Sukses

Haramkan Sedotan Plastik, Starbucks jadi Perusahaan Makanan-Minuman Pertama Pro Kelestarian Laut

Jaringan kedai kopi Starbucks mengatakan akan melarang total penggunaan sedotan plastik mulai 2020 mendatang.

Liputan6.com, Seattle - Jaringan kedai kopi internasional Starbucks, menyebut akan melarang penuh penggunaan sedotan plastik dari semua cabang di seluruh dunia dalam waktu kurang dari dua tahun, atau mulai 2020 mendatang.

Diakui oleh juru bicara perusahaan yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat (AS), keputusan tersebut merupakan tindak lanjut kebijakan Starbucks untuk mendukung upaya penyelamatan ekosistem laut dari bahaya limbah plastik.

Dikutip dari Time.com pda Selasa (10/7/2018), Starbucks menjadi perusahaan makan dan minuman pertama di dunia, yang melakukan kebijakan pro kelestarian laut tersebut.

Pihak Starbucks mengatakan pada Senin, 9 Juli 2018, bahwa pihaknya telah mulai meniadakan kemasan tanpa sedotan plastik untuk minuman tertentu, di lebih dari 8.000 toko di AS dan Kanada per akhir Juli ini.

Kedai kopi berlogo putri duyung itu memperkirakan kebijakannya akan berdampak pada pengurangan sekitar satu miliar sedotan plastik per tahunnya.

Pengumuman tersebut disampaikan oleh Starbucks, sepekan setelah kota kelahirannya, Seattle, melarang penggunaan sedotan plastik tunggal, dan peralatan makan serupa lainnya, pada seluruh usaha makanan dan minuman setempat.

Ditambahkan oleh Starbucks bahwa minuman dingin, yang merupakan pengguna tebesar sedotan plastik, mengalami kenaikan produksi limbah terkait hingga 37 persen dalam lima tahun terakhir.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kurikulum Anti-Rasis

Sementara itu, Starbucks dikabarkan terus melakukan pelatihan anti rasisme terhadap seluruh karyawannya di AS dan Kanada. Hal itu dilakukan menyusul insiden penangkapan dua orang pria kulit hitam di Philadelphia pada Mei lalu, yang memicu protes dan seruan boikot.

Dikutip dari Time.com, pelatihan tersebut mencakup standar operasional pelayanan terbaru, mencegah diskriminasi, dan memastikan semua konsumen merasa aman ketika berada di dalam toko Starbucks.

"Meskipun ini tidak terbatas pada Starbucks, kami berkomitmen untuk menjadi bagian dari upaya mewujudkan perdamaian dalam masyarakat multikultural," kata CEO Starbucks Kevin Johnson, dalam sebuah pernyataan.

Kurikulum pelatihan Starbucks tersebut dirancang oleh para pemimpin dan para ahli hak-hak sipil untuk memerangi bias rasial, seperti salah satunya adalah mantan Jaksa Agung AS Eric Holder.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.