Sukses

Latih 11 Anak untuk Lakukan Penembakan, Pria AS Ini Diringkus Polisi

Pihak berwenang AS menangkap seorang pria yang ketahuan mengajarkan penggunaan senjata api kepada 11 anak di negara bagian New Mexico. Kesebelasnya juga dihasut untuk melakukan penembakan.

Liputan6.com, Washington DC - Seorang pria ditangkap di sebuah kompleks pemukiman kumuh di kawasan tanah gersang di negara bagian New Mexico, Amerika Serikat (AS). Ia diciduk polisi setelah ketahuan melatih 11 orang anak untuk melakukan penembakan di sekolah.

Dokumen dari pengadilan setempat menuduh pria bernama Siraj Wahhaj itu nekat melakukan pelatihan senjata api secara ilegal di sebuah pemukiman di kota Amalia, dekat perbatasan dengan negara bagian Colorado.

Dikutip dari ABC News pada Kamis (9/8/2018), orang tua angkat salah satu dari 11 anak tesebut --yang merupakan putra kandung pelaku-- menyatakan kepada penegak hukum bahwa Wahhaj telah "melatih anak-anak dalam penggunaan senapan serbu, sebagai persiapan untuk penembakan di sekolah di masa depan," menurut pengaduan pidana.

Dalam konferensi pers pada Selasa 7 Agustus, Kepala Polisi Daerah (Kapolda atau Sheriff) Jerry Hogrefe mengatakan, saat timnya menyisir lokasi kejadian, mereka menemukan titik tembak jarak pendek yang dipasang di salah satu sudut hunian terkait.

Namun, seorang pengacara yang membela kasus hukum Wahhaj memperdebatkan klaim jaksa dalam dokumen pengadilan, yang menyebut anak-anak itu dilatih melakukan penembakan di sekolah, tulis kantor berita Associated Press.

Aleks Kostich dari Kantor Pembela Umum Taos County menyampaikan, tuduhan pada Wahhaj tidak dijelaskan dari hasil penyidikan, tetapi didasarkan pada informasi yang diperoleh dari orang tua asuh salah seorang anak, yang berhasil dikeluarkan dari kompleks kumuh itu.

"Kami meragukan kredibilitas sumber yang diyakini pengadilan, dan meyakini bahwa sejatinya jaksa merasakan hal yang sama," kata Kostich.

Wahhaj diketahui memiliki senjata berat berupa senapan semi-otomatis AR-15, lima tabung peluru, dan empat buah pistol. Semua itu ditemukan setelah kapolda setempat mendapat surat perintah penangkapan dan penggeledahan untuk mencari Wahhaj dan putra remajanya, yang diyakini telah diculik dan dicuci otak untuk melakukan penembakan. 

Jaksa mengajukan dokumen penyelidikan pada hari Rabu, dan meminta Wahhaj ditahan tanpa jaminan karena dia "telah terbukti berbahaya bagi masyarakat."

"Jika terdakwa dibebaskan dari tahanan, ada kemungkinan ia dapat melakukan kejahatan baru, atau melanjutkan rencana dan persiapan untuk penembakan di sekolah," tulis pengaduan pidana rencana penembakan itu.

Wahhaj tidak mengajukan permohonan apapun ketika hadir di pengadilan pada Rabu sore. Seorang hakim memutuskan bahwa dia ditahan hingga tidak ada sidang obligasi yang berlangsung dalam lima hari ke depan.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagai Pengungsi Negara Dunia Ketiga

Kesebelas anak, yang disebut terlihat bagai pengungsi negara dunia ketiga karena mengenakan pakaian compang-camping, ditemukan berada di dalam sebuah hunian kumuh pada pekan lalu, bersama dengan lima orang dewasa.

Menurut polisi, lima orang dewasa tersebut --termasuk Wahhaj-- terdiri dari tiga orang wanita dan pria, yang didakwa dengan 11 tuduhan pelecehan terhadap anak.

Wahhaj juga dituduh melakukan penculikan anak, sementara pria dewasa lainnya, Lucas Morten, dituduh menyembunyikan buronan.

Keempat orang dewasa lainnya juga hadir di pengadilan, di mana Morton dan dua wanita mengaku tidak bersalah, sementara wanita ketiga tidak mengajukan pembelaan.

Menurut Sheriff Taos County, Jerry Hogrefe, dalam penyisiran ulang pada Senin 6 Agustus, ditemukan lagi seorang anak muda, dan polisi menduga ada beberapa lagi yang masih berada di dalam huniah kumuh tersebut.

"Wahhaj secara sengaja atau tidak bertanggung jawab menempatkan anak-anak itu dalam situasi yang membahayakan kehidupan atau kesehatan, termasuk tidak diberi makan dan air bersih, yang disertai kebocoran gas propana, kondisi tempat yang kotor, lantai kayu rusak, serta terdapat pecahan kaca. Tidak ada kebersihan atau perawatan medis," jelas Hogrefe.

"Rumah itu dikelilingi oleh ban dan gundukan tanah, serta tidak memiliki aliran listrik ataupun air," lanjut Hogrefe.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.