Sukses

Juri Kejaksaan AS: 1.000 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual 300 Pendeta di Pennsylvania

Grand Jury di Amerika Serikat mengajukan tuduhan bahwa lebih dari 300 pendeta Gereja Katolik telah menjadi 'predator seksual' dan menimbulkan 1.000 korban anak-anak.

Liputan6.com, Pennsylvania - Juri Kejaksaan (Grand Jury) di Amerika Serikat, mengutip sejumlah dokumen internal dari enam keuskupan Gereja Katolik di Negara Bagian Pennsylvania, mengajukan tuduhan pada 16 Agustus 2018 bahwa lebih dari 300 pendeta telah menjadi 'predator seksual' dan menimbulkan 1.000 korban yang --pada saat kejadian-- masih berstatus anak-anak.

Pada sebuah konferensi pers yang mengumumkan laporan itu, Jaksa Agung Pennsylvania, Josh Shapiro menyebutnya "laporan paling besar dan paling komprehensif tentang pelecehan seksual anak dalam Gereja Katolik yang pernah diproduksi di Amerika Serikat."

Dokumen itu menghimpun beragam testimoni dan pengakuan dari sejumlah korban dan saksi mata, atas dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh para pelaku dalam kurun periode beberapa dekade terakhir.

"Kami meyakini, jumlah pasti dari anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, termasuk mereka yang terdata atau yang belum mau mengaku, mencapai lebih dari 1.000," lanjut laporan tersebut, seperti dikutip dari CNN, Jumat (17/8/2018).

"Para pendeta memperkosa anak laki-laki dan perempuan, dan orang-orang yang bertanggung jawab, tidak melakukan apa-apa dan menyembunyikan semuanya selama beberapa dekade ... mereka justru terlindungi, bahkan beberapa nama dalam laporan ini, justru mendapat promosi jabatan (dalam struktur hierarki karier Gereja Katolik)."

Menurut laporan itu, Pendeta Donald Wuerl, Kardinal Agung Gereja Katolik Amerika disebutkan sebagai salah satu figur 'berpengaruh' yang "menutupi kasus pelecehan seksual yang dilakukan sejumlah pendeta saat dirinya menjabat sebagai Uskup Gereja Katolik di Pittsburgh, Pennsylvania."

Grand Jury mendeskripsikan bahwa gereja memiliki "pedoman untuk menyembunyikan kebenaran" setelah agen-agen FBI mengidentifikasi serangkaian praktik yang mereka temukan dalam arsip keuskupan.

Laporan panjang itu, yang dirilis Selasa 15 Agustus, menginvestigasi pelecehan seksual pendeta pada 1947 di enam keuskupan Gereja Katolik: Allentown, Erie, Greensburg, Harrisburg, Pittsburgh dan Scranton.

Dua keuskupan lain di Pennsylvania, Philadelphia dan Altoona-Johnstown, telah menjadi subjek laporan grand jury sebelumnya, yang menemukan informasi yang tak kalah mencengangkan tentang tindakan para pendeta dan uskup di keuskupan-keuskupan itu.

"Ada laporan lain tentang pelecehan seks anak dalam Gereja Katolik. Tetapi tidak pernah dalam skala sebesar ini," tulis Grand Jury.

"Bagi banyak dari kita, kisah-kisah sebelumnya terjadi di tempat lain, di suatu tempat. Sekarang kita tahu yang sebenarnya: itu terjadi di mana-mana."

Para Grand Jury mengatakan bahwa "hampir setiap dugaan kasus pelecehan yang kami temukan terlalu tua untuk dituntut."

Kendati demikian, dua gugatan hukum telah diajukan terhadap dua pendeta, satu di keuskupan Erie dan satu lagi di keuskupan Greensburg, yang dituduh melecehkan anak di bawah umur.

"Mungkin akan ada lebih banyak dakwaan di masa depan; penyelidikan terus berlanjut," jelas laporan Grand Jury Pennsylvania, Amerika Serikat tersebut.

Tanggapan Vatikan

Vatikan telah menyatakan "malu dan sedih" atas laporan Grand Jury AS tentang pendeta yang memperkosa dan mencabuli anak-anak di enam keuskupan di Pennsylvania.

Pelecehan itu "kriminal dan tercela secara moral", kata Vatikan, dan menambahkan Paus Francis ingin membasmi "horor tragis ini". Demikian seperti dikutip dari The New Zealand Herald, Jumat 17 Agustus 2018.

Dalam sebuah pernyataan tertulis menggunakan bahasa yang --tidak biasanya-- tegas, juru bicara Vatikan Greg Burke berusaha meyakinkan para korban bahwa "Paus ada di pihak mereka."

Burke mengatakan insiden-insiden kekerasan yang secara grafis didokumentasikan dalam laporan itu adalah "pengkhianatan terhadap kepercayaan yang merampas martabat dan keyakinan para korban."

"Gereja harus belajar keras dari masa lalunya, dan harus ada akuntabilitas untuk kedua pelaku dan mereka yang membiarkan pelecehan terjadi," katanya.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Semakin Mengguncang Vatikan

Laporan Grand Jury Pennsylvania itu muncul di tengah upaya Gereja Vatikan, termasuk Paus Fransiskus, berjuang untuk menahan skandal pelecehan seksual yang dengan cepat mengguncang gereja Katolik di beberapa benua.

Di Australia, seorang uskup telah dinyatakan bersalah karena menutupi pelecehan seksual. Di Chile, skandal pelecehan melibatkan seorang pendeta terkemuka dan uskup yang dituduh menutupi kejahatannya.

Dan di Amerika Serikat, seorang uskup agung terkemuka telah dikeluarkan dari Akademi Kardinal yang elite, menyusul laporan bahwa dia telah mencabuli seorang anak lelaki remaja dan beberapa lainnya saat dia naik ke hierarki gereja. Sementara itu, para uskup di Boston dan Nebraska sedang menyelidiki kemungkinan kasus pelecehan seksual di seminari Katolik.

Kardinal Daniel DiNardo, presiden Konferensi Uskup-uskup Katolik dan Uskup Timothy L Doherty, ketua Komite Keuskupan untuk Perlindungan Anak dan Kaum Muda, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Sebagai organisasi badan para uskup, kami dipermalukan dan menyesal atas dosa dan kelalaian oleh para imam Katolik dan para uskup Katolik."

DiNardo dan Doherty mencatat bahwa laporan Grand Jury mencakup kurun periode 70 tahun, dan banyak tuduhan pelecehan dibuat sebelum 2002.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.