Sukses

Lapan: Gerhana Bulan Total 2018, Waspadai Efek Gabungan Gelombang Tinggi di Laut

Menurut Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, gerhana Bulan total 28 Juli 2018 dan purnamanya membawa beberapa dampak di permukaan Bumi. Berikut ini di antaranya.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 28 Juli esok, penduduk Indonesia akan disuguhi pemandangan langit malam yang menakjubkan, yakni gerhana Bulan total. Menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), keseluruhan proses gerhana dapat diamati di Samudra Hindia, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Barat, dan sebagian besar Afrika bagian Timur.

Pun di Australia, Samudra Pasifik bagian Barat, Asia Tenggara, dan Asia bagian Timur pada saat Bulan terbenam. Adapun proses gerhana pada saat Bulan terbit dapat diamati di sebagian Eropa, Afrika bagian Barat, Samudra Atlantik, dan Amerika bagian Selatan.

Sedangkan pengamat yang berada di bagian utara Amerika dan sebagian besar Samudra Pasifik tidak akan dapat mengamati keseluruhan proses gerhana ini.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, menuturkan bahwa saat gerhana Bulan mencapai puncaknya, ada dampak yang akan terjadi di permukaan Bumi, di antaranya di laut dan di daratan.

Ia mengimbau agar warga mewaspadai efek gabungan gelombang tinggi di laut dan pasang maksimum saat purnama dan gerhana Bulan.

"Angin dari selatan-tenggara masih cukup kencang, sekitar 30 km/jam (sehingga) menyebabkan gelombang laut (naik) lebih dari 3 meter di Samudera Hindia yang mengarah (ke) pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, serta pantai barat Sumatera," kata Thomas melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (27/7/2018).

Ilustrasi Gambaran Gerhana Bulan 28 Juli 2018. (Lapan/Thomas Djamaluddin)

Sementara purnama, khususnya sekitar waktu gerhana Bulan, gaya pasang surut (pasut) Bulan diperkuat gaya pasang surut matahari. Akibatnya pasang air laut menjadi maksimum.

"Efek gabungan gelombang tinggi dan pasang maksimum bisa menyebabkan banjir pasang (rob) melimpas ke daratan yang lebih jauh," imbuh Thomas.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gerhana Bulan 28 Juli 2018 Disebut Micro Blood Moon

Ketika membahas tentang Bulan purnama, sebagaian besar dari kita akan mengarah pada gambaran Bulan yang berbentuk bulat penuh, berukuran besar dan bersinar terang di langit malam.

Pada 28 Juli nanti, penduduk Bumi kembali disuguhi fenomena alam menarik, yakni gerhana Bulan total. Namun gerhana Bulan kali ini agak berbeda dari yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Selain menjadi yang terlama, gerhana Bulan kali ini tidak akan menampilkan ukuran raksasa dari satelit alam Bumi itu.

Dikutip dari Bustle.com, Kamis 26 Juli 2018, gerhana Bulan 28 Juli nanti akan terlihat jauh lebih kecil dari biasanya, sebab Bulan sedang berada di posisi terjauhnya dari Bumi. Selain itu, pada saat gerhana berlangsung, Bulan akan menampilkan warna merah darah.

Untuk itulah fenomena akhir Juli ini dikenal sebagai micro Blood Moon atau "Bulan Darah" berukuran mikro. Banyak orang yang tahu tentang Supermoon, namun tak sedikit orang yang masih asing mendengar istilah micro Blood Moon.

Supermoon terjadi ketika Bulan berada pada titik orbit terdekat dengan Bumi, atau perigee. Sedangkan micro Blood Moon disebabkan karena apogee -- titik orbit terjauh dari Bumi.

Jadi, selain ukurannya yang 15% lebih kecil dari Supermoon, cahaya yang dipantulkan oleh micro Blood Moon juga jauh lebih sedikit, yakni hanya sekitar 30%, sehingga akan terlihat suram.

Jika Anda mengamati Bulan secara intensif, Anda akan melihat perbedaan yang cukup signifikan antara ukuran Bulan purnama mikro, Bulan purnama biasa, dan Bulan purnama super (Supermoon).

Sementara itu, menurut Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, fase gerhana Bulan sebagian dimulai pukul 01.24 sampai 15.19 WIB.

"Sedangkan fase totalnya terjadi pada pukul 02.30 hingga 04.13 WIB, selama 107 menit, terlama di abad ini karena lintasannya dekat dengan garis tengah lingkaran bayangan Bumi dan jarak Bulan terjauh dari Bumi," ujar Thomas melalui pernyataan di akun Facebook pribadinya yang diposting Rabu 25 Juli 2018.

Dengan dua faktor itulah, lanjut Thomas, purnama berada dalam kegelapan bayangan Bumi lebih lama dari gerhana bulan pada umumnya.

Pada saat gerhana Bulan total, Bulan akan berwarna merah darah sehingga disebut Blood Moon. Warna merah darah tersebut disebabkan oleh pembiasan cahaya Matahari oleh atmosfer Bumi, sehingga warna merah cahaya Matahari menimpa purnama.

"Maka media sering menyebutnya fenomena akhir Juli ini sebagai micro-blood-moon," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.