencatat, bukan kali ini saja topan dahsyat melanda Hong Kong. Pada 18 September 1906, badai juga memporakporandakan kota yang dulunya jadi koloni Inggris itu. Akibatnya sungguh fatal. Setidaknya 10 ribu manusia jadi korban tewas.

Kala itu, topan datang tanpa peringatan. Observatorium Hong Kong atau Hong Kong Observatory dilaporkan tak menyadari datangnya bencana hingga pukul 08.30.

"Tatkala kaca-kaca pecah dan sinyal hitam naik, mengindikasikan badai jauhnya hanya 480 kilometer," demikian seperti dikutip dari South China Morning Post, www.scmp.com.

Jarak pandang turun drastis, hanya beberapa meter, diiringi bunyi memekakkan. "Seperti deru kereta malam yang melaju kencang di dalam terowongan."

Peringatan meriam topan atau 'typhoon gun' pun dilepaskan sebagai peringatan. Namun, terlambat. Hanya ada waktu 15 menit untuk bersiap.

Angin berkecepatan 108 mil per jam atau 174 km per jam membuat 22 kapal berukuran sedang tenggelam, 11 bahtera besar pun ikut karam dibuatnya. Apalagi, 2.000 sampan atau perahu yang langsung tak berdaya dan binasa ditelan air laut yang bergolak bak tsunami.

Bencana dahsyat terjadi di Hong Kong pada 18 September 1906 (Wikipedia)

"Beberapa kapal meriam rusak. Kapal perusak Perancis, Fronde bertabrakan dengan kapal lain, 20 orang tewas. Tidak ada peringatan akan datangnya badai -- perahu, jung, sampan, dan kapal feri tiba-tiba bertumpuk di jalan," demikian dikutip dari artikel Disastrous Typhoon.

Sekitar 1,5 jam setelah meriam diletuskan, kapal AS P, Hitchcock seberat 2.000 ton terhempas. Kandas. Kapal Jerman Petrarch dihela angin menabrak Luyken dan Montreagle.

Kapal berat lainnya, San Cheung pun rusak berat, menabrak puluhan kapal lainnya. Jemari sang kapten patah saat berusaha menyeimbangkan bahtera dengan kemudinya.

Uskup Victoria, Joseph Hoare yang sedang menyeberang pulau di perairan Castlepeak Bay hilang dan tak pernah ditemukan.

Sementara itu di Distrik Kowloon, ratusan rumah berubah jadi 'senjata mematikan'. Atap yang robek, serpihan tajam dinding bambu pecah, beterbangan di udara bak pisau yang melayang -- membunuh dan melukai ratusan orang.

Pepohohan tumbang. Bangunan hancur. Rickshaw -- becak yang ditarik manusia bergerak liar oleh angin. Beberapa dalam kondisi berpenumpang.

 

Saksikan video terkait topan di Hong Kong berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

2 Jam, 10 Ribu Orang Tewas

Hanya dalam waktu 2 jam, topan membunuh 10 ribu orang atau 5 persen dari total populasi Hong Kong. Kebanyakan adalah penduduk lokal, 'hanya' 20 warga Eropa yang masuk daftar korban jiwa. Rumah batu kokoh mereka menyelamatkan nyawa.

"Kaum elite mendapat kritikan tajam, dianggap tak mengizinkan warga lokal masuk ke bangunan mereka untuk berlindung," demikian Liputan6.com kutip dari buku Natural Disaster karya Lee Allyn Davis.

Namun, ada juga kisah kepahlawanan. "Saat topan mencapai puncaknya, warga China terbawa angin di Pedder Street, lalu tercebur... Seorang warga Eropa melawan angin dan dengan berani melompat ke air untuk menyelamatkan korban," demikian dimuat South China Morning Post.

"Ia berhasil menyelamatkan nyawa korban dengan bantuan seorang polisi India yang membuka gulungan sorbannya dan menjadikannya tambang untuk menarik orang yang nyaris tenggelam dan penolongnya."

Hikmah dari kejadian tersebut, sistem peringatan dini di badan meteorologi, Hong Kong Observatory dikoordinasikan dengan negara-negara sekitar.

Tak hanya topan dahsyat di Hong Kong. Sejumlah kejadian menarik dalam sejarah juga terjadi pada 18 September. 

Pada 1961, kabar duka mengguncang markas Perserikatan Bangsa-bangsa di New York. Sekjen PBB kala itu Dag Hammarskjold tewas dalam kecelakaan pesawat dalam perjalanan dalam rangka menjadi penengah perundingan damai perang saudara di Kongo.

Dag Hammarskjold, secara anumerta, dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1961.

Pada 18 September 1980, kosmonot Arnoldo Tamayo asal Kuba menjadi pria Latin sekaligus keturunan Afrika pertama yang ke luar angkasa.

Kemudian, pada 18 September 1975, 39 tahun lalu, Patricia Campbell Hearst atau Patty Hearst ditangkap atas tuduhan perampokan bersenjata. Perempuan cantik itu bukan penjahat biasa.

Dia adalah putri miliuner yang jadi korban penculikan, namun akhirnya memilih bergabung dengan komplotan penculiknya. Kisahnya menjadi contoh kasus Stockholm Syndrome atau Sindrom Stockholm.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.