Sukses

DK PBB: Pemanasan Global Bisa Picu Kenaikan Konflik dan Terorisme di Dunia

Para diplomat di Dewan Keamanan PBB membicarakan pentingnya mengakui pemanasan global sebagai faktor risiko yang memperuncing konflik dan terorisme.

Liputan6.com, New York - Pada rapat Dewan Keamanan PBB, Rabu 11 Juli 2018, para diplomat membicarakan pentingnya mengakui pemanasan global sebagai faktor risiko yang dapat memperuncing ketegangan antar masyarakat dan mendorong orang jatuh ke tangan kelompok teroris.

Deputi Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengemukakan kepada Dewan Keamanan, "perubahan iklim tidak dapat dipisahkan dari sebagian dari tantangan keamanan dalam zaman kita." Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (16/7/2018).

"Kita mesti memahami perubahan iklim sebagai satu isu dalam jaringan faktor yang dapat menjurus ke konflik. Dalam jaringan ini, perubahan iklim bertindak sebagai pengganda ancaman, menambah tekanan pada titik-titik politis, sosial dan ekonomi yang sedang tertekan," kata Mohammed.

Berbagai faktor terkait iklim semakin memainkan peran dalam meningkatnya konflik antara tetangga dan suku bangsa.

"Dalam situasi politik yang tidak menentu, seperti di Timur Tengah, ketimpangan dalam akses pada air menjadi ancaman nyata terhadap perdamaian dan stabilitas," kata Menteri Sumber Daya Air Irak, Hassan Janabi.

Kalau ekonomi merosot, pengangguran dan kemiskinan bertambah dan orang tidak punya kegiatan, ini membuka pintu bagi kelompok teroris merekrut anggota. Bukan saja lelaki dan anak lelaki, tetapi juga bertambah banyak perempuan yang direkrut oleh kelompok teroris.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cuaca Panas Ternyata Berdampak Buruk pada Nilai Ujian

Instensitas cuaca panas yang kian meningkat selama beberapa tahun terakhir, disebut memengaruhi penurunan daya fokus siswa ketika menjalani tes pelajaran.

Pernyataan itu disampaikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa universitas di Amerika Serikat (AS), yang dipimpin oleh Harvard University.

Dikutip dari BBC pada Kamis, 31 Mei 2018, ada hubungan "signifikan" antara suhu yang lebih tinggi dan prestasi sekolah yang lebih rendah, di mana hal itu didapat dari skor penilaian pada 10 juta siswa sekolah menengah AS selama 13 tahun. Hal tersebut menunjukkan cuaca panas memiliki dampak negatif pada hasil tes pelajaran.

Penelitian ini mengklaim bukti jelas yang menunjukkan bahwa ketika suhu naik, kinerja sekolah menurun. Para peneliti telah melacak bagaimana siswa sekolah menengah mengikuti tes pelajaran pada tahun yang berbeda, antara 2001 dan 2014, di seluruh iklim dan pola cuaca yang berbeda di Negeri Paman Sam.

Studi yang diterbitkan Biro Riset Ekonomi Nasional AS, menemukan bahwa siswa lebih mungkin memiliki skor yang lebih rendah dalam beberapa tahun, ketika tempat tinggalnya mengalami kenaikan suhu secara signifikan, sebelum kemudian kinerja kembali membaik di tahun-tahun yang lebih dingin.

Hipotesis ini diterapkan di berbagai jenis iklim, baik di negara bagian di wilayah utara yang dingin, atau di selatan yang cenderung hangat.

Para peneliti menghitung bahwa untuk setiap kenaikan 0,55 derajat Celsius dalam suhu rata-rata sepanjang tahun, ada penurunan sekitar 1 persen pada daya fokus belajar.

Studi ini juga menemukan fakta bahwa dampak cuaca panas jauh lebih terlihat pada keluarga berpenghasilan rendah, dan mereka yang berasal dari etnis minoritas.

Muncul imbauan agar keluarga kaya dan mereka yang tinggal di kawasan sejuk, untuk ikut campur tangan dalam mengimbangi kondisi timpang tersebut.

Akan tetapi, dikatakan "penjelasan lebih sederhana" dari ketimpangan tersebut mungkin berasal dari keterbatasan akses ke pengondisian udara yang lebih sejuk di rumah, serta sekolah menjadi tempat belajar anak-anak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.