Sukses

Serigala di Situs Bencana Nuklir Chernobyl Punya Gen Pemicu Mutasi?

Penelitian ilmuwan dari University of Missouri at Columbia, AS mengemukakan temuan menarik seputar serigala di situs bencana nuklir Chernobyl, Ukraina.

Liputan6.com, Missouri - Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari University of Missouri at Columbia, Amerika Serikat mengemukakan temuan menarik seputar populasi serigala di situs bencana nuklir Chernobyl, Pripyat, Ukraina.

Ilmuwan berkesimpulan, para serigala tersebut mungkin berpotensi memiliki gen yang telah terpapar radiasi akibat bertumbuh di Chernobyl.

Gen itu mungkin menyebabkan para serigala mampu berkembang biak pesat hingga mencapai jumlah yang tak wajar.

Selain itu, serigala yang gen-nya telah terpapar radiasi juga diperkirakan mampu menyebarkan faktor pemicu mutasi kepada makhluk hidup lain di luar wilayah radiasi Chernobyl. Demikian seperti dikutip dari Sky News, Selasa (3/7/2018).

Temuan itu terkandung dalam jurnal ilmiah yang ditulis oleh Michael Byrne dan tim peneliti dari University of Missouri at Columbia. Jurnal itu dipublikasikan dalam European Journal of Wildlife Research pada awal tahun ini. Demikian seperti dikutip dari Livescience.

Byrne dan kawan-kawan melandasi temuannya itu dengan meneliti mobilitas 14 serigala di Chernobyl sebagai sampel.

Peneliti mengikatkan kalung ber-GPS pada leher 14 serigala di Chernobyl. Mobilitas dan seberapa jauh para serigala itu berkeliaran bebas kemudian dipantau menggunakan komputer periset.

Ternyata, serigala itu mampu berkeliaran bebas hingga sejauh 186 mil ke luar zona bahaya radiasi nuklir (seluas 18,6 mil) dengan menempuh perjalanan selama tiga pekan.

Penulis utama studi dan pakar ekolog margasatwa Michael Byrne mengatakan kepada Live Science: "Tidak ada serigala di sana yang 'berpendar' akibat pengaruh radiasi. Mereka tetap normal, memiliki empat kaki, dua mata dan satu ekor."

Tapi, Byrne dan kawan-kawan berhipotesis bahwa gen para serigala itu mungkin telah terdampak radiasi nuklir di Chernobyl. Karena, populasi mereka meningkat hingga tujuh kali lipat, sejak tercatat muncul pertama kali pada 2016 silam. Hal itu, dianggap tak wajar.

"Radiasi itu tampaknya membuat populasi serigala semakin pesat berkembang biak di Chernobyl. Hal itu tak wajar, karena, jumlah mereka di sana (Chernobyl) menjadi jauh lebih banyak dari yang ada di suaka alam terdekat yang bersih dari radiasi nuklir," kata Byrne menjelaskan temuannya dari pengamatan atas mobilitas ke-14 serigala sampel penelitian.

Lebih lanjut, Byrne mengatakan, "Alih-alih menjadi lubang hitam ekologis, zona bahaya radiasi nuklir Chernobyl justru menyokong kehidupan populasi satwa untuk berkembang pesat."

"Dan temuan itu mungkin tidak hanya berlaku untuk serigala --masuk akal jika kondisi serupa terjadi dengan hewan lain yang berada di Chernobyl."

Selain itu, Byrne juga memunculkan hipotesis lain dalam penelitiannya. Ia dan tim periset memperkirakan, gen serigala yang terpapar radiasi nuklir mungkin berpotensi mampu menyebarkan faktor pemicu mutasi pada makhluk hidup lain di luar wilayah radiasi Chernobyl.

Potensi itu semakin meningkat ketika para serigala tersebut --menurut temuannya dari pengamatan atas mobilitas ke-14 serigala sampel penelitian-- kerap berkeliaran hingga ke luar Chernobyl, ke wilayah yang bersih dari radiasi nuklir.

"Kami masih berasumsi awal, karena data yang kami peroleh belum cukup menghasilkan kesimpulan penuh atas hipotesis tersebut," kata Byrne.

"Ini adalah bidang penelitian masa depan yang menarik," tambahnya.

 

Simak pula video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sekilas Bencana Nuklir Chernobyl

Dini hari yang dingin, 26 April 1986, penduduk Pripyat, Ukraina sedang tidur lelap. Tak ada yang menyangka, malapetaka sedang mengintai. Dari 'kota kembarnya' Chernobyl.

Malam sebelumnya, sekelompok teknisi sedang menjalankan eksperimen di Reaktor No.4 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl yang berada di dekat Pripyat -- yang menjadi pemukiman para pekerja PLTN. Uji coba yang dipersiapkan dengan minim, dengan mengabaikan prosedur keamanan yang layak, berakibat fatal.

Reaktor seberat 2.000 ton itu menjadi tak stabil. Para teknisi tak mampu mengendalikan kebocoran radiasi. Kebakaran, lalu ledakan tak terelak.

Insiden berujung maut, 2 pekerja tewas seketika. Jumlahnya kemudian bertambah jadi 32 orang di awal krisis. Namun, malapetaka sesungguhnya justru terjadi setelah itu.

Evakuasi yang awalnya dilakukan di Chernobyl, diperluas. Sekitar 40 jam setelah kejadian, penduduk Pripyat diperintahkan untuk mengungsi. Saat itu, ada sekitar 50 ribu orang yang tinggal di sana.

Karena mengira akan segera kembali, warga hanya membawa barang seadanya. Orang-orang salah kira, mereka justru tak akan pernah kembali. Area itu dikosongkan, lalu menjadi 'kota hantu' yang seakan membeku oleh waktu.

Awalnya, hiruk pikuk di sekitar Chernobyl tak diketahui dunia luar. Butuh waktu berhari-hari bagi Pemerintah Uni Soviet -- yang kala itu menguasai Ukraina -- untuk mengakui kecelakaan itu. Mereka awalnya sengaja menutupi.

Namun, tak ada gunanya. Lebih dari 50 ton materi radioaktif lepas tak terkendali ke lapisan atmosfer di atas Chernobyl -- 400 kali lebih banyak dari pada bom Hiroshima. Angin menyebarkannya ke seluruh kawasan Uni Soviet bagian barat, juga Eropa.

Efek radiasi terlanjur menyebar. Ribuan orang tewas secara bertahap. Di Uni Soviet saja, 5.000 orang meninggal dunia akibat kanker dan penyakit lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.