Sukses

Pria Paling Kesepian dari Amazon, Hidup Sendiri Selama Puluhan Tahun di Hutan Belantara

Pria itu diduga sebagai satu-satunya penyintas dari sebuah suku yang dibantai di Amazon pada puluhan tahun lalu.

Liputan6.com, Sau Paulo - Tak ada yang tahu namanya. Tak ada yang tahu asal-usul dan identitasnya. Tapi hanya satu yang pasti diketahui, ia hidup sendiri di belantara hutan Amazon, Brasil selama puluhan tahun terakhir.

Sebuah video yang dirilis untuk pertama kalinya pada Kamis, 19 Juli 2018 oleh yayasan lingkungan dan perlindungan hutan di Brasil, Funai, menunjukkan foto seorang lelaki pribumi langka yang diyakini sebagai satu-satunya penyintas dari sebuah suku yang musnah dibantai di Amazon sejak puluhan tahun lalu.

Meski rekaman video itu diambil tujuh tahun lalu, namun, salah satu anggota Funai terakhir kali melihat bukti bahwa pria itu masih hidup pada Mei 2018 silam. Demikian seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Minggu (22/7/2018).

Video itu dirilis menyusul laporan pers yang mencatat bahwa hanya ada satu gambar pria itu, yang diambil oleh seorang pembuat film dokumenter pada 1990-an di mana wajah pria itu tersembunyi di balik dedaunan.

Altair Algayer, koordinator tim Funai yang telah memantau pria itu selama 22 tahun terakhir, mengatakan bahwa yayasannya enggan untuk merilis video tersebut atas alasan demi melindungi lelaki yang bersangkutan.

Namun pada akhirnya, Funai tetap merilisnya atas alasan bahwa video tersebut dapat membantu menarik perhatian publik terhadap perjuangan hidup yang dialami oleh pria tersebut --yang berusaha untuk menjaga jarak dari dunia luar.

"Banyak orang mencari (video itu). Mereka ingin tahu seperti apa dia, bagaimana dia bisa dilihat, apakah dia masih hidup. Namun pada akhirnya, (mengembargo video) membantu melindungi wilayah tempat pria itu hidup," kata Algayer dalam sebuah wawancara telepon.

Funai mengatakan, pria dalam video itu adalah anggota suku pribumi yang selamat dari serangan para petani yang menewaskan anggotanya yang lain pada 1995.

Algayer mengatakan, Funai telah memantau pria itu sejak 1996, ketika menemukannya tinggal sendirian di hutan di Negara Bagian Rondonia barat.

Tim yang melacaknya memanggil pria pribumi itu dengan sebutan "orang Indian di lubang" (the Indian of the Hole) karena lubang yang tidak biasa yang ia gali, kata Algayer.

"Kami tidak tahu asal-usul-nya," kata Algayer, seraya menambahkan bahwa pria itu tampaknya dalam keadaan sehat dan berusia di antara 55-60 tahun.

Salah satu kebijakan Funai adalah untuk memungkinkan orang-orang pribumi di Amazon menjalani hidup mereka seperti sedia kala. Itu pula lah yang menjadi alasan Funai untuk mengembargo seluruh video yang menunjukkan bukti keberadaan pria tersebut.

Anggota Funai telah melakukan 57 perjalanan untuk memantau pria itu. Mereka melakukan aksinya secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang pribumi tersebut.

Hutan Amazon, Brasil (Wikimedia / Creative Common)

"Kami sedikit banyak selalu tahu keberdaan pria tersebut. Kami mengawasinya dari jauh," ujar Algayer.

Yayasan Funai juga secara diam-diam telah mengambil tindakan untuk melindungi kawasan itu sekitar sebanyak 40 kali demi menjamin keselamatan pria tersebut.

Setiap bulan, satu tim memasuki wilayah pria pribumi itu untuk mencari tanda-tanda bahwa dia masih hidup dan sehat.

"Kami juga harus memastikan tak ada penebang, penggundulan hutan atau kehadiran orang asing di daerah itu selama lima tahun terakhir."

Algayer mengatakan bahwa Funai telah mengambil beberapa gambar pria itu selama bertahun-tahun dan telah mencoba berbicara dengannya beberapa kali sejak 1996.

Pada 2005, pria tersebut pada akhrinya memberi sinyal yang menjelaskan bahwa ia tak menginginkan kontak dengan Funai atau manusia modern.

Sementara itu, kelompok aktivis lingkungan yang bekerja sama dengan Funai, Survival International, pernah mengatakan bahwa pria itu akan menembakkan panah sebagai peringatan jika ada manusia yang terlalu dekat.

"Tahun lalu dia memukul Tunio, anggota yang bekerja untuk Funai," tulis penulis artikel Survival International pada 2005.

Kendati demikian, pria pribumi itu telah menggunakan alat dan benih yang ditinggalkan tim pemantauan untuknya. Mereka telah melihat bahwa pria pribumi tersebut telah menanam jagung, kentang, pepaya, dan pisang, di hutan Amazon menggunakan benih yang ditinggalkan oleh tim pemantau.

"Orang ini, yang tidak kita kenal, bahkan setelah kehilangan segalanya, termasuk orang-orangnya dan serangkaian praktik budaya, hidup sendirian di hutan, tetap mampu untuk bertahan hidup dan menolak bergabung dengan masyarakat arus utama," kata Algayer kata.

"Saya yakin dia jauh lebih baik seperti itu, daripada ia melakukan kontak," tambahnya.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Eksistensi Suku Pribumi Terancam Manusia Modern

Brasil adalah rumah bagi beberapa suku terpencil dan orang pribumi yang mengisolasi diri. Namun sejak lama, eksistensi mereka terancam oleh aktivitas manusia modern yang berusaha mengambil sumber daya Amazon yang berlimpah.

Banyak di antara orang pribumi menjadi korban kekerasan dan kehilangan anggota keluarga karena konflik atas tanah yang berujung kekerasan dengan manuia modern.

Tahun lalu, 71 orang pribumi yang mengisolasi diri tewas dalam konflik atas tanah, paling banyak sejak 2003, menurut kelompok aktivisme lingkungan Pastoral Land Commission, yang melacak kekerasan.

Pada 2013, video dari organisasi aktivisme lingkungan Globo menunjukkan bahwa orang pribumi yang mengisolasi diri menyebut kehadiran manusia di wilayahnya sebagai "musuh".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini