Sukses

PBB Gelar Perundingan Damai Terkait Perang Yaman pada 6 September 2018

Konflik militer dan perang saudara yang melanda Yaman diharapkan selesai setelah perundingan itu.

Liputan6.com, Sana'a - Utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, berencana mengundang pihak-pihak yang terlibat dalam peperangan di Yaman untuk datang ke Jenewa pada September tahun ini. Mereka akan diminta untuk duduk bersama dalam satu meja guna membahas kerangka kerja pembicaraan perdamaian.

"Solusi politik untuk mengakhiri perang di Yaman sudah tersedia dan (PBB) mendesak negara-negara kuat di dunia untuk mendukung terselenggaranya perundingan perdamaian," kata Griffiths, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (3/8/2018).

Griffiths menambahkan, pembicaraan pada 6 September nanti akan memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bertikai untuk membahas kerangka kerja perundingan, langkah-langkah yang relevan untuk membangun kepercayaan, serta rencana khusus untuk memajukan proses itu.

Pengumuman tersebut disampaikan hanya beberapa jam setelah koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara terhadap kota pelabuhan Hodeida yang dikuasai pemberontak, Kamis 2 Agustus. Insiden ini menewaskan sedikitnya 28 orang dan melukai sedikitnya 70 orang.

Serangan udara itu terjadi di dekat rumah sakit umum utama kota tersebut, yang terletak di dekat pasar ikan ternama, ujar para pejabat medis Yaman.

Upaya terakhir pembicaraan perdamaian Yaman gagal pada 2016. Perang proksi antara Arab Saudi dan Iran meletus di negara konflik tersebut sejak 2015, ketika koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi ikut campur dalam memulihkan pemerintah dan memukul mundur pemberontak Houthi yang didukung Iran.

Perang itu menewaskan lebih dari 10 ribu orang dan membuat jutaan orang di ambang kelaparan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Demi Dialog Damai PBB, UEA Tunda Operasi Militer di Hodeidah Yaman

Sementara itu, Uni Emirat Arab menunda operasi militer melawan pemberontak Houthi di Hodeidah, Yaman, demi membuka jalan bagi upaya diplomasi PBB yang hendak membuka dialog damai seputar konflik bersenjata di kota tersebut.

Dalam serangkaian twit, Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengatakan pada Minggu 1 Juli 2018 bahwa jeda itu ditujukan untuk mengejar perundingan demi penarikan mundur tanpa syarat pemberontak Houthi dari Hodeidah.

Tetapi, Gargash memperingatkan, jika perundingan itu gagal, tindakan militer penuh tetap bisa dilakukan oleh UEA.

"Kami menyambut upaya berkelanjutan Utusan Khusus PBB Martin Griffiths, untuk membuka perundingan penarikan Houthi tanpa syarat dari kota dan pelabuhan Hodeiah," twit Gargash seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin 2 Juli 2018.

"Kami telah menghentikan kampanye kami untuk memungkinkan cukup waktu agar opsi ini sepenuhnya dieksplorasi. Kami berharap dia akan berhasil."

Gargash mengatakan, penundaan operasi telah berlaku sejak 23 Juni 2018.

Sejak itu, pasukan koalisi UEA-Arab-Yaman ditarik hingga ke perimeter Hodeidah demi menunggu hasil kunjungan Utusan PBB Martin Griffiths ke Sana'a, ibu kota Yaman yang tengah dikuasai oleh Houthi.

Berbicara kepada Radio PBB pada hari Jumat, Griffiths mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertemu pekan ini untuk membahas kemajuan pembicaraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.