Sukses

Donald Trump Tak Akan Diperiksa Terkait Dugaan Keterlibatan Rusia pada Pilpres AS, Kenapa?

Pengacara pribadi Presiden AS memastikan Donald Trump tidak akan diperiksa terkait dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres 2016.

Liputan6.com, Washington DC - Pengacara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada Minggu, 8 Juli 2018, bahwa kliennya tidak akan dikenai kewajiban memenuhi interogasi, yang dilakukan oleh penyidik khusus Robert Mueller, terkait campur tangan Rusia dalam kampanye presiden 2016.

Dikutip dari VOA Indonesia pada Senin (9/7/2018), dugaan campur tangan Negeri Beruang Merah berdampak pada kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS ke-45. 

Rudy Giuliani, mantan walikota New York yang kini merupakan pengacara utama Trump, mengatakan kepada ABC News dan CNN, bahwa tim kuasa hukum yang dipimpinnya meminta bukti  Mueller, bahwa kliennya terlibat dalam pelanggaran, sebelum menyetujui apakah presiden itu bisa diinterogasi.

Presiden Donald Trump sering mengatakan dia siap untuk diwawancarai dalam penyelidikan Mueller yang sudah berlangsung 14 bulan, tetapi Giuliani mengatakan kepada CNN, "Kami ingin tahu apakah ada dasar faktual untuk penyelidikan awalnya atau yang berkembang kemudian, karena kami tidak menemukan satu pun. Demikian juga orang lain."

Dia mengatakan bahwa para jaksa "tidak harus membuktikan adanya kejahatan. Mereka harus memberi kami dasar faktual yang mengarah pada kecurigaan akan adanya kejahatan."

Giuliani mengatakan kepada stasiun televisi ABC, "Kami telah mempelajari segalanya tentang kolusi dan apa yang disebut menghambat proses hukum. Kami tidak menemukan sesuatu yang memberatkan, dan karenanya kami membutuhkan dasar untuk penyelidikan ini."

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Trump dan Putin akan Segera Bertemu

Sementara itu, seorang pejabat senior Rusia mengatakan pada Rabu, 27 Juni 2018, bahwa Donald Trump dan Vladimir Putin telah menyetujui waktu dan tempat untuk mengadakan pertemuan resmi pertama mereka.

Asisten presiden Rusia Yuri Ushakov mengatakan kepada para wartawan bahwa KTT akan diadakan di negara lain selain Rusia atau Amerika Serikat. Tanggal dan lokasi pertemuan akan diumumkan segera sebelum akhir pekan ini.

Dikutip dari The Guardian pada akhir Juni lalu, pengumuman itu menyusul pertemuan tatap muka sebelumnya antara penasehat keamanan nasional AS, John Bolton, dan Putin di Kremlin, di mana kedua belah pihak membahas persiapan KTT, pengendalian senjata nuklir, dan masalah bilateral lainnya.

Pertemuan resmi antara Donald Trump dan Vladimir Putin ini akan menjadi pertemuan pertama kedua pemimpin, sejak mereka bertemu di KTT G20 pada Juli 2017.

Di Washington, Presiden Trump menyarankan kota Wina atau Helsinki sebagai tempat yang memungkinkan untuk pertemuan terkait. Dia mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah menonton wawancara Bolton-Putin di televisi tetapi belum menerima "laporan lengkap" tentang hasilnya.

"Sepertinya kita mungkin akan bertemu dalam waktu tidak lama lagi, dan saya telah mengatakannya sejak hari pertama bercengkerama dengan pemimpin Rusia dan China, dan menurut saya, itu hal yang baik," kata Presiden Trump di Oval Office.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.