Sukses

Ini Imbauan KBRI Singapura untuk WNI Jelang Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un

Perwakilan Pemerintah Indonesia di Singapura mengeluarkan imbauan kepada WNI di sana menjelang pertemuan antara Kim Jong-un dan Donald Trump.

Liputan6.com, Singapura City - Pertemuan bersejarah antara Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura, pada Selasa, 12 Juni 2018 mendatang tengah menjadi sorotan dunia. Warga maupun turis mancanegara yang tengah berada di dekat lokasi acara perhelatan tersebut pun terlihat antusias.

Pantauan Liputan6.com, Senin (11/6/2018), pengamanan sudah diperketat menjelang kedatangan pemimpin AS dan Korea Utara itu. Dan akan terus dilakukan penjagaan ekstra hingga acara KTT Korea Utara dan Amerika Serikat di Singapura itu rampung.

Terkait hal itu, perwakilan pemerintah Indonesia di Singapura pun mengeluarkan imbauan kepada WNI di sana. Mereka diminta untuk tak membuat kegaduhan yang berkenaan dengan pertemuan antara Kim Jong-un dan Donald Trump.

"Merujuk pada Public order Act of Republic of Singapura pasal 7 ayat 2 butir H, KBRI Singapura dengan ini mengimbau kepada seluruh WNI yang ada di Singapura untuk tidak melakukan kegiatan politik praktis maupun ujaran kebencian, berita hoax yang berbau politik baik di media massa maupun media sosial, dan lain-lain. Hal ini termasuk juga menggunakan atribut politik (kaos, spanduk, bendera, dll)," demikian bunyi petikan imbauan tersebut.

Imbaun terkait momen pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump tersebut diminta untuk dipatuhi, demi menghindari hukuman dari pemerintah setempat. 

"Hal ini harap dipatuhi seluruh WNI di Singapura untuk menghindarin denda, sanksi dan/atau hukuman penjara oleh pemerintah Singapura kepada siapa pun yang melanggar peraturan ini," tambah imbauan tersebut.

Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada 12 Juni mendatang akan berlangsung di Hotel Capella, Pulau Sentosa Singapura. Hal itu diutarakan oleh Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Sanders pada Selasa 5 Juni 2018.

Kedua pemimpin diharapkan akan membahas denuklirisasi Korea Utara.

Itu akan menjadi pertemuan pertama dalam sejarah di mana Presiden AS yang masih menjabat duduk berdialog dengan Pemimpin Korea Utara yang masih berkuasa.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Singapura Kucurkan Dana Rp 278 Miliar

Sebelumnya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong menyebut biaya penyelenggaraan pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un mencapai sekitar USD 20 juta, atau setara Rp 278 miliar.

Biaya sebesar itu, menurut PM Lee, merupakan kontribusi Singapura untuk upaya menegakkan cita-cita perdamaian internasional yang "sangat serius".

Dikutip dari The Straits Times, Senin (11/6/2018), sekitar setengah dari anggaran tersebut digunakan untuk biaya keamanan selama Trump dan Kim Jong-un berada di Singapura.

PM Lee berpendapat bahwa pertemuan bersejarah antara kedua negara memiliki potensi untuk menempatkan perdamaian dalam tingkatan baru di Semenanjung Korea.

"Dari sudut pandang kami, pertemuan itu menetapkan perkembangan isu damai di tahapan baru - yang akan memicu kondusifnya keamanan dan stabilitas kawasan (Semenanjung Korea)," ujar PM Lee.

Pemimpin Singapura itu berbicara di hadapan jurnalis di sela-sela kunjungan ke pusat media internasional di F1 Pit Building.

PM Lee sebelumnya mengunjungi pasukan Angkatan Bersenjata Singapura yang ditempatkan di Palawan Kidz City di Sentosa, dan pos komando Pasukan Nasional.

Ada pun pertemuan puncak antara Trump dan Kim Jong-un akan dilangsungkan di Capella Hotel di Pulau Sentosa.

Ditambahkan oleh PM Lee, bahwa KTT adalah operasi yang sangat besar, karena (antara lain) skala jumlah jurnalis yang datang meliput dan tingkat keamanan yang diperlukan, sangat besar.

"Para perwira telah melakukan pekerjaan yang baik dalam keadaan sangat tertekan," katanya, menunjuk pada pemberitahuan singkat yang diberikan untuk mempersiapkan keamanan KTT.

"Tidak mudah untuk menemukan lokasi yang cocok untuk menjadi tuan rumah pertemuan seperti itu, karena kedua belah pihak harus menyetujui tempat yang memenuhi persyaratan mereka, dan secara politik dan diplomatik dapat diterima satu sama lain," lanjut PM Lee.

"Karena itu, ketika kedua belah pihak meminta kami untuk menjadi tuan rumah pertemuan, kami tidak bisa mengatakan tidak," kata PM Lee.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.