Sukses

Filipina Minta Perundingan Damai dengan Pemberontak Komunis Dilakukan di Tempat Khusus

Pemerintah Filipina meminta agar rencana perundingan damai dengan pemberontak komunis dilakukan di tempat yang dipilih secara khusus.

Liputan6.com, Manila - Menanggapi rencana perundingan damai dengan pemberontak beraliran komunis, pemerintah Filipina meminta pelaksanaannya dipindah dari Eropa ke dalam negeri. 

Kantor berita Associated Press melaporkan bahwa pemerintah Filipina juga meminta selama perundingan digelar, pihak pemberontak komunis mematuhi pemilihan lokasi yang sudah ditetapkan. 

Dikutip dari VOA Indonesia pada Kamis (5/7/2018), diharapkan perundingan tersebut dapat mengakhiri salah satu pemberontakan terlama di Asia.

Penasihat presiden Filipina, Jesus Dureza, mengatakan bahwa pemberontak Laskar Baru Rakyat--yang juga diminta berhenti memungut "pajak revolusi"--disebut akan bergabung dengan pemerintah koalisi di masa depan, selepas pelaksanaan perundingan damai terkait.

Pemberontakan di tingkat rendah di pedesaan itu diketahui telah berkobar sejak 1969 dan telah menyebabkan lebih dari 40 ribu prajurit dan warga sipil tewas.

Selain itu, konflik pemerintah dan pemberontak komunis juga menhyebabkan gangguan keamanan, serta terhambatnya pembangunan di beberapa daerah miskin selama hampir setengah abad.

Militer Filipina menaksir masih ada sekitar 3,900 pemberontak "Marxis" yang terus mengobarkan perlawanan terhadap negara.

“Pintu untuk melanjutkan perundingan damai masih terbuka,” kata Dureza dalam sebuah pernyataan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Maju Mundur Perundingan Damai

Sementara itu, penasihat pemerintah mengatakan bahwa Presiden Rodrigo Duterte masih menghendaki Norwegia campur tangan dalam proses perundingan damai. Namun, keberatan jika terus dilaksanakan di luar Filipina. 

Perundingan damai dibatalkan tahun lalu karena pihak pemberontak masih terus menyerang pasukan pemerintah.

Salah satu klaim pemberontak terkait serangan tersebut adalah karena mereka tidak terima dicap sebagai teroris oleh sebuah surat keputusan yang ditandatangani Presiden Duterte, dan didukung oleh Amerika Serikat. 

Di lain pihak, pada pekan lalu, pendiri dan pemimpin Partai Komunis Filipina, Jose Maria Sison yang berkedudukan di Belanda, mengatakan pihaknya tidak bisa lagi berunding dengan pemerintahan Presiden Duterte. 

Saat ini, menurut dia, lebih baik berjuang untuk membantu menjatuhkan pemerintahan Duterte, dan kemudian berunding dengan penggantinya kelak. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.