Sukses

Donald Trump Bersiap Menjatuhkan Sanksi Ekonomi Tambahan ke Turki

Donald Trump bersiap untuk menjatuhkan sanksi ekonomi tambahan kepada Turki jika Ankara tak segera membebaskan pastor warga negara AS yang ditahan.

Liputan6.com, Washington DC - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersiap untuk menjatuhkan sanksi ekonomi tambahan kepada Turki jika pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak segera membebaskan pastor warga negara AS Andrew Brunson --yang ditahan Ankara sejak 2016.

"Kami telah menjatuhkan sanksi pada beberapa anggota kabinet mereka. Bekerjasama dengan Presiden Donald Trump, kami akan merencanakan lebih banyak sanksi lagi (kepada Turki) jika mereka tidak segera membebaskannya (Brunson)," kata Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin dalam sebuah rapat kabinet bersama Trump pada 16 Agustus, seperti dikutip dari CNN, Jumat (17/8/2018).

Dalam rapat kabinet itu, Trump mengutarakan bahwa negara sekutu AS di NATO itu "terbukti belum menjadi teman yang baik."

Trump menambahkan bahwa Brunson adalah "orang yang sangat tidak berdosa" dan penahanannya merupakan langkah yang "tidak adil, tidak benar," dari Turki.

Menggunakan alasan yang sama, AS telah menjatuhkan sanksi ekonomi kepada dua pejabat Turki pada awal Agustus ini.

Dua menteri Turki yang menjadi target sanksi ekonomi itu adalah Menteri Hukum dan Kehakiman Turki Abdulhamit Gul, serta Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu. Demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis 2 Agustus 2018.

Aset dan properti kedua menteri Turki itu dibekukan oleh AS. Keduanya juga dilarang untuk bertransaksi finansial dengan entitas atau unit usaha Amerika Serikat.

Dalam sebuah pernyataan, Kemenkeu AS menjelaskan, "Para pejabat (Turki) itu berfungsi sebagai pemimpin lembaga pemerintah Turki yang bertanggung jawab untuk menerapkan pelanggaran hak asasi manusia serius," --merujuk pada penahan Pastor Andrew Brunson sejak Oktober 2016.

Melengkapi, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan, "Penahanan Pastor Brunson yang tidak adil dan penuntutan lanjutan oleh pejabat Turki tidak dapat diterima,"

"Presiden Trump telah membuatnya sangat jelas bahwa Amerika Serikat mengharapkan Turki untuk segera membebaskannya."

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menanggapi di Twitter, mengatakan, "upaya AS untuk menjatuhkan sanksi pada dua menteri kami tidak akan dibiarkan begitu saja tak berbalas ... Pemerintah AS harus memahami bahwa mereka tidak bisa mendapatkan tuntutan yang melanggar hukum (membebaskann Pastor Brunson) dengan metode (menjatuhkan sanksi) ini."

Pastor Andrew Brunson ditangkap oleh Turki pada 2016, atas dugaan keterkaitannya dengan Fethullah Gulen --figur yang dituduh oleh Ankara sebagai dalang di balik Kudeta Turki 2016.

Brunson kemudian didakwa melakukan spionase dan memiliki hubungan dengan organisasi teroris. Pria itu sendiri membantah segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

Jika terbukti bersalah, Brunson menghadapi ancaman hukuman 35 tahun penjara. Brunson sendiri menyatakan tidak bersalah dan mengaku tak berkaitan dengan Fethullah Gulen.

Jelang vonis, Brunson sempat menjalani penahanan di balik jeruji. Namun pada akhir Juli 2018, otoritas Turki membebaskannya dari bui dan menjadikannya tahanan rumah, serta memerintahkan Brunson untuk memakai alat pemantau elektronik.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemerosotan Lira Akibat Pengetatan Tarif AS

Mata uang Turki, Lira, mengalami kemerosotan paling besar dalam satu dasawarsa setelah presiden Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat akan menaikkan tarif atas impor baja dan aluminium dari negara itu.

Trump mengumumkan hal itu dalam sebuah cuitan hari Jumat (10/8). "Hubungan kami dengan Turki tidak baik saat ini!," kata Trump, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.

Hubungan kedua negara tegang sejak lama, karena Amerika Serikatt mendesak Turki untuk membebaskan pendeta Andrew Brunson, yang dikenai tahanan rumah dan menghadapi tuduhan melakukan kegiatan teroris di Turki.

Gedung Putih menepiskan tuduhan-tuduhan itu sebagai hal yang tidak berdasar dan menuduh Turki menjadikan Brunson sebagai sandera. Turki berencana mengadili pendeta asal AS itu.

Masalah pendeta Brunson itu mengakibatkan ambruknya nilai mata uang Turki karena para investor takut Amerika Serikat akan menjalankan sanksi-sanksi ekonomi.

Selama seminggu terakhir, mata uang lira mengalami tekanan kuat, dan ini diperparah oleh gagalnya pembicaraan diplomatik di Washington minggu ini.

Kesabaran Amerika Serikat menghadapi Turki agaknya telah berakhir, kata para pengamat.

"Kebanyakan pemain politik di Washington beranggapan bahwa menawarkan hadiah dan kompromi kepada Turki tidak akan berhasil, karena itu kini perlu dilakukan tindakan tegas," kata analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners.

Nilai Lira jatuh 15 persen, sehingga sejak permulaan tahun ini, nilai itu telah anjlok 40 persen.

Presiden Turki berpidato di depan para pendukungnya di kota Bayburt.

"Kita tidak akan kalah dalam perang ekonomi ini," kata Erdogan hari Jumat. “Turki akan melawan para teroris ekonomi seperti kami melawan komplotan kudeta dua tahun yang lalu," tegasnya.

Presiden Turki itu menuduh negara-negara Barat berusaha menggulingkannya dengan menciptakan krisis keuangan, kendati telah gagal dalam melancarkan kudeta tahun 2016 itu.

"Sejumlah negara telah bertindak keliru dengan melindungi para pelaksana kudeta itu, dan hubungan kami dengan negara-negara seperti ini telah mencapai tahapan yang tidak bisa diselamatkan lagi," tambah Erdogan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.